Pakar Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Tjandra Yoga Aditama mengonfirmasi bahwa varian BA.2 merupakan subvarian jenis Omicron terbaru yang dituding memicu banyak lonjakan kasus di belahan dunia.
“Di beberapa negara, varian BA.2 ini makin meningkat, seperti di India, Filipina dan juga mulai ada laporan antara lain dari Denmark, Inggris dan Jerman,” kata Tjandra Yoga Aditama, Jumat (28/1) dikutip dari Antara.
Dominasi Omicron: Dalam penelitian terbaru, Tjandra menyebut sebanyak 89,1 persen (332.155) dari total 372.680 sampel sekuen yang dilaporkan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) dari berbagai negara di dunia hingga Selasa (25/1) adalah Omicron.
Sementara itu, sisanya adalah varian Delta 39.804 sampel sekuen (10,7%), varian Gama 28 sekuen (kurang dari 0.1%), varian Alfa empat sekuen (kurang dari 0.1%), varian lain yaitu Mu dan Lambda yang tergolong dalam Variant of Interest (VoI) sebanyak dua sekuen (kurang dari 0.1%).
“Sementara itu sekarang sedang banyak dibicarakan tentang BA.2, salah satu jenis varian Omicron,” ujarnya.
Subvarian Omicron: Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI itu mengatakan varian Omicron meliputi jenis B.1.1.529, BA.1, BA.2 dan BA.3.
“Data GISAID pada 25 Januari 2022 menunjukkan 98,8 persen di antara data yang ada di mereka adalah BA.1, walaupun jumlah negara yang melaporkan BA.2 juga terus makin meningkat,” katanya.
Menurut berita di media massa, kata Tjandra, maka sudah mulai ada BA.2 Omicron di Indonesia. Tapi Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu mendorong agar laporan tersebut dianalisis kemungkinan dampaknya.
“Kita ketahui bahwa BA.2 dikenal sebagai stealth Omicron atau Omicron yang ‘menipu’, khususnya karena adanya delesi fenomena “S-Gene Target Failure (SGTF),” katanya.
SGTF merupakan salah satu metode yang digunakan Kementerian Kesehatan RI dalam mendeteksi dini potensi varian Omicron menggunakan reagen sebagai bahan baku tes cepat PCR sebelum dianalisa lebih lanjut dengan metode genom sekuensing.
“Sehingga dapat tidak terdeteksi oleh pemeriksaan PCR SGTF yang kini justru mulai diperbanyak di negara kita,” ujarnya.
Dasar kebijakan pemerintah: Meski jumlah kasus varian BA.2 masih amat kecil, kata Tjandra, tapi kalau jumlahnya makin banyak maka bukan tidak mungkin dapat mempengaruhi kebijakan yang perlu diambil dalam upaya pengendalian penyakit.
Sementara itu Kementerian Kesehatan RI melaporkan kasus konfirmasi nasional hingga Kamis (27/1) berjumlah 8.077 atau naik dari hari sebelumnya yakni 7.010 kasus.
Di dalamnya terdapat tiga provinsi dengan kasus konfirmasi tinggi yakni DKI sebanyak 4.149 kasus dengan 3.920 kasus lokal dan 229 Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), Jawa Barat 1.744 kasus dengan 1.736 kasus lokal dan delapan PPLN, Banten 1.291 kasus dengan 1.272 kasus lokal dan 19 PPLN.
Baca juga:
Jurus Jokowi Hadapi Covid: Aktifkan Telemedisin, Pasien OTG Isoman di Rumah Lima Hari
PDIP Sodorkan Ahok Kepala Ibu Kota Negara, PKS: Jangan Sosok Timbulkan Kegaduhan
Kapolda Papua Ungkap KKB Numbuk Telenggen Dalang Penembakan 3 Prajurit TNI