Budaya Pop

Versi “Live-Action” Gundam Ditunggu, Ini Yang Membuatnya Jadi Populer

Irfan — Asumsi.co

featured image
Unsplash/Bruce Tang

Netflix mengumumkan akan merilis film robot anime legendaris Jepang, Gundam, dalam format live-action. Disutradarai oleh Jordan Vogt-Roberts dan komikus Brian K. Vaughan sebagai penulis skenario sekaligus produser eksekutif, proyek ini juga melibatkan studio animasi Jepang Sunrise – yang merupakan cikal bakal kisah robot Gundam – hingga Legendary Pictures.

Belum ada bocoran kapan penayangan dan bagaimana kisah robot Gundam dalam versi live-action ini. Namun, film garapan Netflix ini akan ditunggu oleh fans Gundam yang kini berasal dari beragam usia.

Mengutip CNN Indonesia, Gundam pertama kali muncul dalam sebuah serial TV berjudul Mobile Suit Gundam pada tahun 1979. Tokoh tersebut pertama kali diciptakan oleh Yoshiyuki Tomino. Popularitas robot tersebut terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya hingga diadaptasi menjadi film animasi, manga, mainan, action-figure, hingga video game.

Lalu apa yang membuat robot ini menjadi populer?

Popularitas Gundam, yang kemudian diaplikasikan ke berbagai bentuk, membuat sosok robot ini tidak hanya menjadi sebuah waralaba anime, tetapi lebih jauh lagi, sebagai fenomena budaya. Dengan kata lain, Gundam memberi legacy penting bagi sejarah genre dan bahkan budaya Jepang pada umumnya.

Mengutip James Fujita dalam “How Gundam Influenced Japanese Culture From Anime and Beyond” yang diakses Asumsi.co di laman Otaquest, Gundam memiliki nafas panjang jika dibandingkan dengan serial sejenis lainnya. Meski diakui, tak semua serialnya punya cerita bagus, namun keberadaan sosok robot raksasa selalu dengan mudah diasosiasikan sebagai Gundam.

Sebelum Gundam, banyak robot raksasa di anime (mecha anime) yang memiliki lengan dan sendi dengan penggambaran sangat kartun. Tetsujin 28 adalah salah satunya. Mereka juga memiliki kekuatan super yang tidak realistis, seperti latihan dan pukulan roket. Pada tahun 1972, seri Mazinger Z Go Nagai yang inovatif menampilkan mecha yang mulai terlihat lebih modern, tetapi lengan dan kakinya masih mirip dengan era sebelumnya.

Namun di tahun 1979, Gundam datang dengan tampilan yang cukup realistis. Meski seberapa realistisnya bisa diperdebatkan, namun semua bisa sepakat kalau Gundam terlihat lebih masuk akal daripada deretan robot raksasa sebelumnya.

Gundam lantas memengaruhi penggambaran robot dalam serial kartun. Meski robot dengan kemampuan yang tidak realistis terus mengisi acara anime ramah anak, seperti serial Transformers atau Brave, tapi Gundam memberi banyak pengaruh pada penggambaran fisik robot raksasa, seperti GaoGaiGar (1998) hingga Gurren Lagann (2007).
 
Lain dari itu, alih-alih menjadikan sosok robot raksasa sebagai pahlawan super metalik yang besar, Gundam tampil realistis sebagai prajurit robot yang digunakan untuk kebutuhan militer. Dia dikendalikan oleh seorang pilot.

James bahkan menilai lebih jauh kalau obsesi Jepang secara keseluruhan dengan robot raksasa menunjukkan tanda-tanda pengaruh Gundam yang berat. Tidak diragukan lagi, proyek robot humanoid otonom, seperti ASIMO Honda, robot astronot Kirobo, dan lainnya tidak akan terwujud tanpa kehadiran Gundam untuk menginspirasi orang.

“Proyek-proyek ini mengungkapkan banyak hal tentang seperti apa Jepang menginginkan masa depan, dan mereka menginginkan lebih banyak robot. Mereka menginginkan lebih banyak Gundam,” tulis James.

Pernyataan James senada dengan apa yang disampaikan William B. Ashbaugh, profesor dan ketua Departemen Sejarah di SUNY Oneonta. Dikutip dari The Diplomat. Ashbaugh menyebut ketika kita bicara tentang budaya populer Jepang saat ini, anime tentu akan jadi salah satu hal yang dibicarakan. Dan di antara judul-judul anime, tidak ada yang paling membekas selain Gundam.

Gundam melahirkan pertunjukan robot realistis. Ashbaugh beranalogi, Gundam mengajak remaja dan orang dewasa untuk sama-sama naik ke atas mesin perang setinggi 60 kaki dan berjuang melawan koloni dari luar angkasa.

“Semua orang di Jepang tahu tentang Gundam, dan hampir semua yang berusia di bawah 50 tahun telah melihat beberapa episodenya, jika bukan satu atau lebih serial yang lengkap. Komedian membuat lelucon dengan karakter ini. Toyota merilis mobil yang dibuat setelah mobile suit yang dikemudikan oleh penjahat gagah First Gundam. Gundam bahkan telah menjual beragam produk, mulai dari Cup Noodles hingga produk Pepsi,” tulis Ashbaugh.

Seperti halnya fiksi ilmiah yang bagus, Gundam menggunakan masa kini untuk menggambarkan masa depan. Gundam juga menggunakan cerita yang berbeda untuk mengkaji perubahan budaya Jepang dari 1979 hingga sekarang, terutama perubahan peran gender.

“Perubahan ini mungkin tidak terjadi cukup cepat bagi perempuan Jepang yang menuntut kesetaraan karier dengan pria, tetapi tetap saja hal itu perlahan-lahan mulai terjadi,” tulis Ashbaugh lagi.

Mendapat Penghargaan

Begitu populernya Gundam juga membuat pencipta sekaligus komikusnya, Yoshiyuki Tomino, mendapat penghargaan kebudayaan dari pemerintah Jepang pada Desember 2019 lalu. Penghargaan bernama Reiwa 1 ini memberikan anugerah kepada orang yang mampu membuat prestasi menonjol di kegiatan kesenian dan kebudayaan.

Yoshiyuki Tomino dinilai telah konsisten merilis karya besar dan berpengaruh kepada seluruh pembaca komik dunia. Sebagai seorang sutradara animasi, ia juga berusaha keras untuk menularkan budaya populer pada generasi berikutnya. Hal itu yang membuat sosoknya berkontribusi besar pada promosi seni dan budaya Jepang.

“Ketika dia merilis karya besar sebagai pencipta manga selama bertahun-tahun, dia telah diberkahi dengan prestasi luar biasa di dalam dan di luar Jepang, dan dia telah membuat kontribusi besar untuk promosi Jepang di seni dan budaya,” tulis penyelenggara dikutip dari Detik.com.

Share: Versi “Live-Action” Gundam Ditunggu, Ini Yang Membuatnya Jadi Populer