Kesehatan

Bahaya Sering Rebahan dan Duduk, Mulai dari Sakit Fisik Hingga Mental

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi. Foto: Unsplash

Situasi pandemi Covid-19 membuat kita lebih banyak berkegiatan di rumah sampai saat ini. Misal, bekerja sambil duduk bersandar hingga rebahan di kasur yang nyaman dilakukan. Namun, hal itu rupanya menjadi ancaman berbahaya bagi tubuh kita, lho.

Gaya hidup yang lebih banyak duduk atau tiduran tanpa adanya olahraga ini, dikenal dengan sebutan sedentary lifestyle. Bila kita terlena, siap-siap organ tubuh bakal tidak bekerja secara optimal dan menyebabkan penurunan stamina.

Beres-beres Rumah

Spesialis Kedokteran Olahraga, dokter Andhika Raspati mengatakan berkegiatan di dalam rumah bukan berarti menjadi alasan tidak bisa berolahraga atau sekadar melakukan aktivitas ringan.

Salah satu cara supaya tidak terjebak dalam sedentary lifestyle, kata dia adalah, dengan melalukan Non Exercise Physical Activities (NEPA) supaya kondisi tubuh bisa tetap fit.

“NEPA sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat antara lain, seperti naik turun tangga untuk melancarkan sirkulasi darah dan membakar kalori, berjalan kaki guna menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, dan hal sederhana lainnya,” jelas Andhika seperti dikutip Antara, Kamis (16/9/2021).

Selain naik dan turun tangga, aktivitas ringan yang juga bisa menjadi bagian dari NEPA supaya tubuh kita bergerak adalah, dengan beres-beres rumah.

“Agar terhindar dari sedentary lifestyle di antaranya menyapu dan mengepel rumah, menggendong atau bermain dengan anak, hingga kegiatan berkebun sampai mencuci motor dan mobil,” katanya.

Meski demikian, menurutnya, NEPA akan lebih efektif dan menjaga kondisi serta daya tahan tubuh secara maksimal, jika didukung dengan latihan tubuh fisik secara rutin.

“Tetap lewat olahraga maupun dengan asupan nutrisi yang seimbang setiap harinya,” ucap dokter yang juga Tim Kesehatan KONI DKI Jakarta ini.

Kualitas Olahraga Menurun

Dokter Andhika Raspati mengingatkan, membuat tubuh tetap banyak bergerak meski beraktivitas di rumah, merupakan hal penting dan jangan sampai diabaikan.

“Menggerakan tubuh lewat aktivitas yang dilakukan sehari-hari, mampu membuat tubuh kita berada dalam kondisi yang lebih sehat dan memiliki metabolisme yang lebih optimal,” ucapnya

Sementara itu, survei daring yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Desember 2020, diperoleh hasil bahwa pandemi Covid-19 telah menurunkan kuantitas dan kualitas aktivitas olahraga masyarakat.

“Hasil riset menunjukkan adanya perbandingan satu dari tiga orang yang menjadi responden melakukan perubahan gaya hidupnya yang sebelumnya aktif menjadi tidak aktif,” demikian disampaikan penelitian.

Melalui riset ini, kita semua diingatkan, gaya hidup yang aktif sangatlah penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Maka dari itu, agar bisa terhindar dari berbagai macam penyakit yang tak terdeteksi.

Waspada Jadi Kebiasaan

Dokter spesialis kedokteran olahraga, Sophia Hage menambahkan, gaya hidup yang kurang gerak ini sebetulnya sudah ada, jauh sebelum pandemi virus corona melanda dunia.

Namun, situasi pandemi membuat perilaku ini kian mengalami peningkatan karena situasi karantina wilayah di dunia, serta pembatasan sosial yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini.

“Kalau dilakukan dalam waktu yang lama, waktu yang panjang, bisa menjadi gaya hidup karena segala kegiatan di luar waktu tidur, hanya memerlukan sedikit energi, misalnya duduk dan menonton televisi,” jelas dia.

Menurutnya, perilaku kurang gerak ini akan menjadi kebiasaan setelah dilakukan selama enam jam, atau dalam durasi yang lebih lama.

Sedentary lifestyle belakangan kerap diidentikan dengan gaya hidup anak muda saat ini. Sophia Hage menyatakan, tak setuju dengan pandangan ini.

Menurutnya, gaya hidup semacam ini bisa terjadi pada siapa saja dan usia berapa pun. “Termasuk orang-orang yang rutin berolahraga setiap hari, jika kegiatannya banyak dihabiskan duduk di depan komputer, misalnya,” ucap dia.

Ganggu Kesehatan Fisik dan Mental

Sophia Hage mengutip data dari survei IFLS dan jurnal ilmiah The Lancet Global Health menyatakan, populasi di Indonesia yang tergolong kurang aktivitas fisik pada tahun 2007 sebanyak 19,9%, naik menjadi 30 persen pada 2016.

Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar, pada 2018 terdapat 33,5 persen populasi yang kurang aktivitas fisik.

Sementara itu secara populasi global, terdapat 27,5 persen yang kekurangan aktivitas fisik pada 2018.

“Dari populasi ini, perempuan lebih banyak kurang gerak sebesar 28,6 persen dibandingkan laki-laki  yang jumlahnya 23,4 persen,” terangnya.

Ia menegaskan, kalau kekurangan aktivitas fisik akan berdampak pada kesehatan individu. Secara jangka pendek, bisa menyebabkan nyeri punggung bagian bawah dan radang otot.

“Dalam jangka panjang, kurang gerak bisa menyebabkan ostheoporosis dan ostheoarthritis. Gaya hidup kurang gerak ini, juga bisa meningkatkan risiko obesitas, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular,” imbuh Sophia.

Lebih jauh, perilaku kurang gerak tidak hanya berakibat pada kesehatan fisik, namun, juga bisa menyerang kesehatan mental.

“Pelaku sedentary lilfestyle berisiko tiga kali lipat mengalami gejala depresi, dibandingkan mereka yang banyak bergerak,” tandasnya.

Share: Bahaya Sering Rebahan dan Duduk, Mulai dari Sakit Fisik Hingga Mental