Nama Bukit Algoritma ramai jadi
perbincangan di media sosial dalam dua hari terakhir. Bukit Algoritma dengan
konsep seperti Silicon Valley atau Lembah Silikon di Amerika Serikat – dan seperti
menjadi impian Politisi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, selama ini – siap
dibangun.
Silicon Valley di
California merupakan pusatnya perusahaan teknologi dunia. Banyak perusahaan
teknologi yang memulai bisnis dan bermarkas di sana, seperti Google, Apple,
Facebook, Intel, Nvidia, Oracle, hingga Netflix. Begitu juga dengan separuh
dari miliarder teknologi dunia kini tinggal di sana. Kawasan Silicon Valley
kini menjadi salah satu daerah terkaya di dunia.
Indonesia rupanya tak ketinggalan ingin
meniru Sillicon Valley melalui Bukit Algoritma. Lalu, bagaimana rupa Bukit
Algoritma?
Sekilas soal Proyek Bukit Algoritma
Budiman Sudjatmiko,
selaku Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO, merasa impiannya untuk bisa
melihat Indonesia masa depan yang punya banyak kawasan pusat pengembangan
inovasi dan teknologi, bakal segera jadi kenyataan.
Hal itu disampaikannya
saat turut menghadiri dan menandatangani kontrak pada acara penandatanganan
Pekerjaan Pengembangan Rencana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pengembangan
Teknologi dan Industri 4.0, di Jakarta.
Selain Budiman,
penandatanganan kontrak pekerjaan tersebut juga dilakukan oleh Direktur Utama
AMKA Nikolas Agung, dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari, Dhanny
Handoko.
Adapun lokasi
pembangunan Bukit Algoritma berada di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi, Jawa
Barat. PT Amarta Karya (AMKA), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi
ditunjuk menjadi mitra infrastruktur pada proyek seluas 888 hektar tersebut.
“Ini merupakan
mimpi jangka panjang. Untuk tahap pertama selama tiga tahun, AMKA menjadi mitra
kepercayaan untuk membangun infrastruktur, termasuk akses jalan raya, fasilitas
air bersih, pembangkit listrik, gedung konvensi dan fasilitasfasilitas
lainnya,” kata Budiman, Jumat (9/4/21), seperti dilansir dari Antara.
Menurut Budiman, ke
depannya, Bukit Algoritma diharapkan bisa menjadi pusat research and development
serta pengembangan sumber daya manusia Indonesia, utamanya generasi muda.
“Muda-mudi
anak bangsa sudah banyak yang menorehkan prestasi dan menciptakan inovasi di
kancah global,” ucapnya.
Budiman mengatakan
nantinya kawasan Bukit Algoritma akan jadi salah satu pusat untuk pengembangan
inovasi dan teknologi tahap lanjut. Seperti kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat
nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan.
Sebagai tahapan
awal, pada tiga tahun pertama, nilai total proyek diperkirakan akan mencapai
angka satu miliar euro atau setara Rp 18 triliun.
Adapun
penggunaannya meliputi upaya peningkatan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan
pendidikan dan penciptaan pusat riset dan development untuk menampung ide anak
bangsa terbaik demi Indonesia bangkit, serta peningkatan sektor pariwisata.
Sementara itu, Business
Development Advisor AMKA Oki Fahreza, mengatakan, pembangunan kawasan
inovasi teknologi 4.0 di Sukabumi sangat strategis, sebab memiliki
infrastruktur pendukung yang terbilang memadai.
Seperti, akses Tol
Bocimi (Seksi 2 Cibadak), Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (PLPR) Wisata dan
Perdagangan Pelabuhan Ratu, Bandara Sukabumi Cikembar (yang akan dibangun),
serta double track KA Sukabumi.
“Karena itu, kami
akan melakukan best effort dan best practice, serta bergandengan
tangan dengan pihakpihak yang berkepentingan agar proyek yang dipercayakan pada
AMKA ini bisa dilaksanakan dengan lancar,” kata Oki.
Bisakah Bukit Algoritma Terwujud?
Gubernur Jawa Barat
Ridwan Kamil mengingatkan agar proyek pembangunan Bukit Algoritma yang bakal
dibangun pihak swasta itu tidak hanya menjadi gimik atau alat menarik perhatian
semata.
Emil, sapaan
akrabnya, mengatakan bahwa kawasan Silicon Valley yang ada di Santa Clara
Valley, bagian selatan Bay Area, San Fransisco, bisa berkembang baik karena
memiliki tiga komponen pendukung utama.
“Saya edukasi
ilmunya, ya, kenapa Silicon Valley sukses? Saya kasih tahu, karena di sana ada
kumpulan universitas berdekatan dengan kumpulan industri-industri, berkumpul
dengan finansial institusi,” kata Ridwan sesudah agenda Musrenbang Jawa
Barat, Senin (12/4).
Adapun tiga
komponen yang dimaksud oleh Emil adalah universitas sebagai lembaga riset,
industri yang menggunakan hasil riset, dan investor.
“Kalau tiga poin
tadi tidak hadir dalam satu titik, yang namanya istilah Silicon Valley itu
hanya gimmick branding saja,” ucapnya.
“Jadi tetap,
niatnya saya respons, saya dukung, tapi hati-hati kepada semua orang yang
dikit-dikit bilang mau bikin Silicon Valley.”
Pengamat Properti
Ali Tranghanda menyebut pembangunan Bukit Algoritma akan membutuhkan waktu yang
panjang. Apalagi, proyek tersebut bukan hanya perkara membangun properti saja,
tapi juga mengintegrasikannya dengan teknologi dan industri.
“Nah ini ini
jangka panjang dan sangat challenging. Infrastruktur harus benar-benar
disiapkan, tidak hanya fisik jalan dan akses, tapi juga infrastruktur system
digitalnya. Dan ini membutuhkan waktu lama dan konsisten dan kapital yang cukup
besar,” kata Ali saat dihubungi Asumsi.co, Senin (12/4).
Sementara itu,
Pakar Teknologi, Lucky Sebastian, menyebut wacana membangun “Silicon
Valley” di Indonesia ini sudah lama mengemuka. Bahkan, kata Lucky, sudah
ada daerah-daerah lain yang dianggap cocok untuk dibuat lokasi ini.
“Secara umum bagus sih menempatkan
lokasi yang spesifik ini di sebuah tempat yang sama, mengingat nanti bisa
dibuatkan infrastruktur yang sesuai di suatu daerah, seperti internet kecepatan
tinggi, laboratorium uji, transportasi, server, dan lain sebagainya.”
“Juga dengan
penempatan dalam satu area, memungkinkan banyak bidang rintisan bisa mudah
berkolaborasi satu dengan lainnya.”
Menurut Lucky,
beberapa bidang baru seperti artificial intelligence (AI), sudah cukup banyak
perusahaan rintisannya di Indonesia, demikian juga robotik yang banyak digagas
dan dicoba di universitas, drone, dan energi terbarukan.
“Talenta-talenta
kita saya percaya banyak yang mumpuni di bidang-bidang tersebut, tinggal dibuat
tertarik untuk bekerja di Indonesia, karena sekarang ini banyak juga yang
bekerja di perusahaan luar negeri.”
Lucky menilai
industri 4.0 Indonesia, utamanya akan dimulai untuk otomatisasi pabrik, seperti
yang dicanangkan di bidang manufaktur makanan minuman, tekstil dan pakaian,
otomotif, elektronik dan kimia.
Tapi, semua ini,
lanjutnya, memang membutuhkan kemampuan bidang lain untuk menjalankannya,
seperti AI (machine to machine atau human
to machine), perangkat IoT (Internet of Things) pendukung,
jaringan 5G, robotik dan lain sebagainya.
“Dari sisi
teknis mewujudkannya memang tidak mudah, tetapi dengan dukungan pemerintah
seperti aturan pendukung, insentif, pemanfaatan hasil, kolaborasi dengan banyak
pihak dalam dan luar negeri, dan lain sebagainya, hal ini bisa diwujudkan.
Karena Indonesia, bisa atau tidak bisa, harus bisa, karena dunia bergerak ke
arah yang sama, ke industri 4.0,” ucap Lucky.