Anggota keluarga Cendana kembali dibidik oleh Kementerian Keuangan. Setelah sebelummya Bambang Trihatmojo, kali ini giliran Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto terkait utang Rp2,6 triliun.
Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah memanggil Tommy Soeharto dalam sebuah pengumuman di Harian Kompas, hari ini (24/8/2021). Kehadiran Tommy ditunggu dalam dua hari.
Pengumuman itu juga diunggah oleh Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo dalam akun twitternya @prastow, siang tadi.
“Pemerintah berupaya keras menyelesaikan hak tagih negara atas dana BLBI yang dapat digunakan untuk kebutuhan rakyat. Semoga besok ada itikad baik dari saudara Agus Anwar dan Hutomo Mandala Putra. Mohon dukungannya,” tulisnya.
Pemerintah berupaya keras menyelesaikan hak tagih negara atas dana BLBI yang dapat digunakan untuk kebutuhan rakyat. Semoga besok ada itikad baik dari Sdr Agus Anwar dan Sdr Hutomo Mandala Putra. Mohon dukungan ???? pic.twitter.com/IkIvShYtkn
— Prastowo Yustinus (@prastow) August 24, 2021
Kronologi
Perkara ini berawal ketika PT Timor Putra Nasional (TPN) terbelit utang hingga Rp4,045 triliun ke Bank Dagang Negara dan Bank Bumi Daya. Singkatnya, BPPN kemudian mengambil alih piutang TPN itu. Oleh BPPN, piutang atau hak tagih atas utang TPN dijual ke VBP dengan harga miring, ‘hanya’ sebesar Rp444 miliar. Di sinilah pemerintah merasa ada sesuatu yang janggal.
Dachamer Munthe, Direktur Perdata pada Jamdatun Kejagung usai mendaftarkan gugatan menuturkan, materi gugatan seputar perbuatan melawan hukum (PMH) yang terjadi saat jual beli hak tagih BPPN kepada VBP. “Perjanjian jual beli yang terkait dengan aset TPN itu bertentangan dengan Keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) No 03 Tahun 2000 dan Pedoman Pelaksanaan Program Penjualan Aset Kredit III (PPAK III) pada 2003,” jelasnya.
Inti dari kedua peraturan itu adalah larangan adanya benturan kepentingan antara pembeli piutang dengan debitur dalam perjanjian jual beli. “Dalam hal ini pembeli piutangnya adalah Vista Bella Pratama dan TPN bertindak selaku debitur,” imbuh Dachamer.
Namun berdasarkan dokumen yang Kejagung miliki, ternyata ada keterkaitan antara Vista Bella, TPN, Humpuss dan Mandala Buana Bakti. Dijelaskan dalam gugatan bahwa VBP ternyata tidak memakai uangnya sendiri dalam membeli hak tagih itu. “Vista Bella memakai uang PT Mandala Buana Bakti,” ungkap Dachamer.
Baca Juga: Sri Mulyani Kejar Utang Bambang Trihatmodjo Sampai Rp50 Miliar
Pada saat bersamaan, lanjut Dachamer, beberapa orang pengurus PT Mandala Buana Bakti ternyata juga menjadi pengurus di Humpuss.
“Kita tahu bahwa Tommy Soeharto adalah Komisaris Utama dan pemegang saham mayoritas di PT Humpuss sebesar 99,99 persen.” Dengan demikian, lanjut Dachamer, terbukti bahwa antara VBP selaku pembeli piutang dengan TPN sebagai debitur memiliki benturan kepentingan.
“Para tergugat telah melanggar KKSK dan PPAK III. Oleh karenanya kami mengajukan gugatan PMH, bukan wanprestasi,” tegasnya.
Dalam petitum, Menkeu memohon kepada majelis hakim untuk meletakkan sita jaminan terhadap uang milik Tommy yang tersimpan pada rekening Garnet Investment Ltd. di Bank BNP Paribas di Guernsey. Menkeu juga meminta majelis menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi sebesar Rp4,045 triliun.
Rp1,2 Triliun Pernah Masuk ke Kas Negara
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mendapatkan dana dari PT TPN sebesar Rp1,2 triliun.
Dana tersebut didapat setelah Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) menolak upaya Peninjauan Kembali (PK) kedua yang diajukan oleh PT Timor Putra Nasional (TPN) terhadap Putusan PK Perkara 118 di PN Jakarta Utara terkait kasus pemblokiran uang Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri.
Penolakan atas PK kedua PT TPN kepada Bank Mandiri dan Menteri Keuangan dengan Nomor Register 716 PK/PDT/2017 itu diputuskan oleh tiga majelis hakim MA, yaitu Dr. H. Sunarto, SH., MH; H. Pandji Widagdo, SH., MH; dan Dr. H.M. Syarifudin, SH., MH., pada 13 Desember 2017, dan sudah dikirimkan ke pengadilan pada 4 Juli 2018 lalu.
Pengejaran Kembali
Kemenkeu kembali mengejar dana yang masih ada dari PT. TPN sejumlah Rp2,61 triliun. Asal-usul utang tersebut sebagai berikut:
Pada awalnya PT TPN memperoleh fasilitas kredit dari Bank Bumi Daya (sekarang Bank Mandiri) dengan jaminan kredit antara lain Dana rekening Giro dan rekening Deposito atas nama PT TPN pada Bank Bumi Daya (sekarang Bank Mandiri). Karena utang TPN tersebut telah macet, maka pada tanggal 31 Maret 1999 utang PT TPN tersebut telah dialihkan oleh Bank Bumi Daya (Bank Mandiri) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Utang PT TPN tersebut pada tanggal 30 April 2003 oleh BPPN telah dijual dan dialihkan kepada PT Vista Bella Pratama (PT VBP).
Mengutip pengumuman Satgas BLBI, Senin (23/8/2021), Tommy dipanggil sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional. Bersama Tommy, Ronny Hendrarto Ronowicaksono juga turut dipanggil atas nama pengurus.Satgas BLBI meminta Tommy dan Ronny untuk ke Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yakni Gedung Syafruddin Prawiranegara lantai 4 Utara, Jl Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta Pusat, pada Kamis (26/8/2021) pukul 15.00 WIB.
Dalam pertemuan itu, Tommy dijadwalkan menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim B.”Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI berdasarkan penetapan jumlah piutang negara setidak-tidaknya sebesar Rp2,6 triliun,” tulis pengumuman yang telah diteken oleh Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban.
Adapun jika Tommy dan rekannya tidak bisa memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara, Satgas BLBI akan melakukan tindakan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.