Meski saat ini pemerintah sudah mulai menggalakkan vaksinasi untuk menangani pandemi Covid-19, namun penerapan protokol kesehatan masih sangat perlu dilakukan. Salah satu protokol kesehatan tersebut adalah menggunakan masker. Sayangnya, di kondisi seperti ini, masih saja ada orang yang berupaya mengambil keuntungan tidak halal dengan mendistribusikan masker palsu.
Dalam konferensi pers yang dihelat secara virtual Minggu, (4/4/2021), Kementerian Kesehatan melalui Plt Dirjen Farmalkes, drg Arianti Anaya, MKM menyebut kalau saat ini ditemukan peredaran masker palsu di masyarakat. Masker ini, kata dia, diklaim sebagai masker medis, padahal bukan. Dia menyebut penggunaan masker ini bisa menjebak konsumen karena merasa sudah aman, padahal dapat meningkatkan risiko penularan Covid-19.
Arianti menyebut setiap masker harus memiliki izin edar dari Kemenkes untuk memastikan masker mampu mencegah masuknya droplet atau virus dan bakteri. Izin edar ini juga bisa diakses melalui infoalkes.kemkes.go.id
Lebih detil lagi, Arianti menjelaskan kalau masker palsu belum memenuhi persyaratan mutu keamanan dan manfaatnya. Pasalnya, sebelum disebar ke pasar, masker harus memenuhi beberapa pengujian medis, seperti uji bacterial filtration efficiency (BFE), yang menguji seberapa tahan masker pada masuknya bakteri. Kemudian uji particulate filtration efficiency (PFE) yang menguji ketahanan pada partikel, dan uji breathing resistance.
“Pengujian ini untuk membuktikan masker medis dapat mencegah penularan virus dan bakteri,” kata Arianti.
Menurut dia, ada beberapa jenis masker medis, yakni masker bedah dan masker respirator. Masker bedah biasanya punya tiga lapisan dan hanya digunakan sekali pakai. Sementara masker respirator adalah tipe masker medis dengan lapisan yang lebih tebal. Masker respirator terbuat dari bahan polypropylene dengan lapisan tengah berupa elektret atau charge polypropylene.
Lalu Apa Bedanya Dengan Yang Asli?
Mengutip wawancara Dr Simon Kolstoe, dari School of Health and Care Professions at University of Portsmouth, UK dengan CGTN yang diunggah di laman newseu.cgtn.com, setidaknya ada tiga cara mengenali seberapa efektif masker yang kita miliki bekerja dengan baik mencegah bakteri dan virus. Pertama adalah dari materinya. Masker bedah biasanya memiliki tiga lapisan bahan yang berbeda: Lapisan luar adalah lapisan hidrofobik, yang berarti dapat mencegah masuknya air. Bagian ini meski tidak terlalu tahan air, tetapi sudah semestinya tahan pada percikan. Sementara bagian dalam terdiri dari semacam kertas tisu yang akan menyerap dan menangkap kelembapan.
Adapun untuk masker wajah berbahan kain, semakin kuat masker tersebut semakin efisien. Banyak masker wajah berbahan kain yang dilengkapi filter, yang mewakili lapisan perlindungan tambahan. Sementara masker berbahan kain tipis disebut Kolstoe tidak efektif.
Cara kedua adalah melihat kemasannya. Di Uni Eropa, semua masker wajah yang dianggap APD atau perangkat medis yang telah menjalani uji kualitas memiliki stempel persetujuan, tanda CE.
Untuk menerima tanda CE, masker yang berbeda harus mematuhi standar yang berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya. Misalnya, masker bedah yang biasanya dikenakan oleh staf klinis punya kode EN 14683, pelindung wajah harus memiliki standar EN 166, masker seperti FFP2, FFP3 atau KN95 harus memenuhi persyaratan EN149.
Cara terakhir untuk menguji keefektifan masker adalah dengan melakukan uji kecocokan. Caranya adalah dengan mencoba memadamkan api dengan cara meniup sementara mulut masih menggunakan masker. Masker wajah yang bagus seharusnya tidak menggerakkan nyala api. Bahan yang tidak terlalu efektif, misalnya kain yang tipis, akan memungkinkan api padam dengan cukup mudah.
Kolstoe menyebut pihaknya menguji metode ini pada 9 jenis masker wajah yang berbeda, dan dia menemukan bahwa masker N95 adalah yang terbaik untuk efisiensi dan kesesuaian.
Laporkan
Adapun terkait keberadaan masker palsu di masyarakat, Kemenkes meminta masyarakat melaporkan jika menemukan peredaran masker medis palsu sehingga bisa ditindaklanjuti oleh Kemenkes dan aparat penegak hukum. “Jika tenaga kesehatan atau masyarakat menemukan masker yang dicurigai tidak memenuhi standar maka diminta untuk segera (adukan). Kami punya jalur e-watch alkes itu bisa melalui pengaduan dan atau melalui Halo Kemkes 1500567,” kata Arianti.