Eksklusif

Saat Alunan Dangdut Berkelindan di Antara Kita

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Ilsutrasi dangdut

Eka Widyawati mengenang perkenalannya dengan musik dangdut lewat ingatan yang indah.

Ia masih duduk di bangku sekolah dasar, saat ayahnya sibuk bermain seruling dari satu panggung ke panggung lainnya di Jakarta awal tahun 2000-an. Bila tangan Raja Midas mampu membuat apa pun yang disentuhnya menjadi emas, bagi Eka alunan seruling ayahnya membuat setiap lagu dangdut menjadi renyah dan ramah untuk bergoyang.

“Kalau malam juga suka mengisi acara-acara musik, hajatan dan event-event. Lha dari situ, aku mulai suka,” ujar Eka saat berbincang soal awal mula ia suka dangdut.

Perempuan yang kini tinggal di Brebes, Jawa Tengah itu mengaku sejak SD sudah akrab dengan musik. Namun, ketika duduk di bangku SMA ia baru merasakan uang dari bakatnya di dunia musik. Ia sadar betul, rezekinya mengalir lebih deras dari dangdut, ketimbang bidang lainnya. Ia memakai nama panggung Eka Ariana.

“Sebelum di Pantura tuh, aku banyak ikut ajang, Indonesia Idol, Dangdut Akademi I dan II. (beberapa ajang pencarian bakat lain) Cuma memang belum berhasil saja,” ujar Eka.

Jalan Eka di ajang pencarian bakat tak melulu menemui jalan buntu. Ia pernah menjadi top 4 di ajang Dangdut Pantura 5 salah satu tv swasta. Di kompetisi ia dimentori oleh Dewi Persik, idolanya sejak kecil.

“Jadi aku dari kecil, aku suka banget dengan dia (Dewi Persik), karena menurut aku beliau itu packagingnya lengkap sekali. Dari dia cantik, suaranya juga bagus, suara rocknya juga kentel banget kan rock-dut,” ujar Eka. Selain Dewi Persik, Eka mengidolakan sosok Rita Sugiarto.

Tak hanya mengejar prestasi di ajang pencarian bakat, Eka juga kerap mengisi acara-acara skala lokal seperti panggung hiburan hingga kegiatan beraroma politik di Brebes. Di acara lokal inilah Eka kerap menghadapi dilema.

Di acara resmi, biasanya Eka sudah mematok tarif. Namun, untuk acara panggung hiburan seperti hajatan atau seacanya, ia mesti menurunkan harga.

“Artinya, kalau orang-orang politikus, orang penting itu mereka akan paham dengan rate, kualitas. Gitu. Kalau orang-orang kampung itu mungkin karena merasa ‘wonge dewek’ (orang dari daerah situ). Orang dari diri sendiri, putri daerah. Jadi, artinya sudahlah jangan mahal-mahal gitu. Rate-nya enggak terlalu jauh sih, Cuma setengahnya,” ujar Eka.

Dangdut diterima berbagai kelas sosial

Pengamat musik Ryan Kampua menilai, dangdut dapat diterima berbagai kelas sosial masyarakat karena aransemen dan lirik musiknya. Aransemen dan lirik musik dangdut tergolong sederhana. Ia menganggap, aransemen dan lirik musik dangdut dapat mewakili semua penikmat musik.

“Cuma masalah gengsi aja sebenarnya. Jadi, kita enggak perlu heran kalau sekelas Presiden (Jokowi) aja bisa senyum dan goyang,” tutur pria yang mengidolakan Rhoma Irama ini.

Lirik lagu dangdut biasanya bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari. Lirik lagu dangdut memiliki diksi yang bersahaja dan menyentuh.

“Kalau susah, ya susah banget. Kalau senang, apa adanya. Enggak ditutupi. Beda dengan (musik) pop yang kalau senang hiperbolanya luar biasa,” ujar Ryan.

Disisi lain, tabuhan gendang dalam musik dangdut sangat natural dan manusiawi.

“Ketika mendengar beat (irama) dari sebuah gendang yang menarik, itu bisa lho orang sekelas pejabat goyang gitu ya. Itu secara tidak langsung,” ucapnya.

Baca Juga:

Dangdut, Irama Orang-orang Bawah

Gemerlap Panggung Lady Rocker Era 1990-an

Euforia Band Rock 1970-an

Share: Saat Alunan Dangdut Berkelindan di Antara Kita