Isu Terkini

Larangan Memajang Rokok di DKI, Minim Sosialisasi dan Asal Implementasi

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Antara

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilaporkan mulai menertibkan beberapa tempat yang memasang reklame atau memajang rokok. Hal itu merupakan tindak lanjut dari Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok.

Penertiban

Dikutip dari Antara, Pemerintah Kota Jakarta Barat mulai menutup stiker, poster, hingga pajangan  produk rokok di seluruh toko kecil, toko swalayan kecil (minimarket), dan swalayan besar (supermarket) di daerah itu.

Kepala Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Operasional Satpol PP Jakarta Barat, Ivand Sigiro mengatakan langkah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di DKI.

“Kegiatan penutupan ini berdasarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok,” kata Ivand di Jakarta, Senin (13/9/2021).

Ivand menuturkan peraturan itu diklaim bertujuan untuk menekan angka perokok di Ibu Kota. Selain itu, para perokok dianggap memperkecil kesempatan warga untuk memperoleh udara yang segar. Tujuan lainnya adalah untuk menekan anak-anak di bawah umur membeli rokok secara bebas.

Pemprov DKI pun memberikan imbauan kepada seluruh pelaku usaha agar menaati peraturan itu. Imbauan itu akan berlangsung hingga akhir September 2021. Jika setelah masa imbauan masih ada pelaku usaha yang memajangkan produk rokok maka akan diberi teguran. 

“Mungkin bisa lakukan penyitaan maupun peneguran. Sanksi sesuai aturan kepada toko atau lokasi tempat reklame,” jelas dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan bahwa penertiban iklan rokok untuk Jakarta bebas asap rokok. Namun, dia menyebut hal tersebut bukan berarti melarang orang untuk merokok. 

“(Penertiban) itu, dalam rangka program untuk Jakarta bebas rokok. Untuk Jakarta bebas rokok bukan berarti dilarang merokok tapi ada tempat tempat yang diatur bisa merokok,” ujar Riza.

Minim sosialisasi

Terkait adanya larangan ini, sejumlah pedagang warung yang menjual rokok mengaku tidak tahu. Seperti Ucok, salah satu pedagang warung kelontong di Cibubur, Jakarta Timur.

Ia mengaku tidak ada larangan memajang produk rokok di warungnya sebagai bagian dari penerapan aturan tersebut. Sejak Juni sampai sekarang, dirinya berdagang rokok seperti biasa.

“Nggak tahu saya ada itu (larangan). Memangnya tidak boleh gitu sekarang majang rokok sama pasang gambar rokok di warung saya? Terus saya dagangnya gimana dong?” katanya saat ditemui Asumsi.co, Rabu (15/9/21).

Menurutnya, sah-sah saja Gubernur DKI mengeluarkan seruan soal pembinaan kawasan dilarang merokok ini selama tujuannya memang untuk menjaga kondisi lingkungan dari asap rokok atau bagian dari melindungi kesehatan masyarakat di tengah kondisi pandemi virus Corona.

“Cuma kalau melarang orang merokok kayaknya menurut saya sih susah juga. Itu kan, pilihan sama hak masing-masing orang ya. Kalau saya jadi dilarang juga jualan rokok ya tidak bisa juga itu,” imbuhnya.

Bukan peraturan baru

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diketahui telah menerbitkan aturan pelarangan iklan rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan maupun di tempat terbuka di area Jakarta sejak 9 Juni 2021.

Dalam aturan itu, Anies melarang toko atau minimarket dan warung lainnya memasang atau memajang kemasan/ bungkus rokok di tempat dagangannya. 

“Tidak memasang reklame rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor), termasuk memajang kemasan/bungkus rokok atau zat adiktif di tempat penjualan,” jelas Anies dalam aturan itu.

Anies juga mengharuskan setiap gedung-gedung di DKI Jakarta untuk memasang tanda larangan merokok di setiap pintu masuk dan lokasi-lokasi yang mudah dilihat orang. Termasuk tidak menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok di kawasan yang dilarang merokok. 

Peraturan ini diklaim upaya melindungi masyarakat dari bahaya rokok. Sehingga, seluruh komponen masyarakat khususnya seluruh pengelola gedung di Provinsi DKI Jakarta turut berpartisipasi secara aktif dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum pada kawasan dilarang merokok.

Asal diimplementasikan

Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Lisman Manurung menilai penyebab kebijakan yang sudah diteken Juni ini belum diketahui masyarakat karena Gubernur Anies banyak persoalan yang diurus, bahkan sudah mulai mempersiapkan diri untuk Pilpres nanti.

“Mungkin terlalu banyak diurus dan kayaknya juga sibuk untuk persiapan Pilpres jadi penanganannya asal,” kata Lisman melalui sambungan telepon. 

Selain itu, ia menilai membuat kebijakan larangan merokok di tengah situasi pandemi Covid-19 cukup sulit karena membutuhkan pendekatan emosional yang intensif. Di satu sisi memang untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Akan tetapi, kata dia di sisi lainnya di tengah situasi seperti ini banyak kalangan masyarakat yang menjadikan rokok sebagai bagian dari untuk menjaga ketenangan di tengah tekanan hidup yang pelik.

“Masalah rokok ini berat. Masyarakat kita banyak yang memilih tetap merokok di masa Covid-19 ini untuk mengurangi tekanan hidup. Kalau pejabat kan, mungkin bisa saja hidup tanpa rokok,” jelasnya. 

Maka menurutnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat supaya mengurangi merokok demi menjaga kesehatan mereka, tak bisa dilakukan dengan membuat kebijakan yang represif.

Kebijakan yang terlalu keras dan represif, kata Lisman malah biasanya berpotensi memicu resistensi publik dan merasa haknya diganggu.

“Bisa terjadi penolakan dan nanti akan ada saja pihak yang mengompori. Kalau dipaksa enggak akan berhenti. Jadi menurut saya sosialisasi saja dengan membuat imbauan, bukan berupa seruan. Kalau diimbau orang biasanya lebih patuh dibanding seruan, ini kayak diomelin jatuhnya,” tuturnya.

Share: Larangan Memajang Rokok di DKI, Minim Sosialisasi dan Asal Implementasi