Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ramai dibicarakan bahwa ia mengincar kursi Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat. Tak sampai berlarut-larut, isu itu langsung ditepis RK sendiri.
Selepas masa jabatannya habis di tahun 2023, RK disebut butuh ‘kendaraan politik’ baru jelang perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Apalagi namanya seringkali muncul sebagai salah satu capres dalam berbagai hasil survei.
Namun, pada Sabtu 8 September 2018, RK pernah menegaskan kalau ia tidak akan masuk partai. Hal itu ia sampaikan pada acara pembekalan Caleg NasDem se-Jabar di Kota Bandung.
Apa kata RK?
RK mengatakan isu dirinya bakal bergabung ke Golkar merupakan kabar keliru. “Informasi tidak betul, kalau betul sejak kemarin Musda (Musyawarah Daerah) sudah ada pergerakan. Kan nggak ada,” kata RK saat konferensi pers Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah yang disiarkan akun YouTube Humas Jabar, Senin (22/2/21).
Meski begitu, pada kesempatan itu, RK mengungkapkan bahwa ia memang ditawari untuk memimpin sebuah partai di Jawa Barat. Namun, ia mengaku belum bisa memenuhi ajakan tersebut.
“Yang bisa saya sampaikan begini saja, saya ini ditawari memimpin partai di Jawa Barat, ada beberapa. Tapi semuanya belum bisa saya penuhi karena saya sedang berkonsentrasi penuh memastikan kerja gubernur sesuai sumpah saya itu berjalan dengan baik dan lancar,” ucapnya.
Saat ini, RK memilih fokus pada penanganan COVID-19 di wilayah Jawa Barat. Ia juga berharap agar isu ini tidak perlu dibahas lagi. “Jangan dikutip-kutip lagi, kita fokus urusan per-Covid-an, perbencanaan saja.”
Pengamat: RK bebas menentukan pilihan
Sebetulnya, sudah menjadi hal yang lumrah kalau seorang politikus berpindah atau bergabung ke sebuah partai politik. Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan, menilai, apalagi saat ini partai politik di Indonesia belum mampu menelurkan kader-kader mumpuni.
Kondisi itu tentu saja membuat partai akan selalu membuka pintunya bagi tokoh atau sosok yang dianggap punya kredibilitas di panggung politik. Menurut Bakir, RK memiliki kebebasan untuk menentukan langkah politiknya ke depan, apalagi saat ini ia tak tercatat sebagai kader partai mana pun.
“RK sebagai warga negara yang tak punya partai, bebas menentukan pilihan kendaraan politiknya untuk kontestasi 2024. Hal ini berbanding lurus dengan kondisi partai yang belum mampu mengorbitkan kadernya sebagai calon pemimpin,” kata Bakir saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (23/02).
Menurut Bakir, kondisi inilah yang menyebabkan hilangnya sisi ideologi dan distingsi antar partai. Kontestasi kepemimpinan, lanjutnya, seperti pasar dan partai politik buka stand, menunggu atau menawarkan kesempatan pada publik. Namun, ia menilai saat ini masih terlalu dini untuk membicarakan kontestasi Pilpres 2024.
“Sejatinya, ada mekanisme dan waktu untuk menghidupkan kontestasi tapi faktanya, kontestasi menjadi masalah harian yang kadang mengabaikan persoalan real yang dihadapi masyarakat. Fatsun politik tenggelam di bawah syahwat politik lima tahunan,” ujarnya.