Isu Terkini

Anak Muda China Terpaksa Hidup Hemat Imbas Ekonomi Goyah

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi masyarakat China

Doris Fu membayangkan masa depan cerah bagi diri dan keluarganya sebelum pandemi Covid-19. Namun, perempuan berusia 39 tahun yang berprofesi sebagai konsultan pemasaran di Shanghai itu harus mengubur mimpinya membeli mobil baru, memiliki apartemen, makan bersama di akhir pekan, hingga liburan di pulau tropis.

Kini, Fu menjadi satu dari sekian banyak pekerja muda China yang harus menekan pengeluaran dan menabung sebisa mungkin. Mereka terdampak penguncian ketat (lockdown) yang sebabkan tingkat pengangguran yang tinggi dan pasar properti yang goyah.

“Saya tak lagi melakukan manikur, tak lagi mengurus rambut saya. Saya beralih ke produk buatan China untuk semua kosmetik saya,” ujar Fu, dilansir dari Antara.

Gaya hidup hemat: Hemat menjadi gaya hidup baru yang dipopulerkan para pemengaruh (influencer) di media sosial. Mereka berbagi tips menghemat uang dan menjalani hidup sehari-hari dengan biaya sedikit.

“Dulu saya pergi menonton film setiap bulan, tetapi saya belum pernah masuk ke bioskop sejak pandemi,” tutur Fu.

Belanja konsumen menyumbang lebih dari separuh PDB (produk domestil bruto) China, sehingga gaya hidup hemat mengancam ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

“Kami telah memetakan perilaku konsumen di sini selama 16 tahun dan selama itu, saat inilah yang paling mengkhawatirkan yang saya lihat di kalangan konsumen muda,” ujar Direktur Pelaksana China Market Research Group (CMR), Benjamin Cavender.

Dampak Covid-19: Kebijakan ‘nol Covid’ China yang terdiri dari penguncian ketat, pembatasan perjalanan, dan tes massal, telah menelan banyak korban pada ekonomi negara itu. Tindakan keras pemerintah China terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar juga berdampak pada angkatan kerja muda.

Tingkat pengangguran di kelompok usia 16-24 tahun hampir mencapai 19%, setelah mencatat rekor 20% pada Juli lalu. Beberapa warga muda terpaksa menerima gaji lebih kecil, seperti yang terjadi di sektor ritel dan niaga elektronik. Berdasarkan data perusahaan rekrutmen daring Zhilian Zhaopin, gaji rata-rata di 38 kota besar China turun 1%. Imbasnya, sebagian anak muda lebih memilih untuk menyimpan uang daripada membelanjakannya.

Setelah konsumerisme merebak bertahun-tahun dipicu kenaikan upah, kemudahan kredit, dan belanja daring, saat ini gerakan penghematan sebabkan anak muda China mengikuti gaya hidup orang tua mereka yang lebih berhati-hati.

“Di tengah sulitnya lowongan kerja dan besarnya tekanan ekonomi, kegelisahan dan ketidakpastian di kalangan muda menjadi sesuatu yang belum pernah mereka alami sebelumnya,” ujar profesor keuangan di Sekolah Bisnis Universitas Hong Kong, Zhiwu Chen.

Influencer hidup hemat: Tidak seperti orang tua mereka, anak muda menunjukkan gaya hidup hemat mereka secara daring.

Seorang perempuan berusia 20-an di kota Hangzhou mendapatkan ratusan ribu pengikut di media sosial setelah mengunggah lebih dari 100 video tentang cara membuat makan malam hanya dengan uang 10 yuan (sekitar Rp21.500). Diskusi-diskusi di media sosial dipenuhi tips-tips menghemat uang, seperti ‘Tantangan: Hidup dengan 1.600 yuan (Rp3,43 juta) sebulan’ di Shanghai, salah satu kota termahal di China.

Yang Jun, yang mengaku terlilit utang kartu kredit sebelum pandemi, membentuk kelompok bernama Institut Penelitian Konsumsi Rendah di situs jejaring Douban pada 2019. Kelompok itu telah menarik lebih dari 150.000 anggota. Jun menekan pengeluarannya dan menjual sebagian benda miliknya di situs jual beli barang bekas untuk mendapatkan uang tunai.

“Covid-19 membuat orang jadi pesimis. Anda tak bisa seperti sebelumnya, menghabiskan semua uang yang Anda dapat, dan mencarinya lagi bulan depan,” tutur perempuan 28 tahun itu. Jun mengaku saat ini sudah terbebas dari utang.

Baca Juga:

Subur Tren Manusia AI di China

Cha Guan: China Siap Perang Terbuka?

Saat China Lakukan Tes PCR ke Ikan-Kepiting

Share: Anak Muda China Terpaksa Hidup Hemat Imbas Ekonomi Goyah