Politik

Amandemen UUD 1945 Bisa Melebar ke Masa Jabatan, Posisi Jokowi Dipertanyakan

Admin — Asumsi.co

featured image
YouTube Sekretariat Presiden

Wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kembali mencuat. Ketua MPR Bambang Soesatyo kembali mengumumkan bahwa pembahasan amandemen masih berjalan. Amandemen diklaim akan fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN).

Bisa melebar

Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti meragukan bahwa amandemen akan fokus pada satu tujuan. Sebaliknya, dia melihat amandemen justru berpotensi melebar ke berbagai isu yang sebelumnya menjadi perdebatan publik.

Dua isu yang mungkin bisa menjadi kenyataan lewat amandemen adalah masa jabatan presiden tiga periode dan penambahan masa bakti presiden dalam satu periode.

Potensi itu muncul karena belum ada kejelasan mengenai peran DPD ke depan jika UUD 1945 diamandemen, misalnya dalam kewenangan memanggil presiden.

“Jadi kalau amandemen ini dilaksanakan tanpa menambahkan kewenangan DPD ya itu sama saja bohong. Bohongnya itu artinya apa, ya ini semata-mata ambisi partai politik,” ujar Ray dalam diskusi daring, Minggu (22/8).

Ray melihat penolakan Jokowi terhadap dua isu itu masih bersifat teknis, belum substantif. Jokowi dinilai menolak karena kondisinya belum memungkinkan, misalnya karena adanya situasi pandemi Covid-19.

“Artinya, kalau kondisinya memungkinkan bisa saja tidak menutup kemungkinan presiden ‘ya gapapa masa periodenya kita rubah’ atau masa baktinya diperpanjang, bukan 5 tahun tapi 8 tahun. Mengingat, tidak ada argumen yang kelihatan substantif,” ujarnya.

Melihat situasi itu, Ray mengingatkan semua pihak tidak melupakan isu tersebut. Pasalnya, Jokowi belum memberikan argumen substantif terhadap isu itu.

Posisi Jokowi dipertanyakan

Ray mengingatkan Presiden Joko Widodo belum secara tegas menolak amandemen UUD 1945. Pada tahun 2019 dan 2020, Jokowi masih sebatas mengatakan tidak terlibat dalam amandemen.

Sedangkan tahun 2021, Jokowi mengaku siap bekerja sama dengan MPR untuk melakukan amandemen UUD 1945 meskipun dengan catatan, misalnya tidak boleh melebar dari satu tujuan saja, yaitu tujuan membuat PPHN.

Perubahan sikap Jokowi itu pun, kata Ray menimbulkan pertanyaan. Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah situasi di lingkaran Istana mempengaruhi perubahan sikap Jokowi.

“Tentu ini yang menjadi pernyataan. Apa yang menyebabkan presiden tiba-tiba menyetujui ide itu,” ujarnya Ray.

Terkait dengan sikap itu, Ray menyinggung pertemuan antara Jokowi dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebelum kedatangan MPR ke Istana Negara. Dia menduga salah satu materi dalam pertemuan itu adalah amandemen UUD 1945.

Dari sisi peta partai politik saat ini, Ray menuturkan tidak ada perubahan yang signifikan dalam mendukung atau menolak amandemen UUD 1945. Misalnya, parpol pendukung utama amandemen UUD 1945 adalah PDI Perjuangan hingga Gerindra. Parpol yang menolak adalah Golkar, NasDem, Demokrat, sampai PKS.

“Partai-partai yang lain belum terlihat secara jelas apa sikap mereka terhadap rencana amandemen ini,” ujarnya.

Namun, pada akhirnya dia memprediksi suara di parlemen akan seimbang dalam menyikapi amandemen itu. Sedangkan posisi DPD, lanjut dia juga bisa menjadi penentu dalam situasi politik tersebut.

Ray menambahkan PPHN tidak berbeda dengan Garis Besar Haluan Negara. Pasalnya, PPHN memiliki tujuan dan target yang sama. Istlah PPHN hanya jalan pintas untuk meredam kritik publik yang khawatir dengan kemunculan GBHN.

“Substansi bahkan redaksional kalimatnya yang akan dipilih terkait dengan bunyi amandemen ini juga boleh jadi tidak berubah sebenarnya,” ujar Ray

Share: Amandemen UUD 1945 Bisa Melebar ke Masa Jabatan, Posisi Jokowi Dipertanyakan