Isu Terkini

Tak Cukup Minta Maaf, Yasonna Laoly Diminta Mundur Pasca Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Dok. Kemenkumham

Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Kelas I Tangerang melebihi kapasitas, menyusul terjadinya kebakaran di sana
pada Rabu (8/9/21) dini hari. Hal ini disinyalir menjadi penyebab banyaknya korban
jiwa peristiwa tersebut.  

Persoalan di era
Yasonna

Yasonna menyebut Lapas
tersebut mengalami kelebihan kapasitas 400 persen. Saat ini, lapas yang
dibangun pada 1972 tersebut diisi 2.072 orang narapidana. Adapun Blok C 2 yang
merupakan bagian Lapas yang mengalami kebakaran dibangun dalam bentuk
paviliun. 

“Saat terjadi kebakaran
pada pukul 01.45 WIB dini hari, kondisi beberapa ruangan napi masih terkunci.
Petugas pengawas dari atas, melihat kondisi itu terjadi langsung menelepon
kepala pengamanan di sini. Lalu 13 menit kemudian 12 pemadam kebakaran
datang,” terangnya.

Ia pun menyampaikan ucapan
duka cita kepada pihak keluarga korban, khususnya yang meninggal dunia pada
peristiwa ini. Diketahui kebakaran di Lapas tersebut menyebabkan 44 orang
meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka ringan.

Kelebihan kapasitas merupakan
salah satu persoalan lapas yang terjadi di era Yasonna menjabat sebagai Menkum
HAM. Sejak awal menduduki posisi ini pada periode pertama pemerintahan Presiden
Joko Widodo, menteri asal PDI Perjuangan itu telah diselimuti berbagai masalah
soal Lapas.

Berdasarkan data yang
dihimpun, ada beberapa peristiwa serius menyangkut Lapas selama Yasonna
menjabat. Misalnya, keributan di Lapas Lambaro, Aceh Besar, pada 6 November
2015. Ratusan narapidana di penjara tersebut mengamuk karena tidak mendapat air
untuk mandi dan kebutuhan lainnya selama beberapa hari.

Kemudian, keributan antar
narapidana Lapas Kerobokan, Denpasar, pada 17 Desember 2015. Dua kelompok napi
berseteru di dalam keributan itu hingga polisi setempat turun tangan dan empat
narapidana tewas dalam kejadian itu.

Tahun 2016, masalah lapas
kembali terjadi karena adanya aksi pembakaran oleh narapidana di rutan
Bengkulu. Lima orang yang ada di rutan tersebut meninggal dunia.

Selanjutnya, kerusuhan terjadi
di Lapas Narkotika Kelas IIA Banceuy, pada 23 April 2016. Napi mengamuk dan
membakar penjara. Mereka marah karena ada napi yang meninggal dunia.

Ada juga bentrokan yang
terjadi di Lapas Klas IIA Permisan Nusakambangan, Cilacap, pada 7 November
2017. Kala itu, kelompok John Kei dengan narapidana kasus terorisme di sana
ribut. Satu orang anak buah John Kei tewas dalam kejadian ini.

Selain keributan dan bentrok,
masalah lapas lainnya yang juga jadi sorotan publik ialah ketika Ombudsman
Republik Indonesia melakukan inspeksi mendadak di Lapas Sukamiskin, Bandung,
pada 14 September 2018. 

Kala itu, Ombusdman
mengungkapkan adanya diskriminasi tahanan dalam bentuk kamar yang ditempati
terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto. Publik sampai mendesak
Yasonna mundur dari jabatannya.

Masalah sistem

Staf Penanganan Kasus Lembaga
Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) Maruf Bajammal mengamini peristiwa kebakaran
yang terjadi di Lapas Tangerang merupakan salah satu dampak dari permasalahan
lapas yang kian kompleks, serta ekses kebijakan hukum pidana yang dominan
dengan pendekatan penjara.

LBHM, kata dia turut berduka
cita atas peristiwa kebakaran ini. Ia mengatakan semestinya pemerintah,
khususnya Kemenkumham sudah lama peka terhadap kelebihan kapasitas di Lapas
tersebut, sebelum terjadi tragedi semacam ini.

Ia menerangkan berdasarkan sistem
database pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan HAM, per 7 September 2021, Lapas Tangerang termasuk Lapas yang memiliki
kelebihan kapasitas yang tinggi sebesar 245 persen. 

Sedangkan daya tampung Lapas
Tangerang hanya mampu menampung sebanyak 600 orang. Akan tetapi, faktanya Lapas
Tangerang hari ini per 7 September 2021 dihuni sebanyak 2.072 orang yang di
dalamnya, terdapat 1.805 orang merupakan warga binaan pemasyarakatan yang
terkait kasus narkotika,” jelas Maruf kepada Asumsi.co melalui sambungan
telepon, Kamis (9/8/21). 

Kondisi overwcrowding
dan banyaknya warga binaan pemasyarakatan terkait kasus narkotika yang masuk
kategori pengguna atau pecandu, lanjut dia semakin menambah daftar
permasalahan.

“Pendekatan pidana
penjara dalam perumusan hukum pidana narkotika di Indonesia yang berkontribusi
terhadap overcrowding Lapas dan berdampak terhadap pengelolaan Lapas di
Indonesia yang tidak sigap terhadap kondisi bencana,” ucapnya.

Pengelolaan Lapas buruk

Maruf Bajammal mengungkapkan
kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang dini hari tadi hanyalah puncak gunung
es dari problematika pengelolaan Lapas di Indonesia. 

Selain itu, ia menyayangkan
tidak adanya empati dan moralitas dari pihak yang bertanggung jawab terhadap
kejadian kebakaran, serta mengakui kesalahan dan itikad baik untuk melakukan
evaluasi yang mendalam atas carut marutnya perumusan pendekatan pidana penjara.

“Tragedi kemanusiaan ini
semakin menunjukkan betapa buruknya pengelolaan Lapas di Indonesia baik dari
sisi kebijakan peradilan pidana terpadu maupun dari manajemen dan keamanan Lapas. Ini berkontribusi tingginya
overcrowding dalam Lapas sehingga
berpengaruh terhadap terhadap manajemen keamanan Lapas,” tuturnya.

Ia menambahkan, pada awal pandemi
tahun 2020, Menkum HAM juga mengeluarkan kebijakan terkait asimilasi,
pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, cuti bersyarat dalam rangka
penanggulangan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara bagi
narapidana dan anak. Kebijakan ini dinilai responsif dalam mengurangi kelebihan
kapasitas tahanan.

“Namun dalam kasus
narkotika yang masuk kategori pecandu atau pengguna yang divonis di atas lima
tahun penjara tidak masuk dalam skema kebijakan tersebut. Sehingga penting
untuk memastikan kembali memberlakukan kebijakan tersebut bagi warga binaan
pemasyarakatan kategori pecandu atau pengguna,” tuturnya.

LBHM, lanjut Maruf mendesak
agar pemerintah, terutama Menkumham melakukan langkah-langkah evakuasi dan
penyelamatan bagi korban kebakaran Lapas Tangerang, serta memberikan perawatan
yang intensif bagi korban yang selamat serta pemerintah menanggung biayanya.

“Kami menuntut Pemerintah
meminta maaf atas peristiwa kebakaran di Lapas Tangerang dan mendorong
dilakukan penyelidikan dan menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik
terkait kebakaran di Lapas Tangerang,” tegasnya.

Maruf juga mendesak
dilakukannya reformasi pendekatan pidana penjara dalam hukum pidana dengan
alternatif penghukuman non penjara, serta meminta pemerintah untuk kembali
melakukan upaya asimilasi dan integrasi warga binaan pemasyarakatan terutama
yang terkait kasus narkotika dengan kualifikasi pengguna atau pecandu. 

“Penting bagi jajaran
Kemenkum HAM melakukan pemulihan terhadap warga binaan pemasyarakatan melakukan
healing terhadap korban kebakaran mengingat kejadian kebakaran ini sangat kuat
membekas dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan,” tandasnya.

Diminta mundur

Sementara itu, Direktur
Amnesty Indonesia Usman Hamid justru menilai permintaan maaf oleh pemerintah
tidak cukup sebagai sikap tanggung jawab terhadap berbagai persoalan lapas dan
tahanan di negeri ini.

“Sudah selayaknya Menkumham
dan Dirjen Lapas mundur dari jabatan mereka. Ini masalah serius hak asasi
manusia banyak orang, terutama mereka yg menjadi Korban dan juga yg kini masih
berada dalam penjara yang sesak,” kata Usman.

Dikutip dari Antara, Yasonna menyampaikan permintaan maaf atas insiden yang terjadi di Lapas Kelas I Tangerang. Dia berjanji akan melakukan yang terbaik demi mengurangi penderitaan akibat peristiwa kebakaran tersebut.

“Atas nama jajaran Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, saya meminta maaf kepada keluarga korban dan masyarakat Indonesia,” kata Yasonna.

Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat sekaligus Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera
angkat bicara soal peliknya persoalan Lapas di negeri ini. Menurutnya, masalah
kelebihan penghuni penjara merupakan persoalan lama yang gagal diselesaikan
pemerintah. 

“Data ICJR (Institute for
Criminal Justice Reform) mencatat, semua penjara di Indonesia mengalami
kelebihan penghuni rata-rata 180 persen. Penjara di Tangerang ini misalnya,
diisi hingga 2.072 narapidana untuk kapasitas yg hanya bisa diisi 600
orang,” katanya saat dihubungi terpisah.

Dalam hal ini, kata dia sudah
seharusnya Menkumham pasang badan dan mempertaruhkan jabatannya bila terus
gagal dalam melakukan manajemen Lapas dan tahanan yang baik.  

“Ada nasib serta aspirasi
ratusan narapidana atau tahanan di semua Lapas di seluruh Indonesia yang dititipkan
ke beliau. Tugas awal yang perlu segera diselesaikan, yakni menuntaskan
sengketa kewenangan antara berbagai lembaga pemerintah mengenai siapa yg
mestinya berwenang mengelola penjara,” ungkapnya.

Menurutnya, bila hal ini saja
tidak jelas langkah penanganannya, maka akan sulit untuk mencari solusi dalam
pengelolaan Lapas di Indonesia. Ia juga menekankan perlunya perombakan dan
penerapan regulasi baru, mengenai hukuman pengguna narkoba.

Hal ini, kata Mardani mesti
dipercepat karena sebagian besar napi di negeri ini yang ada di penjara
tersangkut dengan kasus narkoba. Ia pun mendoakan yang terbaik dari
penyelesaian masalah kebakaran di Lapas Tangerang.

“Semoga yang luka-luka
segera sembuh dan yang meninggal diberikan tempat terbaik, serta keluarga
korban diberikan kesabaran,” pungkasnya.

Share: Tak Cukup Minta Maaf, Yasonna Laoly Diminta Mundur Pasca Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang