Kasus hukum yang menimpa dokter Richard Lee memberi dampak secara psikologis bagi dokter lain. Sejumlah dokter was-was ditangkap polisi jika ada pihak yang tidak menerima dengan edukasi yang disajikannya.
Salah satu dokter yang khawatir dibui karena memberi edukasi adalah Ferdiriva. Dokter spesialis mata itu memutuskan untuk berhenti membuat konten edukasi tersebut sampai pihak kepolisian membebaskan Richard.
Seperti Richard, Ferdiriva diketahui kerap menyampaikan konten edukatif berkaitan dengan kesehatan mata lewat media sosialnya, misalnya TikTok.
“Saya tidak akan membuat video edukasi kesehatan mata lagi sampai dokter Richard dibebaskan,” kicau Ferdiriva lewat akun Twitternya.
”Gue cukup rajin membuat konten kesehatan mata di Tik Tok. Melihat dr Richard Lee ditangkap, bisa aja itu terjadi sama gue dan teman-teman sejawat yang rajin edukasi di medsos. Nggak deh, ya,” ujarnya menambahkan.
Gue cukup rajin membuat konten kesehatan mata di TikTok. Melihat video dr Richard ditangkap, bisa aja itu terjadi sama gue dan teman² sejawat yang rajin edukasi di medsos. Gak deh, ya. pic.twitter.com/yfFSTJx7hd
— Sukseskan Vaksinasi (@ferdiriva) August 12, 2021
Richard ditangkap kepolisian dari kediamannya di Palembang, Sumatera Selatan, pada Rabu (11/8). Richard ditangkap terkait dugaan mengakses akun media sosial yang telah disita pengadilan untuk jadi barang bukti.
Richard diketahui sempat dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik ketika mengulas suatu produk kecantikan di mana Kartika Putri merupakan brand ambasadornya. Dalam konten itu, Richard menyampaikan bahwa terdapat suatu zat atau bahan berbahaya untuk kulit apabila digunakan secara terus menerus.
Lebih hati-hati
Dokter Haekal Anshari menyayangkan tindakan kepolisian dalam proses penangkapan yang cenderung berlebihan. Sebab, apa yang disampaikan Richard dalam konten-kontennya merupakan edukasi terkait kandungan berbahaya dalam produk-produk skin care.
“Saya menyayangkan penangkapan dokter Richard seperti yang beredar di video sosial media. Seharusnya beliau tidak diperlakukan seperti itu. Tujuan dr. Richard selama ini baik yaitu memberikan edukasi terkait kandungan berbahaya di dalam skin care yang harus diwaspadai,” ujar Haekal kepada Asumsi.co, Kamis (12/8).
Haekal yang praktik di bidang estetik, anti aging dan seksologi enggan secara terbuka apakah akan lanjut memberikan edukasi di media sosial atau tidak. Dia hanya memberi catatan bahwa konten yang dibuat oleh Richard vulgar karena menyebutkan brand serta tanpa didahului kajian ilmiah terkait pembuktian zat berbahaya itu.
“Saya hanya bisa memberikan pandangan dan ini merupakan hal yang harus dipegang teguh oleh semua dokter bahwa semua pernyataan edukasi yang disampaikan dokter harus berdasarkan ilmiah, harus ada bukti penelitiannya dan bukan pendapat atau asumsi pribadi,” ujar Haekal.
Haekal juga menyarankan para dokter untuk melapor ke BPOM jika menemukan produk berbahaya bagi masyarakat. Dia yakin hal itu lebih tepat daripada mengumbarnya di media sosial.
“Kalau memang brand tersebut mengandung bahan yang membahayakan, sebaiknya langsung dilaporkan kepada pihak atau institusi yang memiliki hak dan kewajiban untuk menindaklanjuti, misalnya BPOM,” imbuhnya.
Pendampingan
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pukovisa mengatakan apabila terdapat seorang dokter yang memberikan informasi atau edukasi yang bersifat meluruskan kepada publik terkait dengan masalah kesehatan maka hal itu patut diapresiasi.
Namun demikian, dia menyarankan ke depan agar para dokter yang sering bermedia sosial untuk secara aktif berkomunikasi dengan IDI agar kejadian yang menimpa Lee tidak terulang kembali. Supaya edukasi yang sampai kepada masyarakat itu juga tidak menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari.
“Saya yakin dokter Richard Lee punya niat baik untuk itu, kan nggak mungkin niatnya macam-macam. Namun niat baik itu juga harus disampaikan dengan strategi yang baik,” ujar Pukovisa.
Terkait dengan pendampingan, Pukovisa menjelaskan secara prosedural apabila terdapat seorang dokter yang tersangkut masalah hukum maka IDI akan memberikan pendampingan selama proses hukum berjalan.
“Kalau ada dokter sejawat kita yang tersandung masalah hukum, dari IDI akan ada pendampingan secara hukum. Saya yakin, PB IDI baik cabang atau wilayah pasti atau sudah memberikan pendampingan itu. Dan tentu kita advokasi ya, terutama hak-haknya. Tapi dengan tetap menyerahkan proses hukum itu kepada pihak kepolisian, artinya ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mereka punya dan kita prinsipnya menghormati itu,” jelasnya.