Beberapa tahun terakhir, media sosial diramaikan dengan fenomena “hijrah” berbagai kalangan, termasuk para artis. Fenomena hijrah yang dimaksud ini adalah berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam, sekaligus mengubah gaya hidup menjadi lebih kental dengan nuansa Islam. Meski demikian, fenomena hijrah ini sempat memicu perdebatan karena pada beberapa kesempatan, terdapat nuansa politik yang ikut serta di dalamnya.
Menilik lebih dalam, kata hijrah sendiri bukanlah kata yang asing bagi umat muslim. Sejarah Islam mencatat bahwa nabi Muhammad SAW pernah melakukan hijrah semasa hidupnya. Namun, hijrah yang dimaksud berbeda total dengan makna “hijrah” yang lagi nge-tren di kalangan masyarakat Indonesia. Hijrah tersebut memiliki makna berpindah kota dari Mekah ke Madinah. Lantas, apa sebenarnya makna hijrah yang sebenarnya?
Makna dasar dari kata hijrah adalah meninggalkan, menjauhkan dari, dan berpindah tempat. Hal inilah yang membuat hijrah dapat memiliki beragam makna yang berbeda. Makna kata hijrah dapat dilihat dari pemaknaan umum, atau pun pemaknaan khusus sesuai konteks.
Dalam pemaknaan umum, yakni berpindah tempat, makna hijrah dapat dipahami seperti kisah Nabi Muhammad SAW yang berpindah kota dari Mekah ke Madinah. Setiap orang dapat menggunakan kata hijrah untuk berpindah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain. Sehingga penggunaan kata “Hijrah” seperti dalam lagu The Changcuters yang berjudul “Hijrah ke London” tidak salah.
Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ini pun menjadi titik awal Kalender Hijriyah. Khalifah Umar bin Khatab menetapkan bahwa tanggalan umat muslim, yang diberi nama Kalender Hijriyah, akan dimulai dari peristiwa besar yang terjadi dalam hidup Nabi Muhammad SAW tersebut. Menurut Khalifah Umar, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah bersama sahabat rasul adalah peristiwa paling monumental dalam perkembangan Islam, sehingga patut menjadi dasar dari kalender yang dianut umat muslim.
Sedangkan dalam pemaknaan yang lebih khusus, sebagian ulama mengaitkan kata hijrah dengan berpindah secara keimanan. Kondisi yang dimaksud adalah berpindah dari “darul kufur” atau satu kondisi kekufuran, menuju ke arah “darul Islam.” Alih-alih fisik, yang berpindah dalam konteks ini adalah kondisi keimanan Islam seseorang.
Di luar dua makna tersebut, masih ada hijrah-hijrah lain yang lebih jarang disinggung. Sebut saja Hijrah Fikriyah, dari kata fiqrun yang bermakna pemikiran. Di sini, hijrah yang dilakukan adalah hijrah pemikiran, dengan lebih berfokus pada pemikiran berbasis keislaman.
Ada juga Hijrah Sulukiyyah, diambil dari kata Suluk yang berarti tingkah laku atau kepribadian. Fokus dari hijrah ini adalah akhlaq atau kepribadian seseorang tersebut. Yang diubah tidak hanya semata-mata keimanan seseorang tersebut, tetapi juga kepribadian dan tingkah lakunya yang diubah menuju ke arah yang lebih tampak sebagai seorang muslim.
Di dalam Al-Quran, hijrah pun turut disinggung. Al-Baqarah ayat 218 menyebutkan,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sedikit berbeda, Al-Anfal ayat 74 menuturkan,
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia.”
Dari kedua ayat tersebut saja, dapat dipahami bahwa makna hijrah dapat dimaknai oleh individu masing-masing dengan cara yang berbeda. Yang terpenting, terlepas dari bentuk hijrah yang dilakukan seseorang, hal tersebut dijalani dengan tujuan yang positif. Jika hijrah dilakukan dengan niatan yang buruk dan tidak ikhlas, niscaya hasil yang dicapai pun tidak akan sesuai harapan.