Syarat perjalanan udara yang mewajibkan memiliki hasil tes PCR menjadi perbincangan hingga memicu pro kontra masyarakat. Penerapan syarat ini digagas pemerintah sebagai bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas.
Namun di satu sisi, syarat PCR bagu pelaku perjalanan udara dinilai diskrimitmnatif, sekaligus memberatkan. Persyaratan ini pun didesak untuk dibatalkan.
Pemberlakuan: Syarat hasil tes PCR bagi pelaku perjalanan udara diketahui dituangkan melalui Surat Edaran Nomor 88 Tahun 2021 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi COVID-19.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto mengatakan SE Nomor 88/2021 sudah mulai diberlakukan efektif mulai 24 Oktober 2021.
Isi Aturan: Penetapan aturan ini, kata Novie juga mengacu pada SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Nomor 21/2021, Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53/2021, dan Inmendagri Nomor 54/2021.
“Dalam SE terbaru diatur bahwa penerbangan dari atau ke bandara di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antarkota di Pulau Jawa dan Pulau Bali, serta daerah dengan kategori PPKM level 4 dan PPKM level 3, wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama) dan surat keterangan negatif RT-PCR maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan,” jelasnya dikutip dari Antara.
Sementara itu, bagi penerbangan dari dan ke bandara di luar wilayah Jawa dan Bali dengan kategori PPKM level 1 dan PPKM level 2, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif RT-PCR, dengan sampel maksimal 2×24 jam atau menggunakan hasil negatif RT-antigen, dengan sampel maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan.
Uji Coba Pelonggaran: Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, syarat perjalanan udara yang mewajibkan memiliki hasil tes PCR merupakan bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas yang mengedapankan prinsip kehati-hatian.
Ia menjelaskan, diperketatnya syarat perjalanan moda transportasi udara menjadi tes PCR yang sebelumnya diperbolehkan memakai tes antigen untuk penerbangan di wilayah Jawa-Bali, disebabkan PCR memiliki tingkat kesensitifan yang lebih tinggi untuk mendeteksi orang terinfeksi virus Corona.
“Menggunakan hasil tes PCR tentunya memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada rapid tes antigen, sehingga potensi orang terinfeksi untuk lolos deteksi dan menulari orang lain dalam setting kapasitas yang padat dapat diminimalisir,” ungkapnya mengutip Antara.
Perlindungan Masyarakat: Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mendukung adanya kebijakan syarat penerbangan ketat bagi penumpang dengan mewajibkan mengantongi surat hasil tes PCR negatif COVID-19.
Rahmad Handoyo menyebut, kebijakan ini sebagai bentuk perlindungan untuk masyarakat agar terhindar dari penularan COVID-19. Ia meyakini kebijakan tersebut telah dipertimbangkan matang oleh pemerintah.
“Pemerintah ingin memastikan, siapa pun yang naik pesawat dengan tingkat probabilitasnya untuk positif itu kecil, caranya dengan tes PCR. Harus dipahami bersama bahwa aturan ini memiliki tujuan baik,” kata Rahmad dikutip dari Antara.
Terapkan Prokes: Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Covid-19, Zubairi Djoerban, juga mendukung kebijakan diperketatnya syarat perjalanan lewat transportasi udara.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini menilai kebijakan ini penting guna memastikan seluruh penumpang pesawat dalam keadaan negatif COVID-19.
Ia juga mengimbau para pengguna pesawat agar senantiass menerapkan protokol kesehatan ketat selama penerbangan, terutama mengenakan masker karena peluang terjadi potensi penularan COVID-19 di ruangan tertutup.
Diskriminatif: Aturan ini juga menuai kontroversi. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif. Pasalnya sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun untuk syarat perjalanannya.
Tulus juga mengingatkan kalau Harga Eceran Tertinggi (HET) dari tes PCR banyak diakali oleh penyedia jasanya di lapangan, sehingga membuat harganya naik berkali lipat.
Dibatalkan: Oleh sebab itu, menurutnya syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi, seperti masa berlaki PCR menjadi 3×24 jam. Hal ini mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR mampu mengeluarkan hasil tesnya secara cepat.
“Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp200 ribuan,” ucapnya.
Selain itu, Tulus mengharapkan adanya syarat tes PCR ini diberlakukan bukan karena kepentingan bisnis semata. “Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan,” tandasnya.
Bakal Dievaluasi: Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menerangkan pengetatan metode pengujian menjadi tes PCR sebagai syarat penerbangan disebabkan kondisi saat ini yang sudah tidak menerapkan pembatas jarak antar tempat duduk, dengan kapasitas penuh.
Meski demikian, kebijakan syarat perjalanan menggunakan tes PCR untuk transportasi udara akan dievaluasi, serta tidak menutup kemungkinan bakal dilakukan penyesuaian kembali sesuai dengan kebutuhan.
Baca Juga