I Gede Ari Astina, atau yang akrab dikenal sebagai Jerinx, resmi bebas, Selasa (8/6/2021). Drummer dari band punk, Superman is Dead, ini dinyatakan bebas murni setelah sebelumnya harus mendekam di penjara 10 bulan karena tersandung kasus penghinaan terhadap Ikatan Dokter Indonesia di media sosial.
Jerinx selama ini memang aktif bersuara lewat media sosial. Banyak gerakan yang ia dukung dari sana. Salah satunya adalah perlawanan terhadap reklamasi Teluk Benoa lewat tagar #BaliTolakReklamasi.
Namun, sikap blak-blakannya di media sosial tak jarang juga jadi perkara. Ia kerap berseteru dengan orang lain yang di antaranya adalah pesohor. Jerinx, misalnya, pernah berselisih paham dengan Anang Hermasyah yang membuat babak drama baru saat itu.
Baca juga: Dilaporkan IDI, JRX Resmi Ditahan Sebagai Tersangka | Asumsi
Di era pandemi Covid-19, Jerinx tak kalah kencang. Ia bersuara di sisi pihak yang skeptis pada keberadaan pandemi. Jerinx berpendirian kalau Covid-19 adalah konspirasi elite global. Ia menaruh curiga pada otoritas kesehatan dunia, seperti WHO sehingga tak jarang kerap sinis. Sampai suatu ketika, di salah satu unggahan media sosialnya, ia menyebut Ikatan Dokter Indonesia sebagai kacung WHO.
Unggahan “IDI Kacung WHO” inilah yang akhirnya membuat ia harus berurusan dengan hukum.
Atas aktivitasnya di media sosial ini pula publik jadi bertanya, bagaimana suara Jerinx di media sosial setelah bebas ini?
Menanggapi ini, pengacara Jerinx, Sugeng Teguh Santoso menyebut kalau aktivitas Jerinx di media sosial tak akan berubah. Dikutip dari CNN Indonesia, Sugeng memastikan media sosial merupakan tempat Jerinx berekspresi dan membela masyarakat kecil.
“Itu sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan membela orang-orang kecil,” kata Sugeng.
Kendati demikian, Sugeng menyarankan agar Jerinx lebih bijaksana dalam menata kalimatnya di media sosial. Ia berharap Jerinx tetap kritis, tetapi lebih bijak dalam mengutarakannya di media sosial, misalnya, dengan tidak menggunakan kata-kata provokatif.
Pantauan Asumsi, Jerinx memang langsung mengaktifkan kembali media sosialnya tak lama setelah ia bebas. Unggahan pertamanya adalah foto berdua dengan istrinya. Tak banyak kata, ia hanya memberi tanda mutiara pada bagian keterangan fotonya. Hingga pukul 14.00 WIB, foto yang diunggah sekira enam jam sebelumnya ini sudah disukai oleh 176.191 pengguna Instagram dan dikomentari lebih dari 2.400-an.
Di story Instagram, Jerinx juga mengunggah aktivitas pembersihan diri. Ia mencium kaki ibunya dan berdoa di Pura.
Dikritik dan Dibela
Tingkah Jerinx yang pedas dan kerap memantik perdebatan di media sosial memang sering mendapat kritikan dari pihak yang berseberangan. Kritik itu bahkan terdengar juga dari sahabat, yang juga mantan manajer bandnya, Rudolf Dethu.
Menurut Dethu, Jerinx terlalu kalap dan ofensif dalam menyampaikan keyakinannya soal Covid-19. Ini juga ditambah dengan predikat peyoratif yang ia layangkan pada orang yang berseberangan dengan dia.
Baca juga: Rizieq-Jerinx Walkout: Kenapa Sidang Online Ngotot Ditolak? | Asumsi
Namun saat ia dijerat oleh UU ITE, banyak suara yang mendukungnya. Termasuk orang-orang yang semula berseberangan dengan dia. Dethu misalnya. Meski Jerinx dinilai salah, pemenjaraan bukanlah langkah yang tepat.
“Apalagi dalam konteks JRX menggunakan perangkat hukum pasal 27 ayat 3 UU ITE (baca: pasal karet) yang mengancam keberlangsungan demokrasi,” tulis Rudolf Dethu dalam statusnya di Facebook, 13 Agustus 2020.
Institute for Criminal Justice Reform, pada 13 Agustus 2020, juga menilai banyak cacat dalam penuntutan Jerinx. ICJR menganalisa Penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya tidaklah tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut. Ketentuan tersebut pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang termasuk ke dalam kategori incitement to hatred/violence/discriminate atau penghasutan untuk melakukan suatu tindakan kebencian/kekerasan/diskriminasi berdasarkan SARA.
Elemen penting dalam ketentuan itu, yakni “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”. Niat menjadi satu komponen yang paling penting untuk membedakan antara ekspresi yang sah (legitimate expression) dengan ekspresi yang termasuk ke dalam ujaran kebencian.
Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik juga dinilai tidak berdasar. Pasal 27 ayat (3) dalam penerapannya haruslah mengacu kepada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang mengatur mengenai pencemaran terhadap individu. Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan terhadap orang perseorangan, bukan terhadap institusi ataupun badan hukum.
Pasal 27 ayat (3) KUHP pun merupakan delik aduan absolut. Artinya, individu yang dicemarkan itu sendiri yang harus melaporkan perbuatan pidana terhadapnya dan bukan perwakilannya.
Jadi, meski banyak pihak yang berseberangan dengan ide Jerinx soal Covid-19, penggunaan UU ITE untuk menjeratnya tetap dianggap kontroversi. Problemnya adalah pasal karet dalam UU ITE, yang bukan hanya telah menjerat Jerinx, tetapi banyak orang lainnya dan mungkin kamu di masa depan.