Vitamin D adalah salah satu vitamin yang dicari-cari
masyarakat karena khasiatnya yang diklaim dapat meningkatkan imunitas agar
terhindar dari Covid-19. World Health Oragnization (WHO) menyebutkan rendahnya
rata-rata kadar vitamin D penduduk Indonesia, yakni 17,2. Padahal, kisaran
normal kadar vitamin D dalam tubuh adalah antara 30 hingga 60 nanogram per
mililiter.
Pemeriksaan kadar vitamin D dilakukan dengan tes darah yang
disebut 25-hydroxyvitamin D, dengan pengukuran nanogram per mililiter.
Dokter Penyakit Dalam, Jeffri Aloys Gunawan mengatakan
vitamin D bisa didapatkan dari banyak sumber, seperti dari sinar matahari,
makanan dan suplemen. Namun, dia tidak menampik sejumlah masyarakat yang masih
berdebat seputar vitamin D hanya tercukupi hanya dari sinar matahari saja dan
tidak memerlukan suplemen vitamin D tambahan.
“Sumber vitamin D itu dari matahari, makanan dan suplemen.
Kalau matahari benar-benar bisa men-supply kita harusnya di negara tropis tidak
akan kekurangan dong. Matahari memang benar sumber vitamin D terbanyak, tapi
ada 11 faktor yang menentukan cukup atau tidaknya vitamin D tersebut,” ujarnya
melalui siaran langsung di Instagram
Dokter Ortopedi sekaligus Ketua Vitamin D Society, Henry
Suhendra dalam diskusi virtual dengan Jeffri. mengatakan bahwa faktanya ada 11
alasan kenapa berjemur menjadi tidak efektif dan suplemen tambahan diperlukan.
Kemudian, Henry juga berkata makanan hanya menyumbang 15-20
persen dari kebutuhan vitamin D. Sehingga vitamin D dari makanan dan sinar
matahari belum cukup, diperlukan suplemen tambahan agar tercukupi kebutuhannya.
“Saat ini, vitamin D tidak hanya untuk kebaikan tulang
sekarang fungsinya banyak sekali yakni mungkin satu-satunya vitamin yang
bekerja pada seluruh sel tubuh manusia jadi pengaruhnya besar sekali. Vitamin D
sangat besar sekali pengaruhnya bisa sampai menurunkan death rate sampai 26
persen,” katanya.
Berikut sejumlah hal mengenai berjemur untuk memenuhi
kebutuhan vitamin D bagi tubuh:
1. Indeks ultraviolet
Indeks ultraviolet harus di atas 3,5 baru bisa menghasilkan
vitamin D.
2. Polusi
Apabila tinggal di daerah yang mataharinya tertahan oleh
awan atau debu maka vitamin yang dihasilkan tidak akan maksimal.
3. Latitude
Daerah yang ada di lintang 35-40 ke atas susah mendapatkan
sinar matahari yang bagus.
4. Altitude
Lokasi tempat berjemur menentukan sinar matahari. Semakin
tinggi maka semakin baik.
5. Musim
Di luar negeri ada 4 musim, sehingga pada musim gugur atau
musim salju hanya sedikit sinar matahari yang masuk.
6. Waktu
Penelitian menyebut waktu terbaik puncak vitamin D terbesar
adalah pukul 11.00 – 13.00 siang.
7. Tipe kulit
Makin gelap warna kulit maka makin susah menyerap sinar
matahari karena ada melanin. Orang Indonesia memiliki kulit tipe 4 sehingga
harus berjemur lebih lama dari tipe kulit lainnya.
8. Sunblock
Ada beberapa tenaga kesehatan yang menyarankan memakai
sunblock saat berjemur. Padahal sunblock bisa menghambat matahari dan
penyerapan vitamin D ke kulit.
9. Berat badan
Bila Anda obesitas maka vitamin D yang bisa diserap tubuh
hanya 50-60 persen dari orang yang tidak.
10. Umur
Umur 40 tahun ke atas tingkat penyerapan vitamin D akan
turun.
11. Pakaian
Untuk penyerapan optimal, untuk anak muda disarankan 85
persen badan terekspose sinar matahari.