Penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Irjen Napoleon Bonaparte kepada Muhammad Kece disinyalir terjadi karena adanya kondisi sosiologis di penjara yang membuat orang kerap bertindak agresif.
Kepada Asumsi, krimonolog Universitas Indonesia, Josias Simon, menyebut publik mesti memahami lebih dulu masyarakat penjara yang merasa terkungkung karena kebutuhannya tidak terpenuhi.
Menurut Simon, situasi ini tak pelak menimbulkan norma khusus di penjara. Siapa pun yang masuk misalnya, mesti beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Kalau tidak bisa beradaptasi, tentu akan ada konsekuensi yang terjadi entah itu perlakuan tidak menyenangkan atau pemukulan.
“Apalagi di rumah tahanan gesekannya juga tinggi. Mereka di situ menunggu vonis dan sifat kurungannya sementara,” kata Simon.
Seperti Lembaga Pemasyarakatan, Rutan juga memiliki sejumlah masalah laten yang belum bisa diurai. Salah satunya adalah soal overkapasitas. Hal ini kemudian berkelindan dengan kondisi sosiologis di dalam tahanan yang kemudian berpotensi memunculkan silang sengketa di dalam meski sumber masalahnya mungkin hanya hal sepele.
Kerap Terjadi
Simon menilai kejadian yang dialami Kece di tahanan sebetulnya kerap terjadi. Namun, kasus Kece ini jadi makin dapat perhatian publik karena korban dan terduga pelakunya sama-sama viral sebelum masuk tahanan.
Seperti diketahui, Kece ditangkap terkait kasus dugaan penghinaan agama. Penghinaan itu ia sampaikan melalui akun Youtubenya dan mengundang protes keras dari banyak pihak beberapa waktu lalu.
Sementara Napoleon sedang menjalani masa tahanan karena menerima suap sebesar SGD 200 ribu atau sekitar Rp2.145.743.167 dan US$370 ribu atau sekitar Rp5.148.180.000 dari buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
Baca Juga: Sesama Tahanan, Jenderal Polisi Diduga Aniaya Muhammad Kece di Rutan Bareskrim
Saat itu, Napoleon menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Karena kasus tersebut, Napoleon divonis empat tahun penjara.
“Kemungkinan besar (jadi sorotan) karena sama-sama viral beritanya. Artinya pada saat terjadi perselisihan di antara mereka kemudian tanggapan publik jadi berbeda. Kalau tentang pemukulan, itu sering terjadi di tahanan, begitu juga ada jenderal di rutan pun bukan baru sekali ini,” kata dia.
Namun karena viral juga lah maka penanganannya perlu lebih terbuka. Menurut dia, selain ada masalah penempatan tahanan yang belum maksimal serta kurang terawasinya interaksi antar-tahanan, dalam proses hukum, semua tahanan seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama.
“Jadi tinggal bagaimana praktik pengawasan di lapangan. Apalagi para tahanan yang punya background pejabat sebelumnya. Ini yang harus ditelusuri,” jelas Josias.
Polri Harus Tanggung Jawab
Terpisah, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, meminta Polri bertanggung jawab mengusut tuntas motif di balik penganiayaan Muhammad Kece di dalam ruang tahanan Bareskrim Polri yang diduga dilakukan oleh Irjen Napoleon Bonaparte.
“Jika benar terlapornya adalah saudara NB, maka penyidik diharapkan segera melakukan lidik sidik untuk mendapatkan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti dengan dukungan scientific crime investigation, agar hasilnya valid dan akuntabel,” kata Poengky.
Polri juga harus menjamin pengobatan atas luka-luka yang dialami Muhammad Kece dan memeriksa semua sistem pengawasan ruang tahanan. Poengky pun menyayangkan hal-hal seperti ini masih terjadi di lapangan.
“Kepolisian wajib mengobati luka-luka yang timbul akibat penganiayaan, mengusut tuntas melalui lidik sidik siapa pelaku penganiayaan untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ucapnya.