Sustainable Development Solutions Network (SDSN) dan The Center for Sustainable Development, Columbia University yang disponsori oleh Persatuan Bangsa-Bangsa/United Nations (PBB) merilis “United Nations World Happiness Report 2021” atau indeks kebahagiaan negara-negara di dunia tahun 2020.
Dalam laporan tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-82 dari 149 negara dalam aspek kebahagiaan. Sementara, laporan ini mencatat Finlandia sebagai negara yang berada di peringkat pertama sebagai negara yang paling bahagia di dunia.
Adapun Malaysia hanya unggul satu peringkat dari Indonesia sebagai negara yang bahagia, menempati posisi ke-81. Sedangkan, Singapura menjadi mengungguli peringkat negara Asia Tenggara lainnya di peringkat ke-33. Afghanistan menjadi negara paling tidak bahagia, alias menempati posisi paling bawah dalam daftar “World Happiness Report.”
Kebahagiaan di Tengah Pandemi COVID-19
SDSN menyampaikan, tidak mudah menyusun laporan yang menunjukkan kebahagiaan masyarakat dunia di tahun 2020. Pasalnya, survei dan laporan dibuat di tengah kondisi yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni di masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga kini.
Oleh sebab itu, fokus mereka dalam riset kali ini adalah dampak dari COVID-19 pada struktur dan kualitas hidup masyarakat di seluruh dunia. Selain itu, mengelaborasi serta mengevaluasi upaya pemerintah di seluruh dunia menangani pandemi.
“2020 merupakan tahun yang tidak biasa. Laporan ini khususnya, menunjukkan bahwa pandemi memberikan dampak buruk pada 2 juta kematian akibat COVID-19. Banyak aspek yang terpengaruhi akibat pandemi, mulai dari keguncangan ekonomi, kecemasan, hingga stres dan tantangan bagi kesehatan fisik dan mental bagi banyak orang,” tulis laporan ini.
Sejumlah indikator menjadi bagian dari survei ini, antara lain dari pendapatan per kapita masing-masing penduduk, dukungan sosial, ekspektasi hidup yang sehat, kebebasan mementukan pilihan, sikap kemurahan hati, persepsi terhadap perilaku korupsi, hingga distopia (ketakutan masyarakat).
Hasilnya, Indonesia yang menempati posisi ke-82, meraih skor indeks kebahagiaan sebesar 5.345. Sementara, Finlandia yang empat tahun berturut-turut menjadi negara paling bahagia versi survei ini meraih nilai 7.842.
Adapun posisi Indonesia dalam indeks kebahagiaan dunia, diketahui naik dua peringjat dari pada tahun 2019. Dari laporan sebelumnya, Indonesia menempati posisi ke-84.
Meski Pandemi, Masyarakat Indonesia Berusaha Bahagia
Peneliti sosial dari Korea Development Institute, Shun Wang justru merasa tak heran banyaknya negara Asia, seperti Indonesia yang menunjukkan peningkatan dalam indeks kebahagiaan, meski berada di situasi pandemi COVID-19.
“Tidak mengejutkan. Seperti pengalaman di Asia Timur menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang ketat tidak hanya mengendalikan COVID-19 secara efektif, tetapi juga menepis dampak negatif dari infeksi harian pada kebahagiaan masyaraka” kata Wang dilansir dari Forbes.
Sementara itu, Psikolog Klinis dan Direktur Personal Growth, Counseling & Development Centre Jakarta, Ratih Ibrahim menilai ada alasan tersendiri, mengapa Indonesia malah mengalami peningkatan kebahagiaan di masa pandemi.
Hal ini, menurutnya disebabkan sikap masyarakatnya yang pada umumnya selalu berusaha tetap bahagia di tengah kesulitan, serta senantiasa bersikap optimis dalam menjalani kehidupan
“Orang Indonesia itu umumnya baik-baik dan optimis. Daya humornya juga tinggi, sehingga sesusah-susahnya keadaan, masih tetap bisa becanda,” katanya kepada Asumsi.co melalui pesan singkat, Sabtu (27/3/21).
Apa Sih, Makna Bahagia Itu?
Psikolog Tibis Sinergi, Tika Bisono mengatakan, kebahagiaan bersifat kontekstual, sehingga memiliki makna yang berbeda-beda secara psikologis pada setiap individu.
“Kebahagiaan itu melekat pada konteks. Nah, konteksnya ini bergantung pada pelepasan secara antropologi, sosial, kultur sampai entografi pada setiap manusia. Maka, kebahagiaan setiap infividu berbeda,” ungkapnya saat dihubungi Asumsi.co melalui sambungan telepon.
Ia menyimpulkan, secara sederhana makna kebahagiaan bisa diartikan setiap masalah atau persoalan yang didapatkan solusinya secara cepat, maka orang itu mendapatkan kebahagiaan.
“Kalau kita lagi penat misalnya, kita punya solusi positif untuk melepaskan kepenatan itu bisa dibilang kita bahagia. Kayak saya, bahagia itu sesinpel bisa tidur nyebyak di malam hari,” jelas dia.
Tika menambahkan, rasa syukur adalah kunci dari kebahagiaan. Menurutnya, banyak orang yang merasa hidupnya tidak bahagia karena kurang mensyukuri yang dimilikinya dalam hidup.
“Jujur deh, bersyukur itu susah banget bagi banyak orang. Sesimpel kita masih bisa dikasih umur dan bernapas, masih bisa bangun keesokan harinya,” imbuhnya.
Ia menuturkan, pandemi COVID-19 justru membuat banyak orang Indonesia lebih memaknai rasa syukur atas hidup. Menurutnya, inilah yang memengaruhi peningkatan rasa bahagia di negeri ini pada tahun 2020.
“Orang kita kan, lekat banget ya sama aspek religius dalam hidupnya. Pandemi ini bikin kita bersyukur masih dijaga sehatnya, umurnya sama Tuhan karena banyak yang meninggal dunia karena COVID-19,” terangnya.
Masalah Bikin Orang Merasa Tidak Bahagia
Sementara itu, Tika juga mengungkapkan penyebab banyak orang yang justru masih merasa tidak bahagia. Selain menyebabkan stres hingga depresi, ketidakbahagiaan juga memicu gangguan psikologis lainnya.
Bahkan, menurutnya tak mengherankan perasaan yang tidak bahagia, memicu sikap seseorang mengambil pilihan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Selain kurang mensyukuri hidup, terpaan masalah bertubi-tubi yang tak kunjung menemukan menemukan solusi, menjadi penyebab hadirnya ketidakbahagiaan.
“Kebahagiaan itu hadir saat masalah kita menemukan solusinya, tapi solusi itu ada yang bisa muncul cepat ada juga yang butuh waktu. Masalah ini kan, menyita waktu, energi kita dan belum lagi bercampur dengan masalah baru. Jadi, it’s not denied, masalah hidup berkaitan dengan bahagia atau tidaknya seseorang,” terangnya.
Hal yang penting, kata dia, setiap orang harus mau membagi beban hidup atau masalah yang dihadapi bila sudah tak mampu dihadapi seorang diri dengan curhat kepada orang lain.
“Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial. Maka, penting untuk mau berbagi kepada orang lain. Barangkali, lewat curhat ke orang yang bisa dipercaya, kita temukan solusinya. Jangan kalau ditanya orang, “lagi ada masalah ya?” Jawabnya, “enggak ada.” Selain membohongi diri sendiri, ini menunjukkan orang itu sedang halusinasi, menutupi realita hidupnya,” tuturnya.