Vaksin COVID-19 AstraZeneca masih diselidiki keamanannya sebelum diberikan ke masyarakat, Isu pembekuan darah terjadi. Apalagi, Denmark melaporkan ada warganya yang diduga meninggal dunia setelah diberikan suntikan Vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Satuan Gugus Tugas COVID-19 (Satgas COVID-19) menunda penggunannya. Kini, isu baru muncul, menyebutkan vaksin COVID-19 AstraZeneca mengandung unsur babi.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam pun sempat khawatir.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan POM memberikan keterangan pers, menyebutkan dalam tahap proses produksinya, memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi.
Meski begitu, vaksin COVID-19 AstraZeneca boleh digunakan karena sifatnya mendesak. Dengan kata lain, MUI memberikan lampu hijau penggunaan vaksin ini.
AstraZeneca Angkat Bicara
Melihat banyaknya kabar yang beredar, pihak AstraZeneca angkat bicara. Lewat keterangan pers yang diterima Asumsi.co, Sabtu (21/3/2021), menyebutkan, vaksin COVID-19 AstraZeneca merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan.
Pernyataan AstraZeneca telah dikonfirmasikan oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris. Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya.
Vaksin ini telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia termasuk Arab Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair dan Maroko dan banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan oleh masyarakat beragama Muslim.
Vaksin COVID-19 AstraZeneca ditemukan bersama oleh Universitas Oxford dan perusahaan spin-outnya, Vaccitech. Vaksin ini menggunakan vektor virus simpanse yang tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa (adenovirus) yang menyebabkan infeksi pada simpanse dan mengandung materi genetik dari protein spike virus SARS-CoV-2.
Setelah vaksinasi, diproduksilah protein permukaan spike yang akan mempersiapkan sistem kekebalan untuk menyerang virus SARS-CoV-2 jika kemudian menginfeksi tubuh.
Selain program yang dipimpin oleh Universitas Oxford, AstraZeneca pun sedang melakukan uji coba besar di AS dan juga global.
Secara total, Universitas Oxford dan AstraZeneca berharap dapat menyertakan hingga 60.000 peserta penelitian secara global.
Vaksin COVID-19 AstraZeneca telah memperoleh izin pemasaran bersyarat atau penggunaan darurat di lebih dari 50 negara di enam benua, dan dengan Emergency Use Listing atau Daftar Penggunaan Darurat baru-baru ini yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).