Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama diminta untuk tidak lagi menjual Bahan Bakar Minyak produk Premium. Dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI bersama Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Rabu (7/4/2021), Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut penggunaan BBM Premium sudah ketinggalan zaman.
“Di dunia ini, cuma republik ini yang masih pakai Premium pak,” kata Said kepada pria yang akrab disapa Ahok itu.
Selain alasan ketinggalan zaman, BBM Premium tidak digunakan lagi untuk bahan bakar kendaraan di banyak negara karena tidak ramah lingkungan. Said pun meminta Ahok untuk mengubek-ngubek pihak-pihak yang tetap ingin ngotot Indonesia mengimpor Premium.
“Kenapa Ahok tidak ubek-ubek importir itu ya, daripada ubek-ubek yang lain,” tanya Said.
Memangnya ada apa sih sama BBM premium, sampai Ahok diminta menghentikan pengadaannya?
Mengutip laman bphmigas.go.id, Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan. Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti mobil, sepeda motor, motor tempel dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasolin atau petrol.
Dari sejumlah produk BBM yang dijajakkan di Indonesia, Premium memang memiliki RON (Random Otcane Number) paling rendah yakni RON 88. RON ini memengaruhi nilai mutu jenis BBM.
Di kawasan Asia, negara yang masih mengonsumsi BBM setara Premium memang hanya tinggal Indonesia, Mongolia, dan Bangladesh. Negara lainnya seperti Singapura, Australia, Malaysia, Thailand, hingga Vietnam hanya memiliki dua jenis bensin dengan RON di atas 90.
Sementara di seluruh dunia, negara yang masih menggunakan BBM setara Premium selain tiga negara di Asia tadi adalah Kolombia, Mesir, Ukraina, dan Uzbekistan.
Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi Nasional Dwi Sawung menyebut bahan bakar beroktan rendah memang memiliki banyak dampak negatif. Selain pencemaran udara efek negatifnya berpengaruh juga pada gangguan kesehatan, termasuk penurunan tingkat kecerdasan.
“Di antaranya gangguan pada paru-paru yang membuat gangguan pada organ pernapasan. Terutama pada golongan rentan, seperti orang tua dan anak-anak. Dampak ini banyak ditemui di perkotaan. Mereka yang berjalan kaki pun bisa terpapar,” kata Sawung.
BBM RON rendah juga berdampak buruk terhadap sisi ekonomi. Kerugian akibat penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan, misalnya, memiliki kompensasi biaya yang sangat mahal. Dampak buruk tersebut, karena sektor transportasi memang menjadi penyumbang yang cukup signifkan terhadap polusi udara.
“Sekitar 40 persen total emisi, merupakan kontribusi dari sektor tersebut. Dampak buruk makin dirasakan di berbagai kota besar, seperti Jakarta. Dengan BBM RON rendah tentu polusi makin tinggi. Ada sulfur dan juga hidrokarbon yang jauh lebih banyak dibandingkan BBM RON tinggi,” katanya.
Mengingat berbagai dampak buruk itulah, menurut dia, mau tidak mau peralihan penggunaan BBM RON rendah menuju RON tinggi memang harus segera diimplementasikan. Apalagi secara aturan, sebenarnya penerapan sudah harus dilakukan pada tahun lalu.
“Kita sudah sangat terlambat. Aturan sudah dibuat, tetapi penegakan aturan yang sangat lemah bahkan tidak ada,” ujarnya.
Dwi Suwung menambahkan, sebenarnya yang menjadi perhatian Walhi bukan hanya BBM beroktan rendah, tapi juga standar kualitas bahan bakarnya yang umum dikenal sebagai standar euro. Menurut dia, BBM di negara ini kualitasnya lebih rendah dibanding kebanyakan negara lain. Bahkan negara tetangga seperti Malaysia.“Termasuk untuk BBM jenis Pertalite itu standarnya sudah Euro 4 atau belum, masih dipertanyakan juga. Ini semua jenis bahan bakar ya gak hanya bensin tapi juga diesel,” kata Dwi Suwung.
Lebih kompleks lagi, standar emisi ini tidak hanya di bahan bakarnya, tapi juga di kendaraannya. “Pernah kejadian Indonesia mengekspor mobil ke Vietnam tapi dilarang karena Vietnam menerapkan standar Euro 4. Kalau kami selalu mencurigai ada yang bermain sehingga standar kita selalu lebih rendah. Pengalaman kami advokasi penolakan bensin bertimbal seperti itu. Kami menduga ini juga sama. Di sini juga soal kilang untuk bahan bakar yang lebih baik tidak pernah terjadi,” ucapnya.
Pada 2018, mengutip Antara, Direktur Jenderal Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan yang saat itu masih dijabat oleh dr Imran Agus Nurali menyatakan, salah satu dampak negatif BBM beroktan rendah adalah reaksi hidrokarbon (HC) di udara yang membentuk ikatan baru yaitu plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH). PAH tersebut, lanjutnya, banyak dijumpai di daerah industri dan daerah dengan tingkat lalu lintas yang padat.
“Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker,” kata dia.
Ia memaparkan, kanker akibat pencemaran udara erat kaitannya dengan radikal bebas, yang pada umumnya mengakibatkan ketidaknormalan dalam metabolisme tubuh.
Kepada Kontan, Direktur Energi Watch Mamit Setiawan menyebut, BBM RON rendah juga lebih boros dan berdampak negatif pada mesin. Pembakaran tidak sempurna pada BBM RON rendah menghasilkan emisi sangat tinggi,” kata Mammit.
BBM RON rendah juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi Dijelaskan Mamit, dengan menggunakan bahan bakar berkualitas membuat sistem pembakaran mesin lebih sempurna sehingga lebih irit BBM, mesin awet dan mempermudah perawatan kendaraan.
Sebelumnya pemerintah berencana melakukan peninjauan kembali penggunaan BBM Premium dan Pertalite sebagai upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah untuk menekan polusi sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 supaya tidak lagi menggunakan BBM beroktan di bawah 91.
Mulanya, BBM jenis Premium akan dihapus pada 1 Januari 2021 lalu. Namun nyatanya, rencana tersebut urung terlaksana.Mengutip CNBC, meski premium tidak dihapus, namun PT Pertamina (Persero) dikabarkan bakal mengubah dan menetapkan beberapa jenis bensin. Jenis bensin Pertalite yang memiliki RON 90 akan diubah menjadi RON 91. Lalu juga Pertamax Plus RON 95 dan Pertamax Turbo RON 98.
Pertamina juga melakukan upaya menekan penggunaan premium dengan Program Langit Biru. Program ini merupakan upaya Pertamina untuk mengedukasi masyarakat agar beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan.