Bila sebelumnya masuk ke dalam daftar 25 kota paling mahal di dunia, kini Jakarta disebut sebagai kota yang paling terpapar risiko lingkungan. Warga Jakarta perlu waspada, nih!
Apa Penyebabnya?
Melansir Time, Firma riset dunia Verisk Maplecroft merilis laporan 100 kota di dunia yang terpapar risiko lingkungan. 99 dari 100 kota yang paling terpapar risiko lingkungan ada di Asia. Dilaporkan ibu kota Indonesia, Jakarta mengalami paparan risiko lingkungan paling parah.
Lewat riset ini, Jakarta diperkirakan bakal tenggelam sekitar 30 tahun mendatang disebabkan kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah. Kondisi ini, menjadikan Jakarta dinobatkan sebagai kota yang paling cepat tenggelam di dunia oleh Maplecroft.
Baca juga: Jakarta Masuk Daftar 25 Kota Termahal Dunia, Kok Bisa?
“Laporan ini menempatkan Jakarta, ibu kota Indonesia, sebagai kota paling rentan di dunia terhadap risiko lingkungan. Meningkatnya permukaan laut dan penurunan daratan—karena menipisnya akuifer alami di bawah kota ketika orang-orang memompa air keluar dari tanah untuk minum dan mencuci. Dengan banjir sudah menjadi kejadian biasa, menyebabkan bagian dari perkotaannya diperkirakan akan berada di bawah air pada tahun 2050,” demikian isi laporan tersebut.
Mereka juga menyebutkan kalau polusi udara di Jakarta semakin parah disebabkan pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada di dekatnya. Buruknya situasi ini, bahkan disebutkan mereka menjadi alasan Indonesia berencana memindahkan ibu kotanya.
Sementara itu, riset menyebutkan Afrika menjadi negara yang kotanya paling berisiko terdampak perubahan iklim seperti di Lagos, kota terbesar di Nigeria. Maplecroft melaporkan persoalan lingkungan yang dihadapi kota ini lebih kepada kualitas udara, polusi air, dan tekanan suhu panas.
“Tetapi kota ini adalah yang keempat yang paling rentan (setelah Jakarta) terhadap perubahan iklim di dunia,” tulis mereka.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengaku tak terkejut dengan hasil riset ini. Bahkan, isu Jakarta tenggelam selalu menjadi perbincangan publik setiap tahunnya.
“Ekosistem yang ada di Jakarta semakin hari memang semakin rusak yang salah satunya, disebabkan oleh pembangunan infrastruktur di ibu kota yang dilakukan secara besar-besaran. Kayak pembangunan gedung, infrastruktur itu semuanya besar-besaran tak terkendali. Ini kalau dibiarkan bisa bikin rusak terus lingkungan,” jelas Trubus kepada Asumsi.co, Minggu (16/5/21).
Trubus mengamini eksploitasi air tanah yang menyebabkan permukaan tanah menurun bisa menyebabkan sebagian atau seluruh kota Jakarta tenggelam, dalam beberapa tahun mendatang.
“Penggunaan air tanah yang tak terkendali di sekitar gedung-gedung juga jadi penyebabnya. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah sidak jalan kaki ke kawasan MH. Thamrin buat mengecek satu-satu penggunaan air tanah di gedung perkantoran. Hasilnya, semuanya hampir pakai air tanah, enggak pakai air PAM sehingga yang terjadi di gedung-gedung itu menyebabkan penurunan tanah yang signifikan,” terangnya.
Pemerintah Harus Apa?
Trubus mengungkapkan, penurunan tanah yang terjadi di Jakarta rata-rata 12 cm sampai 20 cm per tahunnya. Hal ini tak lain disebabkan oleh ekploitasi air tanah.
Masalah ini tentunya pelik bagi warga ibu kota yang selalu dibayang-bayangi ancaman Jakarta bakal tenggelam. “Kalau begini, warga Jakarta khsusunya yang ada di pusat mau kemana? Selatan enggak bisa karena banjir juga, mau ke utara, kawasan reklamasi itu sampai sekarang masalah melulu,” ungkapnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata dia, sebenarnya sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Lewat Perpres ini, ditekankan dari hulu sampai hilir penanganan banjir yang biasa terjadi di Jakarta.
Baca juga: Bakal Ada Taksi Terbang di Jakarta, Siapa Penumpangnya?
“Tapi Perpres tersebut sampai sekadang belum diterapkan. Di Perpres itu nanti akan ada badan yang mengelola Jabodetabekpunjur di bawah Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang). Jadi ini memang masalahnya itu, kedua pola masyarakat dalam memanfaatkan air tanah, dan ketiga pembangunan rumah sudah melampaui batas sampai enggak terkendali terutama di kampung-kampung,”ujarnya.
Langkah penting yang harus dilakukan pemerintah pusat maupun Pemprov DKI, menurutnya tak lain adalah memperhatikan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan mengevaluasi pembangunan infrastruktur di Jakarta.
“Ini evaluasi dampak lingkungannya seperti apa. Supaya prediksi riset ini tidak terjadi. Kalau pemerintah mau mendengarkan riset ini, bisa menjadi pertimbangan buat mereka. Paling tidak kementerian terkait bersikap. Kita kan, ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ATR, Bappenas, seharusnya semua saling bersinergi memikirkan yang harus dilakukan supaya Jakarta benar-benar enggak tenggelam,” tandasnya.