Beberapa waktu lalu, Israel dilanda gangguan kesehatan yang
 menyerang kekebalan seseorang, yakni Florona atau gabungan dari flu dan corona.
 Virus ini dinilai terjadi karena virus influenza
 dan SARS-Cov-2 memasuki tubuh pada
 saat yang bersamaan.
Melansir Indian Express, awal mula kasus ini muncul dari salah satu wanita hamil yang
 dirawat di rumah sakit untuk melahirkan. Wanita tersebut dilaporkan tidak
 divaksinasi untuk kedua virus tersebut.
Berdasarkan keterangan tersebut, Florona muncul di tengah
 meningkatnya kasus varian Omicron dan Delta, tetapi bukan varian baru. Menurut dokter
 Israel sendiri, kasus influenza di
 negara tersebut telah mengalami lonjakan dalam beberapa minggu terakhir.
Mengenal Florona
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), florona ialah dua
 penyakit yang terjadi pada waktu bersamaan. “Cara paling efektif untuk mencegah rawat inap serta
 Covid-19 dan influenza yang parah
 adalah, vaksinasi dengan kedua vaksin tersebut,” kata WHO.
Menurut mayoclinic.org,
 virus yang menyebabkan Covid-19 dan flu menyebar dengan cara yang sama.
 Keduanya dapat menyebar di antara orang-orang yang melakukan kontak dekat
 sejauh dua meter.
Penularannya melalui tetesan pernapasan atau aerosol yang
 dikeluarkan saat berbicara, bersin, atau batuk. Tetesan ini dapat mendarat di
 mulut atau hidung seseorang di dekatnya atau terhirup.
Virus ini juga dapat menyebar jika seseorang menyentuh
 permukaan dengan salah satu virus di atasnya, dan kemudian menyentuh mulut,
 hidung, atau mata.
Pendiri Ujala Cygnus Group of Hospitals India Shuchin Bajaj
 mengungkap, kemungkinan florona berbahaya lebih besar karena dapat menyebar
 lebih cepat dan menimbulkan beberapa komplikasi.
Komplikasi serius yang dimaksud ialah pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut, gagal organ, serangan
 jantung, radang jantung atau otak, stroke, bahkan kematian.
Diagnosa Florona
Berangkat dari penyakit tersebut, gejalanya bisa muncul
 selama 3-4 hari untuk flu, sedangkan untuk virus corona gejala baru muncul 2-14
 hari. Florona memiliki gejala yang sama dengan flu dan Covid-19,
 yakni batuk dan pilek, demam, hidung tersumbat serta pilek.
Dokter penyakit dalam dari Rumah Sakit Paras, Gurugram,
 India P Venkat, mengatakan, perbedaan yang dapat membedakan gejala tersebut
 baru terlihat saat sampel dikirim. 
“Tes PCR dilakukan untuk flu di mana kami menguji RNA
 atau asam ribonukleat yang penting
 untuk segala bentuk kehidupan virus. Untuk kedua virus, tes PCR yang berbeda
 dilakukan sebab genotipe kedua virus berbeda. Itu bisa dibedakan hanya dengan tes
 laboratorium,” ujar Venkat. 
Pencegahan Florona
Lebih lanjut, WHO menyarankan cara yang paling efektif untuk
 melindungi diri dari influenza dan
 Covid-19 semakin parah dengan vaksinasi influenza
 dan Covid-19.
Selain itu, WHO juga menegaskan masyarakat harus disiplin
 melakukan protokol kesehatan seperti menjaga jarak setidaknya satu meter dari
 orang lain, dan mengenakan masker yang pas.
Lalu menghindari kerumunan dan ruang dengan ventilasi buruk,
 membuka jendela dan pintu untuk membuat udara mudah keluar-masuk, serta rajin
 mencuci tangan.
Istilah Florona Tidak
 Resmi
Ahli Epidemiologi Griffith University Austria Dicky Budiman
 menilai, Florona bukan istilah nama penyakit secara resmi. Menurutnya, Florona
 hanya istilah yang muncul untuk menggabungkan antara penyakit Flu dengan Covid-19.
 
Lebih lanjut, menurutnya, Florona dapat terjadi di sejumlah
 negara yang bercuaca dingin. Sehingga, potensi di Indonesia sangat minim
 terkena Florona, tetapi tidak melepas kemungkinan akan terjadi. 
“Florona dapat terjadi di negara yang memiliki cuaca musim
 dingin seperti Korea, Jepang, dan lainnya. Terutama, bagi orang yang berada di
 tempat keramaian penyakit ini sangat beresiko bagi kondisi kesehatan mereka,” ucap
 Dicky kepada Asumsi.co, Senin
 (3/1/2022). 
Rentan Bagi Kelompok
 Lansia
Sejatinya Florona memiliki gejala dan faktor yang sangat
 mirip. Selain itu, ia juga menyoroti kelompok usia yang rentan mengalami gejala
 ini. 
Dicky menyebut, lansia yang berusia 60 tahun ke atas sangat
 berpotensi mudah terpapar Florona khususnya penyakit Flu. Terutama, mereka yang
 memiliki riwayat penyakit serius, sehingga tingkat kematiannya sangat tinggi. 
“Sebetulnya mereka akan mudah terpapar gejala Flu, karena
 Flu ini menjadi lead terbentuknya
 penyakit Florona. Sehingga, orang yang tertular akan mudah terkena penyakit
 Covid-19, apalagi sistem imun tubuh yang rendah,” kata Dicky. 
Tidak hanya kelompok usia 60 tahun ke atas, mereka yang
 mengalami penyakit HIV atau menular lainnya sangat berbahaya, apabila terpapar
 secara langsung. Adapun Dicky menyarankan, pemerintah harus memberi langkah
 tegas untuk mengantisipasi masuknya gabungan virus ini di Indonesia. 
“Pemerintah harus menekankan protokol kesehatan secara
 tegas, jangan muluk-muluk memberikan keringanan dalam aturan tersebut.
 Terutama, fokus utama saat ini adalah virus Covid-19 varian Omicron yang sudah
 masuk di Indonesia,” tuturnya. 
Gencarkan Aturan Prokes
 
Lebih lanjut, tidak hanya kontribusi dari pemerintah.
 Masyarakat juga perlu ikut mendukung aturan yang berlaku dengan disiplin
 prokes. Dicky menilai, problematika seperti ini harus digencarkan untuk
 mencegah lonjakan virus Covid-19 di seluruh Indonesia. 
Secara terpisah, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri
 Yunis Miko Wahyono menilai, hal yang berbeda. Menurutnya, Florona itu tidak ada
 karena penyakit tersebut bukan gejala gabungan dari Flu dan Covid-19. 
“Florona itu sebetulnya Covid-19 yang memang gejalanya juga
 sama-sama pilek, batuk, demam. Jadi, tidak ada Florona itu, hanya istilah yang
 dibuat-buat, sehingga di Israel mereka terkena penyakit Covid-19,” imbuh Tri
 melalui pesan singkat kepada Asumsi.co, dalam kesempatan yang berbeda. (rfq)