Epidemiolog berharap pemerintah dan masyarakat Indonesia menaruh perhatian serius terhadap virus corona (Covid-19) varian R.1 yang menyebar luas di Amerika Serikat.
Epidemiolog meminta masyarakat tidak terlena dengan penurunan kasus sejauh ini dan tetap waspada dengan varian baru agar tidak kembali terjadi lonjakan kasus positif. Apalagi, bakal ada momen libur panjang di akhir tahun yang berpotensi menyebabkan lonjakan kasus positif.
Varian Baru
Epidemiolog Universitas Grifftith Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah dan masyarakat tidak euforia berlebihan dengan penurunan kasus Covid-19.
Dia menekankan bahwa varian baru masih terus bermunculan hingga 2022. Bahkan bisa saja lebih ganas. Salah satunya varian R.1 yang kini menyebar luas di Amerika Serikat.
“Munculnya varian-varian baru ini besar kemungkinan masih tetap terjadi setidaknya sampai ya mungkin awal-awal tahun depan ya,” kata Dicky saat dihubungi Asumsi.co.
Dicky berharap protokol kesehatan tetap dipatuhi secara ketat di berbagai tempat. Misi 3T yakni tracing, testing dan treatment pun tidak boleh kendor.
Varian R.1
Dicky mengatakan varian baru tentu berbeda dengan yang ada saat ini. Salah satunya varian R.1 yang ditemukan di Jepang lalu menular luas di Amerika Serikat.
Dicky Budiman juga menyatakan bahwa varian R.1 terbilang berbahaya karena memiliki daya infeksi yang lebih tinggi daripada varian lainnya. Akan tetapi, masih diteliti lebih lanjut ihwal kecepatan penularan antara Delta dan R.1.
“Ini masih diteliti lebih jauh, karena adanya fakta bahwa dia (varian R.1) juga terus menyebar ditengah dominasi Delta tentu menunjukan ada potensi kecepatan dari varian ini” ungkapnya.
Sejauh ini Covid-19 varian R.1 terdeteksi di 47 negara bagian AS dengan 2.259 kasus, seperti diberitakan Health.
Meski banyak ditemukan di AS, varian R.1 ternyata pertama kali terdeteksi di Jepang pada Januari 2021. Varian ini terdeteksi pada satu keluarga di Jepang yang bahkan tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri.
Sejauh ini, Kementerian Kesehatan mengklaim bahwa Covid-19 varian R.1 belum terdeteksi di Indonesia. Akan tetapi, Dicky cemas varian R.1 belum terdeteksi akibat keterbatasan yang dimiliki Indonesia dalam melakukan penelusuran.
“Dalam skala global sudah ada di 31 negara, termasuk di China dan India. Masalahnya kalau di Indonesia kan terbatas, jadi tidak mudah untuk mengetahui keberadaannya,” kata Dicky.
Potensi Lonjakan
Varian baru virus corona tentu memiliki perbedaan dengan yang saat ini menyebar luas. Seperti halnya Delta, varian baru yang membuat Indonesia mengalami lonjakan kasus virus corona usai libur panjang Idulfitri.
Sebelum varian Delta beredar luas, Indonesia mengalami penurunan kasus. Lalu melonjak lantaran varian baru tersebut menular lebih cepat.
Saat ini, varian Delta terbilang bisa dikendalikan. Kasus sudah menurun drastis dibanding Juli lalu ketika terjadi lonjakan. Akan tetapi, pemerintah Indonesia mewanti-wanti akan lonjakan baru.
Selain karena keberadaan varian baru, pada Desember nanti juga ada momen libur panjang, yakni Natal dan Tahun Baru. DPR juga telah meminta pemerintah untuk mempersiapkan rumah sakit guna menghadapi lonjakan kasus usai libur panjang.