Isu Terkini

Viral Dulu Baru Diproses, Perjuangan Pegawai KPI Pusat Cari Keadilan

Admin — Asumsi.co

featured image
Antara Foto/Pexel

Kasus perundungan dan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kini sudah mulai diselidiki pihak kepolisian. KPI pun telah melakukan pemeriksaan internal dan menonaktifkan tujuh pegawai yang diduga terlibat.Namun sebelum kasus mencuat ke publik dan ditangani serius oleh polisi dan KPI, korban yakni MS kesulitan menghadapi pelecehan seksual yang dilakukan rekan-rekan di tempatnya bekerja. Seolah tak ada yang peduli dan bahkan tak digubris saat melapor ke polisi.

Awal Kasus

Kasus pelecehan seksual yang dialami MS di KPI Pusat mulai terungkap ketika viral di media sosial. MS menceritakan pengalaman buruknya sejak 2015.MS mengaku dipukuli, diolok-olok, disuruh membeli makanan, hingga ditelanjangi dan dipotret oleh rekan kerjanya di KPI. Namun, Dia masih tetap bertahan bekerja di KPI Pusat demi menafkahi anak dan keluarganya.

“Kadang di tengah malam, saya teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak lagi sama usai kejadian itu,” ungkapnya lewat keterangan tertulis.

Diabaikan Polisi

MS mengaku sempat melaporkan ke Komnas HAM pada 11 Agustus 2017 mengenai pengalaman buruk yang dialaminya di tempat kerja. MS mendapatkan balasan dari Komnas HAM pada 19 September 2017 berisi saran agar dirinya melapor ke polisi.

Setelah mendapatkan saran dari Komnas HAM, MS melaporkan kasus ini ke Polsek Gambir. Namun, petugas menyarankan MS untuk menyelesaikan masalah tersebut secara internal. 

“Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan,” demikian balasan petugas yang diterima oleh MS.

Atasan Tidak Tahu

Komisioner KPI Nuning Rodiyah mengaku pihaknya baru mengetahui ada pegawai yang mengalami perundungan dan pelecehan seksual. Padahal, itu sudah dialami MS sejak 2015 lalu.

Nuning mengatakan bahwa MS memang sempat meminta pindah divisi kerja. Namun, kala itu MS tidak membeberkan pengalaman mendapat perlakuan negatif dari rekan kerjanya, sehingga keinginan pindah divisi kerja tidak dikabulkan.

Nuning mengklaim KPI Pusat baru mengetahui itu semua usai MS menceritakan di media sosial dan menjadi pusat pemberitaan. KPI lantas melakukan pemeriksaan internal dan telah menonaktifkan 7 pegawai yang diduga terlibat.

Polisi Baru Bertindak

Usai viral dan menjadi perhatian publik, MS lantas melaporkan pengalamannya itu ke Polres Metro Jakarta Pusat. Dia ditemani Nuning Rodiyah, selaku komisioner KPI Pusat pada Rabu (1/9). Kepada polisi, MS menceritakan semuanya. Dia juga melaporkan lima pegawai berinisial RM, FP, RE, EO, dan CL. 

Laporan diterima polisi dan akan diusut dengan Pasal 289 dan 281 Kitab Undang-Undang Hukum dan Pidana (KUHP) juncto Pasal 355 sesuai dengan laporan korban.Pasal-pasal tersebut berisi tentang tindakan pencabulan dan kejahatan terhadap kesopanan. Ada ancaman hukuman penjara selama dua tahun delapan bulan.

Polisi Dinilai Lamban

Pakar hukum Abdul Fickar menilai polisi terbilang lamban dalam mengusut kasus tersebut. Menurutnya, setiap laporan dugaan pidana yang masuk patut ditanggapi secara serius. Terlebih, korban pun sudah mengalami pelecehan seksual sejak 2015. 

Bukan waktu yang sebentar hingga MS mengajukan laporan polisi pada 2017 dan ternyata diabaikan.

“Karena laporan itulah yang merupakan kepentingan umum sehingga tidak terlambat kejadian telah menimbulkan korban. Ini perhatian untuk aparatur penyidik,” kata Fickar saat dihubungi Asumsi.co, Jumat (3/9).

Fickar juga mengungkapkan bahwa seharusnya polisi sebagai aparatur penegak hukum harus lebih tanggap. Jangan sampai baru mulai menyelidiki ketika kasus viral di media sosial.

“Menunggu viral itu artinya menunggu kasusnya tersebar ke seluruh dunia, ini tidak benar. Seharusnya polisi sebagai aparatur penegak hukum harus tanggap menghindari kemungkinan jatuhnya korban dari satu laporan. Jangan menunggu jatuh korban, ini keliru,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, pengamat hukum Fahri Bachmid juga mengatakan hal senada. Pihak kepolisian seharusnya tidak menyepelekan kasus pelecehan seksual. Apalagi sudah dialami korban bertahun-tahun.

Dia menjelaskan bahwa kasus pelecehan seksual membuat orang tersinggung. Bahkan bisa menciptakan trauma berat jika dialami berulang kali selama bertahun-tahun, sehingga perlu ditindak pidana.

“Dengan demikian, penanganan pelecehan seksual tidak hanya memerlukan pendekatan sosiologis, tapi juga memerlukan pendekatan hukum pidana yang optimal,” kata Fahri saat dihubungi Asumsi.co, Jumat (3/9).

Share: Viral Dulu Baru Diproses, Perjuangan Pegawai KPI Pusat Cari Keadilan