Kesehatan

Hipospadia Bikin Aprilia Manganang Bimbang dengan Alat Kelaminnya, Sang Kakak Ternyata Alami Hal yang Sama

Desika — Asumsi.co

featured image
null

Tangis Aprilia Manganang tak terbendung saat Majelis Hakim Nova Laoura Sasube dari Pengadilan Negeri Tondano meresmikan nama barunya, Aprilio Perkasa Manganang. Meski digelar secara virtual, Nova di Tondano sementara Aprilio di Jakarta, suasana haru tetap terasa.

“Menetapkan pergantian nama pemohon yang semula bernama Aprilia Santini Manganang berubah menjadi nama Aprilio Perkasa Manganang,” ujar Nova lewat video yang beredar di YouTube (19/3/2021).

Aprilio tampak lega. Perlu diketahui, selama 28 tahun, pria kelahiran 27 April 1992 itu menyandang gender perempuan karena ketidaktahuan orangtua dan tenaga medis yang membantunya lahir. Ternyata Aprilia mengalami hipospodia serius. Hal ini membuat Aprilio dikategorikan sebagai perempuan di semua dokumen negara miliknya hingga ia dewasa.

Bahkan, Aprilio tampil sebagai atlet voli putri nasional dan masuk sebagai TNI dengan gender perempuan.

Namun belakangan diketahui, kalau apa yang menimpa Aprilio ternyata dirasakan juga oleh kakaknya Amasya Manganang.

Berbarengan dengan diresmikannya nama Aprilio, muncul pernyataan kalau Amasya juga menyandangan hipospadia serupa.

Apakah Hipospadia Beresiko Faktor Keturunan?

Secara umum, hipospadia adalah kelainan bawaan lahir yang terjadi pada anak laki-laki. Kondisi ini diketahui saat seseorang yang mengalaminya tidak memiliki lubang uretra di ujung penis.

Diagnosa penyakit ini biasanya dapat dilakukan saat kelahiran dengan gejala tak adanya muara ureter atau lubang kencing di ujung penis, penis bengkok, atau kelebihan kulit penis bagian atas.

Mengacu pada laman mayoclinic.org, hipospodia terjadi akibat kerusakan kerja hormon-hormon perangsang pembentukan uretra dan kulup. Akhirnya, membuat uretra berkembang secara tidak normal.

Dalam kebanyakan kasus, penyebab pasti hipospadia tidak diketahui. Namun, hipospadia bisa bersifat genetik dengan resiko yang lebih tinggi pada bayi dengan riwayat keluarga hipospadia. 

Variasi gen tertentu juga mungkin berperan dalam gangguan hormon yang merangsang pembentukan alat kelamin pria.

Selain itu, faktor lingkungan juga dapat berperan. Seperti adanya paparan zat tertentu selama kehamilan. Ada beberapa spekulasi tentang hubungan antara hipospadia dan paparan ibu terhadap hormon tertentu atau senyawa tertentu seperti pestisida atau bahan kimia industri. Tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hal ini.

Dalam “Genetic Studies of Hypospadias” (2002), Louise Frisén juga menemukan fakta bahwa faktor keluarga ditemukan pada 4 sampai 28 persen kasus Hipospodia. Observasi Frisén juga menyebut, semakin parah indeks malformasi pada pasien hipospodia, maka akan meningkatkan resiko kekambuhan antara 4 sampai 17 persen untuk saudara laki-laki berikutnya.

Namun, karena beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga penting, maka hipospadia dianggap sebagai sifat kompleks yang disebabkan oleh pengaruh gabungan gen dan lingkungan.

Mengutip Journal of Medical Cases Volume 5 Number 3, Maret 2014 ditemukan bahwa prevalensi hipospadia sangat bervariasi di berbagai negara. Angkanya mulai dari 4 hingga 43 kasus per 10.000 kelahiran. Orang kulit hitam, Asia dan Hispanik kurang terpengaruh dari hipospadia dibandingkan orang kulit putih.

Adapun tingkat keparahan hipospadia tergantung pada posisi lubang uretra. Kebanyakan kasus hipospadia menunjukkan kejadian spontan dan tidak memiliki penyebab yang jelas karena jalur genetik pembentukan genitalia eksternal kurang dipahami.

Mengutip “Hypospadias-What You Should Know” di laman urulogyhealt.org, Hipospadia yang tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi yang menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Perawatan Hipospodia amat tergantung pada kondisi penyandang dan seberapa parah penyakitnya. Jika posisi lubang kencing sangat dekat dari posisi yang seharusnya, dan bentuk Mr.P tidak melengkung, penanganan mungkin tidak diperlukan. Namun, bila letak lubang kencing jauh dari posisi normalnya, operasi perlu dilakukan. Idealnya, operasi dilakukan ketika bayi berusia 6 sampai 12 bulan.

Penulis: Irfan Muhammad

Share: Hipospadia Bikin Aprilia Manganang Bimbang dengan Alat Kelaminnya, Sang Kakak Ternyata Alami Hal yang Sama