Tidakkah Anda muak diterpa serangkaian berita buruk? Virus mematikan merayap dari kejauhan, skandal korupsi menggelegak di balik layar, dan Rancangan Undang-Undang kontroversial yang muncul tiba-tiba seperti tagihan. Pagi ini, linimasa pun dipenuhi imaji penuh kekerasan terkait klitih di Yogyakarta serta “gengster” di Surabaya. Menyaksikan semua ini, kesedihan merayap ke dalam relung jiwa seperti Ebiet melihat berita bencana.
Saya bertanya begini: apakah kita sungguh-sungguh tinggal di negara yang penuh kemalangan dan duka nestapa? Saya pikir tidak. Kita mesti menemukan cara tersendiri untuk menyintas. Namun, dari manakah kita akan mendapati sumber-sumber kebahagiaan tersebut? Tentu saja tidak dari tempat-tempat arbitrer seperti keluarga, pasangan, dan kawan. Harus ada penular kebahagiaan yang lebih tepat guna. Jawabannya sudah tentu adalah perilaku gemilang politisi kita.
Ambil contoh tingkah polah menakjubkan Nurmansjah Lubis, salah satu Cawagub DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Saat ini juga, ia tengah bersaing ketat dengan Riza Patria dari Partai Gerindra untuk mengunci posisi tersohor sebagai pendamping Anies Baswedan memimpin Ibukota. Ia punya rekam jejak panjang di kancah politik–sejak 2004 hingga 2013, ia terpilih sebagai anggota DPRD DKI Jakarta dan bertempat pada Komisi C di bidang keuangan.
Latar belakangnya yang kuat di bidang penganggaran dan keuangan menjadikannya kandidat yang menggiurkan bagi PKS. Lebih lagi, DPRD DKI Jakarta belum lama ini tersandung skandal terkait transparansi anggaran, defisit anggaran, serta alokasi dana dalam APBD yang dinilai tak sesuai skala prioritasnya. Bagi pihak PKS, pengalaman Nurmansjah sebagai bekas auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta membuktikan bahwa ia punya rekam jejak mumpuni untuk menuntaskan sengkarut keuangan provinsi Ibukota.
Nurmansjah pun mulai unjuk gigi dan giat melobi para anggota DPRD DKI Jakarta supaya posisi tersebut aman di tangan. Kemarin (3/2), ia sesumbar bahwa pihaknya telah mengunjungi perwakilan dari lima fraksi DPRD DKI Jakarta untuk meminta dukungan serta menegaskan bahwa mereka “sudah kenal bagaimana karakter saya.”
Semakin menghangatkan hati, Nurmansjah mengaku bahwa ketika ia melawat ke kantor fraksi PDI-P, ia ditraktir makan nasi kebuli bersama 18 orang anggota DPRD. “Dilihat dari yang menyambut kami, jumlah itu sudah kuorum,” ucapnya, berkelakar.
Tentu bukan ini alasan kami mendadak menyorot saudara Nurmansjah. Ia menjadi primadona baru karena perilakunya yang mengundang kegembiraan. Asal Anda tahu, Nurmansjah juga punya bisnis kopi yang berkibar ke mana-mana. Melalui bio-nya di Twitter, Nurmansjah bahkan menyebut bahwa ia adalah “Tukang Kopi menjadi Cawagub DKI Jakarta.” Maka, tak sedikit foto yang menunjukkan beliau menyelami gaya hidup pecinta kopi dan berlagak macam barista. Favorit saya, tentu saja, adalah foto brilian yang satu ini.
Kemarin senja (3/2), Nurmansjah mengeluarkan video yang sukses mengundang jutaan tanya. Kita menyaksikan beliau terpacak di atas kursi, memangku gitar akustik dengan syahdu, barangkali di salah satu kedai kopi yang ia kelola. Ada banyak hal yang mesti kita urai dalam video tersebut. Warna pakaian yang dikenakan Nurmansjah begitu serasi dengan warna gitar yang ia pegang serta kursi dan lantai di latar belakang. Seolah seluruh video dirancang palet warnanya oleh seorang desainer kondang.
Perhatikan papan tulis di latar belakang yang dicorat-coret, tentu saja, dengan kapur. Ia mengurutkan daftar kopi koleksinya dari berbagai wilayah Indonesia dengan runtut dan mantap. Harganya empuk bagi kantong mahasiswa. Saksikan bagaimana mentari senja menyinari tubuh ringkih Nurmansjah dengan begitu jinaknya. Sementara di papan tulis terpampang diktum wajib para maniak kopi seluruh dunia: “Kopi itu Digiling Bukan Digunting”.
Jika Anda pikir kebahagiaan telah lengkap sempurna, Anda salah sepenuhnya. Dunia semakin riang ketika Nurmansjah memutuskan untuk bernyanyi.
Awalnya Anda tidak tahu itu akan terjadi. Ia memetik gitarnya dengan ragu, memainkan arpeggio setengah-setengah seolah sekadar menjajal gitar kesayangannya. Satu hal akan Anda sadari dengan segera: gitar beliau fals. Namun Nurmansjah Lubis seorang pemberani. Ia menerabas segala aral merintang. Di luar dugaan, ia mulai bernyanyi. Dan… astaga.
Saudaraku, ia menyanyikan “Terlalu Lama Sendiri” dari Kunto Aji. “Sudah terlalu lama sendiri,” mulainya. Satu hal lagi yang akan Anda sadari: suara beliau juga fals. Sebetulnya warna vokalnya tidak buruk-buruk amat, tetapi nadanya meleset. Nurmansjah berhenti sejenak, membangun antisipasi. Kemudian ia mengeluarkan mantra-mantra yang luar biasa: “Sudah terlalu lama Gubernur kerja sendiri.”
Hah, gimana?
Rupanya, lagu lawas dari Kunto Aji itu ia plesetkan. Liriknya diganti untuk menggambarkan merananya Anies Baswedan yang memikul beban berat memerintah Jakarta sendirian. “Kalau tak ada yang menemani, beratnya..” nyanyi Nurmansjah. Persoalannya terang benderang: nada yang dinyanyikan Nurmansjah tidak sinkron dengan chord yang dimainkannya di gitar. “Haruslah ada yang menemani, tuk Jakarta…”
Kemudian hening. Nurmansjah menatap ke arah kejauhan dengan sunyi, dalam dua detik yang terasa seperti seabad.
Saat itulah, pencerahan menghampiri saya. Video ini adalah bukti nyata bahwa Nurmansjah Lubis adalah kandidat terbaik untuk menemani Anies Baswedan memimpin Jakarta. Bila ditelusuri lebih jauh, sebetulnya cuma ada satu prasyarat seseorang menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang pas buat Anies: ia harus punya potensi meme yang luar biasa.
Pengemban jabatan itu sebelumnya, Sandiaga Uno, adalah ladang lelucon tanpa akhir. Fotonya menelepon dengan tempe, menghias rambutnya dengan pete, hingga berpose ala Kung Fu adalah pelipur lara paling menggembirakan di tengah terpaan pembangunan dan kehancuran Ibukota. Maka, bila Nurmansjah menunjukkan bakat lawak serupa, dapat dipastikan ia sosok yang gemilang untuk turut serta memimpin Jakarta.
Hobinya bernyanyi secara menyimpang pun dirasakan jua oleh Anies Baswedan. Tidakkah Anda ingat peristiwa bersejarah pada malam tahun baru 2020, tatkala Anies menemani legenda dangdut Rhoma Irama di panggung konser? Para MC menerima instruksi terkutuk dari tim kreatif untuk meminta Anies bernyanyi. Dalam video tersebut, Anda dapat menyaksikan sendiri betapa sungkannya Rhoma Irama.
Mulanya Anies biasa saja–ia terdengar flat, sember, tapi tidak heboh. Rhoma Irama dengan suaranya yang dahsyat masih mendominasi. Namun perlahan, Anies menggelora. Ia mulai berjoget, bernyanyi dengan rancak, dan menyeringai. Perhatikan bagaimana Rhoma berusaha keras untuk merebut kembali posisi sebagai vokal utama, tetapi selalu disela oleh pekik merdeka Anies Baswedan. Tampan bercahaya.
Mungkin Anda pikir ini ide yang buruk. Bahwa kita mesti mendasari pemilihan Wakil Gubernur pada parameter yang lebih baik. Namun, untuk apa kita pusing-pusing amat? Ini pemerintahan yang menghabiskan uang triliunan untuk jembatan khusus selfie dan menanggapi banjir dengan bilang anak-anak senang berenang di jalanan.
Apakah semua yang kita kerjakan harus masuk nalar? Apakah kita harus selalu mempunyai tujuan? Apakah hidup ini tiap langkahnya mesti bermakna? Saya pikir tidak. Kita mesti memberi ruang bagi nonsens dan kebodohan. Kita mesti menjaga nyala api kepercumaan dan merayakan segala yang sia-sia.
Sebab hidup begitu indah, dan hanya itu yang kita punya.