Isu Terkini

Kontribusi Lembaga Eijkman Bagi Sains dan Harapan Kinerja Diperkuat

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Antara

Diintegrasikannya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman,
ke dalam tubuh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) per September 2021,
memicu polemik. Sebab, lembaga tersebut selama ini, dinilai banyak berperan
bagi sains tanah air meski hanya berdiri sendiri.

Perubahan Nama dan
Nasib Honorer

Usai diintegrasikan, diketahui Eijkman kini berganti nama
menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, sesuai dengan Pasal 58
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021, tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN).

Terintegrasinya Eijkman dengan BRIN terhitung mulai 1
September 2021. Bukan cuma Eijkman, deretan lembaga penelitian lainnya juga
diintegrasikan ke dalam BRIN seperti BATAN, LAPAN, LIPI, hingga BPPT.

Seiring dengan peleburan ini, nasib 113 tenaga honorer
Eijkman dikabarkan telah diberhentikan karena kontraknya tidak diperpanjang.
Dari 113 orang itu, sebanyak 71 orang ialah periset.

Namun, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Laksana Tri Handoko memastikan, mereka masih bisa bekerja di BRIN dengan
persyaratan khusus.

Bagi honorer periset usia di atas 40 tahun dan S3, dapat
mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 202103/01/2021. Sedangkan, honorer periset
usia kurang dari 40 tahun dan S3, dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS
2021.

Kontribusi di Masa
Pandemi

Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler
Eijkman, Wien Kusharyoto, mengatakan, setelah pengintergasian kedua lembaga
ini, per tanggal 1 Januari 2022 kegiatan deteksi Covid-19 di PRBM Eijkman juga
akan diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset
dan Inovasi Nasional.

Diketahui, Eijkman membentuk Tim Waspada Covid-19 Lembaga
Eijkman (WASCOVE) untuk menangani situasi pandemi virus Corona sejak melansa
tanah air. Ia mengungkapkan, sejak diintegrasikan, maka tim tersebut menyatakan
pamit.

Sejumlah kontribusi tim ini selama pandemi pun diungkapkan
olehnya. Peranannya, kata dia, dimulai dari deteksi dan penelitian virus
SARS-CoV-2.

“Termasuk juga melakukan penelitian plasma konvalesen
dan pengembangan vaksin Merah Putih,” ucapnya melalui keterangan tertulis
kepada Asumsi.co, Senin
(03/01/2022).

Ia menambahkan, hingga akhir tahun 2021, lembaga ini turut
berperan mendistribusikan lebih dari 155.000 viral transport medium (VTM) ke-33 provinsi di Indonesia.

“Eikjman juga memeriksa lebih dari 95 ribu sampel Covid-19
dari 351 fasyankes dan submit 2.345 whole
genome sequence SARS- CoV-2
ke GISAID, dengan 550 sequence tambahan yang dianalisis,” terangnya.

Sejumlah penghargaan, kata dia, juga diperoleh Eijkman di
tahun 2021 seperti Top 5 Kategori Replikasi Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik,
dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN-RB).

Selain itu, Eijkman juga berhasil meraih penghargaan Gold Award pada kategori Inovasi IT
Kesehatan Indonesia Healthcare Innovation Award V 2021.

Bantu Riset Akademisi

Eikjman diketahui selama ini juga berkontribusi besar dalam
berbagai penelitian yang dilakukan oleh para praktisi kesehatan dan akademisi
di Indonesia. Hal ini diakui oleh anggota Pakar Medis Satgas Covid-19, Erlina
Burhan.

“Kami dari akademisi sangat menyadari Eijkman merupakan
institusi atau lembaga yang bisa diandalkan untuk melakukan riset. Bukan hanya
di masa pandemi, sebelumnya juga banyak berperan bagi penelitian para akademisi
dan praktisi,” kata Erlina saat dihubungi terpisah.

Wanita yang juga berprofesi sebagai Dokter Spesialis Paru RS
Persahabatan ini mengungkapkan, alasan diandalkannya Eijkman dalam berbagai penelitian
karena memiliki fasilitas riset yang lengkap.

“Bukan cuma dari perisetnya, tapi juga dari segi
peralatan lebih lengkap dibandingkan yang lainnya. Justru menurut saya,
semestinya lembaga Eijkman ini lebih dikembangkan dan dibesarkan,”
ucapnya.

Dengan dileburkannya dengan BRIN, ia mengharapkan kualitas
riset yang selama ini dipertahankan oleh Eijkman tak memudar ke depannya.
Sebab, banyak periset yang tidak ikut terangkut ke dalam BRIN karena persoalan
administrasi.

Erlina merinci, sejumlah kerja sama penelitian yang pernah
melibatkan dirinya bersama Eijkman, yakni mulai dari riset virus flu burung di
awal tahun 2003 saat kasusnya ditemukan di Indonesia, hingga penelitian
antibodi melawan Covid-19.

Bahkan, sebetulnya ia mengungkapkan baru-baru ini dirinya
selaku praktisi juga berencana menawarkan kerja sama riset terbaru untuk
meneliti virus yang menyebabkan penyakit tuberculosis
(TB).

Namun sayang, kini Eijkman telah dilebur dan menurutnya
bakal mempersulit praktisi dan akademisi untuk menawarkan kerja sama ke
depannya.

“Kami banyak dibantu Eijkman. Sebenarnya kami juga lagi
menjajaki kerja sama soal sequencing
TB. Tadinya begitu, tapi karena sekarang dilebur dengan BRIN, kami tidak tahu
hierarkinya dan harus lewat mana kerja samanya. Birokrasinya pasti beda
lagi,” pungkas Erlina. (rfq)

Share: Kontribusi Lembaga Eijkman Bagi Sains dan Harapan Kinerja Diperkuat