Covid-19

Varian Delta Plus Sudah Masuk Indonesia, Bagaimana Gejala dan Risikonya?

Ikhwan Hardiman — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Varian Delta Plus dilaporkan sudah masuk ke
Indonesia. Varian bernama B.1.617.2.1 atau AY.1 sudah masuk di Indonesia
berdasarkan hasil studi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Mengutip Tempo.co, mengacu pada data urutan
total genom (whole genome sequencing/WGS) di Indonesia, varian Plus ini pertama
kali diidentifikasi dari sampel di Mamuju, Sulawesi Barat, 15 Februari 2021.

Tadinya sampel ini termasuk lineage (garis
keturunan) lain, tetapi karena ada pemutakhiran dari Pangolearn (Phylogenetic
Assignment of Named Global Outbreak Lineages) seiring data yang masuk lebih
lengkap, lalu dimasukkan dalam AY.1. Varian ini juga ditemukan pada sampel dari
Jambi pada 2 dan 9 April 2021.

Sebenarnya, bukan hal yang aneh bagi virus
untuk bermutasi dan berevolusi saat menyebar, dan para ilmuwan telah lama
memperingatkan bahwa varian mengkhawatirkan lainnya dapat muncul dengan wabah
baru.

Risiko yang ditimbukan

Mengutip NBC News, varian ini pertama kali
ditemukan di India, bersama dengan penemuan pertama virus induknya, yakni
varian Delta atau B.1.617.2. Para peneliti mengamati mutasi yang terpisah dari
delta dalam subgaris keturunan virus yang mereka juluki “Delta Plus.”
Meskipun belum ditetapkan sebagai varian yang dikhawatirkan oleh WHO atau CDC.

Namun, belum jelas apakah Delta Plus membawa
risiko tambahan atau dikaitkan dengan peningkatan penularan. Diperlukan lebih
banyak penelitian, tetapi ada indikasi bahwa varian Delta dapat menyebabkan
penyakit yang lebih parah.

Sebuah studi yang diterbitkan 14 Juni di
jurnal The Lancet meneliti dampak varian Delta di Skotlandia, di mana varian itu telah
menjadi strain dominan. Para peneliti menemukan bahwa risiko rawat inap dari
Covid-19 kira-kira dua kali lipat untuk pasien yang terinfeksi varian Delta,
dibandingkan dengan orang yang terinfeksi varian Alpha.

Para peneliti di Inggris juga melaporkan
pergeseran gejala yang mungkin terkait dengan varian delta. Data dari aplikasi
yang diunduh lebih dari 4 juta orang di Inggris untuk melaporkan gejala, status
vaksinasi, dan informasi demografis lainnya setiap hari menemukan bahwa gejala
Covid-19 yang paling umum sekarang adalah sakit kepala, sakit tenggorokan,
pilek, dan demam — mirip dengan apa orang mungkin mengalami flu yang buruk.

Beberapa dokter di AS telah mengalami
perubahan serupa. Sesak napas, batuk, dan masalah paru-paru lainnya tetap
menjadi gejala paling umum dari Covid-19, yang pertama kali diidentifikasi di
Wuhan, China, tetapi beberapa dokter telah memperhatikan lebih banyak keluhan
saluran pernapasan atas, seperti hidung tersumbat, pilek, dan sakit kepala
serta infeksi.

Sudah menyebar di berbagai negara

Varian Delta telah dilaporkan di lebih dari 95
negara, menurut WHO. Adapun, kasus yang melibatkan
varian delta telah dikonfirmasi di seluruh 50 negara bagian di AS dan variannya
sangat berisiko di beberapa bagian negara dengan tingkat vaksinasi yang rendah.

Varian ini juga memicu wabah baru di seluruh
dunia yang membuat karantina alias lockdown diberlakukan lagi di sejumlah
wilayah seprti di Australian, Bangladeshm Afrika Selatan, Jerman, Hong Kong dan
Taiwan.

Menurut laporan dari Jejaring Surveilans Genom
Indonesia, varian Delta semakin mendominasi, sementara varian Alfa dan Beta
yang juga tergolong Variant of Concern (VoC) semakin berkurang. Data pada Juni
menunjukkan, varian Delta ditemukan pada 699 sampel dibandingkan dengan hanya
satu varian Alfa dan Beta tidak ditemukan.

Sementara pada Juli ini, varian Delta
ditemukan pada 45 sampel, sedangkan Alfa dan Beta belum ditemukan. Temuan varian
Alfa dan Beta paling banyak ditemukan pada sampel yang diambil pada Mei, yaitu
27 sampel, sebelum kemudian terus berkurang.

Hingga 29 Juli 2021, Kementerian Kesehatan
mencatat kasus varian delta telah menyebar di 22 provinsi Indonesia sebanyak
948 kasus. Varian ini paling banyak ditemukan di DKI Jakarta dengan 303 kasus,
Jawa Barat 277 kasus, dan Jawa Tengah 164 kasus, sisanya menyebar di sejumlah
provinsi di Indonesia.

Berpotensi turunkan efikasi vaksin

Epidemiolog Griffith University Australia,
Dicky Budiman mengungkapkan sebenarnya varian delta plustidak jauh berbeda
dengan varian delta yang sudah menyebar di Indonesia. Kesamaan ada pada
kecepatan penularan hingga gejalanya.

“Hanya yang membedakan dia ada mutasi
K417 seperti halnya varian Delta yang bisa menurunkan efikasi vaksin dan
antibodi, secara umum sama dengan varian Delta,” katanya saat dihubungi
Asumsi.co, Sabtu (31/7/2021).

Lebih lanjut, dia menilai respons pemerintah
dan masyarakat atas kedatangan varian ini sama saja dengan kondisi sebelumnya.
Seluruh lini masyarakat dan pemerintah mesti memperketat 3T (testing, tracing,
treatment) dan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi
kerumunan, dan mengurangi mobilitas) serta mempercepat vaksinasi.

“Hanya masalahnya kita di Indonesia masih
kurang semuanya baik 3T, 5M maupun vaksinasinya jadi itu yang harus diperkuat
sekarang itu,” urainya.

Share: Varian Delta Plus Sudah Masuk Indonesia, Bagaimana Gejala dan Risikonya?