Isu Terkini

Serangan ke dr. Faheem Younus dan Pentingnya Mengedepankan Akal Sehat

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Twitter

Persoalan agama yang dikaitkan dengan kredibilitas seseorang terus terjadi, termasuk di tengah pandemi Covid-19. Sejumlah pihak memanfaatkan agama sebagai cara untuk mematahkan kebenaran yang seharusnya disampaikan.

Pentingnya mengedepankan akal sehat

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Zuly Qodir menyebut hal mendasar yang menjadi pemicu munculnya masalah ini disebabkan karena tokoh dan elit agama, khususnya di Indonesia yang gagap menghadapi COVD-19. Pada akhirnya memicu terjadinya berbagai perubahan sosial di masyarakat.

“Kegagapan tokoh agama atau elit agama dalam menghadapi COVID-19 ini karena masyarakat keagamaan kurang cepat menangkap perubahan-perubahan. Jadi perubahan yang sedemikian cepat yang tidak perah diprediksi, tiba-tiba menghantam seluruh sendi-sendi masyarakat, termasuk masyarakat agama,” katanya dalam diskusi daring yang disiarkan kanal YouTube Katolikana TV.

Padahal, ia menegaskan di dalam kitab suci seperti Alquran di agama Islam, manusia diminta untuk mengedepankan akal sehat dalam menghadapi perubahan yang terjadi di sekitar kita, alih-alih memperdebatkan akalnya siapa yang dipakai.

Hal ini, kata dia sebagai mana dituliskan di dalam salah satu ayat yang ada di Alquran, yakni surat Āli ‘Imrān ayat 190-191 yang menjelaskan soal dinamika penciptaan alam semesta dan perubahan waktu.

“Hendaklah terjadinya pergantian siang dan malam diturunkannya langit dan Bumi, diciptakannya seluruh alam itu menjadi hal yang perlu dipikirkan makhluk yang memiliki akal. Semestinya, tidak perlu gagap tapi ternyata akal yang dimiliki, tidak dimanfaatkan dengan baik, untuk apa? Bukannya memberikan peringatan kabar gembira dan kabar baik, tapi memberikan kabar yang tidak karu-karuan,” tuturnya.

Salah satu contoh agama dijadikan alat untuk menjatuhkan akal sehat itu adalah polemik keyakinan pakar penyakit menular dari University of Maryland Upper Chesapeake Health, Faheem Younus.

Faheem Younus pun melontarkan cuitan yang mengingatkan bahwa COVID-19 dan segala hal yang menyangkut diskusi pandemi ini tidak mengenal latar belakang manusia dari segi ideologi maupun kepercayaan yang dianutnya.

“COVID tidak menanyakan apakah kamu: liberal atau konservatif, Muslim atau Kristen, Asia atau Amerika, hitam atau putih, Sunni atau Syiah, kaya atau miskin. Dia hanya menanyakan: apakah kamu manusia? Saya harap sisi kemanusian ini bisa jadi pelajaran dari keberadaan si virus,” cuit akun Younus.

Faheem adalah sosok yang menjadi perbincangan publik tanah air karena dianggap sebagai praktisi kesehatan yang rajin mengedukasi orang Indonesia soal COVID-19. Dia bahkan sampai menggunakan bahasa Indonesia untuk memberikan edukasi.

Libatkan anak muda

Zuly Qodir menilai, di Indonesia saat ini memang semakin banyak orang yang mendalami agama, namun sayangnya tidak dibarengi dengan cara mereka beragama seperti menyikapi perubahan dan menghadapi sesama umat manusia.

“Cara beragamanya sebagian makin goblok. Ini yang membuat orang beragama tidak memikirkan apa yang diciptakan Tuhan. Kemudian kayak NU dan Muhammadiyah misalnya, karena ada COVID-19 maka diimbau perlu beribadah dari rumah, salat Ied dari rumah, salat Jumat dari rumah, kurban juga enggak usah ramai-ramai. Apa yang terjadi? Orang mau beribadah kok, dilarang? Ini perintah Alquran dan sunnah. Ke pasar boleh orang beli sayur dan ikan. Ikan dan sayur kan, enggak dijual di masjid. Jadi banyak yang mempertanyakan, padahal ini kondisinya beda, tidak normal,” terangnya.

Sementara itu, Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Yogyakarta di Bogor Valentina Sri Wijiyati mengatakan pihaknya memang pernah menghadapi serbuan warganet karena mengumumkan tokoh tertentu dianggap menyebarkan hoaks.

Warganet yang merupakan pengikut tokoh ini tidak terima dan menghujat MAFINDO karena menilai sosok yang menyebarkan hoaks ini dianggap lebih kredibel menyampaikan pendapatnya.

“Ada tokoh seperti yang disampaikan tadi, tidak membawa kabar gembira otomatis mereka yang jadi followers-nya akan jadi tidak suka, tapi kami tidak terlalu peduli. Kalau direspons bakal berkali-kali lipat meresponsnya. Dengan sendiirnya juga konten negatif ini akan hilang,” kata Valentina dalam kesempatan yang sama.

Ia mengungkapkan, selama ini MAFINDO juga melibatkan anak muda untuk bekerja sama menjadi pemeriksa fakta yang berseliweran di dunia maya. Hal ini penting untuk mengingatkan pentingnya melibatkan anak muda melawan hoaks. 

“MAFINDO punya pemeriksa data junior dari kampus-kampus. Beberapa hasil kerjanya ada di kanal-kanal milik MAFINDO di Facebook. Beberapa event daring, mereka juga jadi narasumber dan moderator. Mereka juga jadi relawan literasi digital. Sangat diharapkan memang peranan mereka untuk jaga nalar masyarakat. Kami tidak pernah menanyakan agama mereka apa untuk bergabung. Bahkan, teman-teman atheis juga bisa,” ungkapnya.

Catatan redaksi: Judul dan sebagian artikel ini telah diubah karena kekeliruan dalam penulisan. Redaksi memohon maaf atas kesalahan ini.

Share: Serangan ke dr. Faheem Younus dan Pentingnya Mengedepankan Akal Sehat