Presiden Amerika Serikat Donald Trump sedang menghadapi sidang pemakzulan. Sidang pertamanya diselenggarakan pada Rabu, 13 November 2019 waktu setempat. Dengan begitu, ia menjadi presiden AS ketiga yang menghadapi sidang pemakzulan. Yang berbeda dari sidang pemakzulan sebelum-sebelumnya, sidang Trump bisa ditonton khalayak ramai melalui layar televisi.
Ia dinilai telah menyalahgunakan jabatannya dan mendorong Ukraina, negara sekutunya, untuk menyelidiki politisi Demokrat. Namun melalui akun Twitter-nya, orang nomor satu negara adi daya itu menyatakan bahwa alasan di balik pemakzulan ini adalah hoaks.
….that the House Democrats have done since she’s become Speaker, other than chase Donald Trump.” This Impeachment Hoax is such a bad precedent and sooo bad for our Country!— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) November 14, 2019
Diketahui bahwa ada seorang whistle-blower yang membocorkan percakapan tersebut.
Dikabarkan bahwa pada 25 Juli lalu, Trump melakukan kontak telepon dengan Volodymyr Zelensky, presiden Ukraina. Menurut transkrip telepon, Trump meminta Zelensky untuk menyelidiki Joe Biden, saingan politiknya, beserta anak Biden, Hunter. Putra Biden diketahui bekerja pada sebuah perusahaan Ukraina ketika ayahnya masih menjabat sebagai wakil presiden.
Konon, bantuan ini diminta Trump supaya ia bisa menjabat untuk periode keduanya. Tuduhan ini didasari penjelasan seorang pejabat intelijen yang identitasnya tidak terungkap. Ia menulis surat yang berisi keprihatinannya ketika mengetahui percakapan telepon Trump dengan Zelensky tersebut.
Percakapan ini dikabarkan terkuak sesaat setelah Trump menahan pengiriman dana bantuan militer bagi Ukraina sebesar ratusan juta dollar. Seorang saksi lain yang juga tidak terungkap identitasnya mengatakan bahwa dana tersebut akan ditransfer jika Ukrainia memulai investigasinya. Namun, hal tersebut dibantah Gedung Putih.
Berbagai saksi yang hadir dalam sidang pemakzulan memberatkan posisi Trump. Dalam sesi dengar kesaksian di DPR AS pada Rabu (13/11), hadir Bill Taylor sebagai Plt Duta Besar AS untuk bersaksi. Ia mengatakan bahwa salah satu stafnya mendapati informasi bahwa Trump sibuk menghubungi Zelensky. Ia mendesak supaya Biden diselidiki.
Dilansir dari BBC pada Rabu (20/11), Dubes AS untuk Uni Eropa, Gordon Sondland, mengatakan bahwa Trump memerintahkan penyidikan lewat pengacaranya, Rudy Giuliani. Hal itu ia ungkapkan di hadapan Komite Intelijen DPR AS. Lebih jauh, loyalis Trump itu menyebut Burisma, perusahaan di mana Hunter menjabat sebagai dewan, serta isu saat Pemilu 2016 lalu.
Sondland berkata bahwa sesungguhnya ia tidak ingin bekerja dengan Giuliani. Namun, yang namanya perintah pastinya tetap harus dijalankan. Ia pun menjawab bahwa ini ada hubungannya dengan quid pro quo (kebaikan dibalas kebaikan). Taylor pun membenarkan perjanjian politik ini dan mengatakan bila kucuran dana akan dikirim jika Zelenszky melakukan investigasi. Hingga hari ini, Trump membantah hal tersebut.
Terkait aliran dana yang katanya akan dikirim jika investigasi dilaksanakan, Sondland bersaksi bahwa ia tidak pernah mendengar hal itu. ia tidak mengetahui alasan di balik pembekuan aliran dana tersebut. Ia pun mementang pembekuan itu. Selanjutnya, Sonland membeberkan bahwa rencana investigasi itu sudah diketahui kementerian luar negeri, Dewan Keamanan Nasional, dan Gedung Putih.
Di hari itu juga, hadir Letnan Kolonel Alexander Vindman, Direktur Urusan Eropa Dewan Kemanan Gedung Putih, sebagai saksi. Ia pun mengakui bahwa ada saluran diplomatik tak lazim pada 25 Juli lalu. Isinya? Sama seperti yang sedang diinvestigasikan dalam sidang tersebut.
Vindman bahkan mengatakan tidak pantas jika seorang warga AS meminta bantuan negara lain untuk menyelidiki sesama saudara sebangsanya. Apalagi, Biden merupakan lawan politiknya.
“Saya adalah diplomat pemimpin yang berurusan dengan perang Rusia di Ukraina. Peran saya bukanlah saluran yang tidak lazim, tetapi saluran resmi,” jelas Kurt Volker, mantan Utusan Khusus Amerika untuk Ukraina dalam sidang Selasa (19/11).
Dikutip dari BBC, Trump mengaku kurang mengenal Sondland, yang memberikan keterangan dalam sidang tersebut. Ia juga membantah memanfaatkan dana bantuan AS sebagai alat tukar ketika berkomunikasi dengan Zelensky.
Ia menyebut bahwa tuduhan tersebut merupakan dalih lawannya untuk menjatuhkan dirinya menyambut Pemilu AS 2020 mendatang.
Perlu diketahui, hingga saat ini, percobaan pemakzulan terhadap presiden-presiden AS selalu mengalami kegagalan. Kedua presiden yang juga sempat menjalani sidang pemakzulan adalah Bill Clinton (1999) dan Andrew Johnson (1868). Jika Trump berhasil dilengserkan, posisinya akan digantikan sang Wakil Presiden, Mike Pence.