Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
“Pengembangan PLTU baru dilarang,” demikian bunyi Pasal 3 ayat 4 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
Pengecualian: Namun, larangan dikecualikan untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum Perpres ini diberlakukan. Perpres ini mulai berlaku pada Selasa (13/9/2022).
Selain itu, larangan juga dikecualikan untuk PLTU yang memenuhi syarat. Pertama, PLTU terintegrasi dengan industri berorientasi peningkatan nilai tambah sumber daya atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% dalam jangka waktu 10 tahun sejak beroperasi, dibandingkan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan. Ketiga, PLTU yang beroperasi paling lama sampai dengan 2050.
Percepatan energi terbarukan: Perpres ini diterbitkan untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional. Selain itu, Perpres ini juga bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan.
Merujuk Pasal 4 ayat 1, sumber energi terbarukan berupa panas bumi, angina, bioenergy, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
Dukungan pemerintah: Berdasarkan Pasal 22 Perpres itu, pemerintah mendukung pembangunan pembangkit listrik dengan energi terbarukan melalui dukungan insentif dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal kepada badan usaha terkait.
Insentif fiskal berupa fasilitas pajak penghasilan (pph), pembebasan bea masuk impor, fasilitas pajak bumi dan bangunan (PBB), dukungan pengembangan panas bumi, serta dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui badan usaha milik negara (BUMN). Sementara itu, insentif nonfiskal diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga:
MK Luruskan Isu Jokowi Bisa jadi Cawapres di Pilpres 2024
Pakar Hukum Tata Negara: Jokowi Tidak Bisa Nyalon Lagi
Alasan Jokowi Minta Semua Kendaraan Dinas Diganti Kendaraan Listrik