Setahun lalu perusahaan sektor farmasi asal Amerika Serikat, Moderna tidak memiliki produk yang menjanjikan dan menguntungkan. Uji coba vaksin dan obat yang mereka lakukan tidak pernah menyentuh skala yang besar. Namun setelah pengembangan teknik messenger RNA atau mRNA di dalam vaksin Covid-19 dianggap berhasil, hal serupa akan diterapkan untuk beberapa penyakit lain.
Metode vaksin mRNA adalah sebuah teknik genetika khusus yang dibuat dengan memberi potongan protein spike yang biasa terdapat di permukaan luar virus corona. Setelah vaksin disuntikkan, sistem kekebalah tubuh akan merespons dan menciptakan antibodi terhadap protein spike tersebut. Nantinya, jika orang itu terpapar Covid-19 maka antibodi yang sudah terbentuk akan langsung menyerang virus tersebut.
Seperti diberitakan Bloomberg, tahun ini Moderna dapat mengirim miliaran dosis vaksin virus corona dengan total pendapatan mencapai US$19 miliar atau Rp275,4 triliun (kurs Rp14.497), sekaligus menjadi angka terbesar perseroan. Valuasi Moderna saat ini pun sudah menyentuh US$100 miliar atau Rp1.449 triliun dengan kucuran dana dari perusahaan farmasi Jerman, Bayer AG, dan pengembang biotech, Biogen.
Teknik mRNA yang dikembangkan Moderna bersama Pfizer dan BioNTech SE dinilai berperan penting dalam penanganan pandemi Covid-19 di dunia. Tingkat efikasi tinggi, suplai yang stabil, hingga aman digunakan bagi remaja menjadikan vaksin jenis mRNA menjadi salah satu opsi tepat mengendalikan laju penularan virus.
Teknik mRNA buat vaksin penyakit lain dalam penelitian
CEO Moderna, Stephane Bancel menyatakan vaksin mRNA untuk Covid-19 hanyalah sebuah awal dari proyek besar mereka. Sebab, teknik serupa juga akan dikembangkan untuk kepentingan industri yang lebih besar dalam menangani penyakit lain seperti masalah jantung, kanker, hingga penyakit langka lainnya.
Bancel bahkan optimis perusahaannya dapat menjadi penghasil vaksin dalam jumlah besar di masa depan. Pihaknya akan meneliti metode serupa untuk penyakit berbasis virus lain seperti Nipah, Zika, hingga HIV.
Baca Juga: Banyak Pilihan Vaksin Covid-19, Mana yang Terbaik? | Asumsi
Bancel melihat adanya kesempatan dari segi bisnis dalam pengembangan vaksin. Ia mengatakan, dalam 40 tahun terakhir sudah ada jenis 50 virus baru yang menyerang tubuh manusia. Namun, hanya ada tiga vaksin yang diizinkan beredar untuk menangkal penyakit tersebut.
“Kami akan masuk ke pasar vaksin,” kata Bancel.
Perusahaannya kini sudah mengembangkan 10 jenis vaksin yang akan diuji coba ke tubuh manusia. Saat ini, sudah ada tiga jenis vaksin Covid-19 baru yang sedang diteliti. Sementara untuk vaksin HIV, penelitian baru bisa dilakukan setidaknya akhir tahun ini.
Dalam jangka panjang, ia berharap vaksin buatan Moderna bisa menangkal penyakit umum lain seperti masalah pernapasan dan flu dengan satu suntikan.
“Tujuan kami adalah memberikan beberapa vaksin mRNA di dalam satu suntikan,” ujar Bancel.
Distribusai dan izin jadi hambatan
Di satu sisi, Moderna akan mengalami rintangan di persoalan distribusi dan perizinan. Sebab, pandemi disebut merupakan kejadian yang sulit diprediksi dan vaksin perlu melalui tahap pengesahan dari lembaga pengawasan obat Amerika Serikat. Setidaknya butuh waktu 6-10 bulan bagi satu jenis vaksin untuk dikaji hingga mendapat izin edar.
Baca Juga: Cerita Versi Mahfud Soal Ide Vaksinasi Berbayar yang Dibatalkan Jokowi | Asumsi
Karena itu, Moderna berpacu pada waktu dengan meningkatkan kecepatan penelitian dan adaptasi terhadap situasi yang terjadi di dunia. Dengan profit mencapai miliaran dolar AS, visi Moderna untuk membuat vaksin-vaksin baru dapat tercapai sesuai dengan target perusahaan. Terlebih lagi, mereka tidak perlu menciptakan metode baru selain mRNA.
“Kami tidak perlu mengembangkan teknologi atau proses baru. Ini benar-benar menggunakan (metode) yang sudah ada,” kata Bancel.
Hal senada disampaikan oleh Deputy Director of The Vaccine Research Center at The National Institute of Allergu and Infectious Diseases (NIAID), Barney Graham. Menurutnya, pembuatan vaksin adalah salah satu hal yang mudah jika dilakukan dengan serius. Setelah teknik pembuatan vaksin sudah ditemukan, maka penelitian akan berjalan dengan waktu yang relatif singkat.
“Semua dengan mRNA akan lebih mudah. Bagi saya, membuat vaksin adalah hal sederhana dan realistis untuk dilakukan,” kata Graham.
Ia membuka kemungkinan teknik mRNA digunakan pada penyakit lain karena sel T yang berperan membunuh sel virus mudah beradaptasi sekaligus membantu molekul di sistem kekebalan tubuh.
Kerjasama dengan pihak lain
Kerjasama antara tim yang dipimpin Graham dan Moderna sebelumnya tidak pernah mengira bakal membuat lebih dari 100 ribu dosis vaksin per tahun. Namun dengan uji klinis dan bukti di lapangan. Mereka mampu meraup keuntungan hingga USD$1,3 miliar pada bulan Mei 2021.
Baca Juga: WHO Tidak Melarang Vaksin Campuran, Booster Belum Diperlukan | Asumsi
Di bulan itu pula, Moderna sudah menandatangani kontrak berdurasi 10 tahun dengan Lonza Gourp AG untuk memasok vaksin ke pabrik di Swiss dan Belanda demi memenuhi kebutuhan pasar di Eropa. Moderna juga menggandeng perusahaan lain seperti Sanofi, Samsung Biologics, dan Thermo Fisher Scientific.
Sejauh ini Moderna sudah memproduksi 800 juta hingga 1 miliar dosis vaksin sejak pandemi mulai bergulir tahun lalu. Meski masih tertinggal oleh Pfizer dan BioNTech, mereka optimis karena pertumbuhan produksi meningkat tajam. Target 1,5 miliar dosis pun diproyeksi dapat terpenuhi tahun depan. Kerjasama dengan Pfizer dan BioNTech yang dilakukan pun diprediksi dapat menghasilkan hingga 4 miliar dosis vaksin pada 2022.