Menyambut hari raya Idulfitri, etalase di pusat perbelanjaan tiba-tiba berubah nuansa. Biasanya, etalase tersebut didefinisikan oleh empat musim khas negara sub-tropis. Namun, mendekati hari raya, etalase tersebut berganti menjadi pakaian muslim dan muslimah. Dari berbagai jenis pakaian yang ditawarkan, busana kaftan cenderung dominan.
Mengenakan kaftan seolah-olah menjadi hal wajib bagi kaum perempuan dalam menyambut hari raya. Memadukan antara tradisi dan modernitas, kaftan hadir dalam berbagai rupa. Adanya permintaan yang besar menjadi alasan lain mengapa industri pakaian berlomba-lomba menawarkan kaftan terbaiknya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Mengenakan kain kaftan dalam hari besar agama Islam sudah menjadi budaya muslimah di seluruh dunia. Meski demikian, tak banyak yang tahu bagaimana sejarah kaftan dari masa lampau hingga saat ini.
Kaftan di era kontemporer dikenal sebagai pakaian perempuan. Namun sejarahnya, kaftan adalah mantel panjang hingga kaki, dengan kancing di bagian depan, yang dikenakan oleh pria. Kaftan di masa lampau terbuat dari bahan wol, kasmir, sutra, atau katun. Para pria mengenakan kaftan dengan ikatan sabuk. Dulu, pria-pria asal Persia lah yang mengenakan kaftan ini sebagai pakaian sehari-harinya.
Selain di Persia, kaftan juga dikenakan oleh pria di beberapa wilayah lainnya. Wilayah tersebut seperti Rusia dan Kerajaan Ottoman. Di Rusia, kaftan dipakai bersamaan dengan celana linen biru bergaris, sepatu bot, selempang sutra, topi bulu, dan cambuk. Penggunaan kaftan di Rusia semakin meluas pada abad ke-19 Masehi. Mulai dari petani hingga pedagang mengenakan kaftan sebagai pakaian sehari-harinya.
Berbeda dengan Rusia, para pria di Kerajaan Ottoman justru memiliki bentuk kaftan yang beragam. Hal ini disesuaikan dengan kedudukan individu tersebut di masyarakat.
Dari masa ke masa, terdapat perbedaan pola dekorasi kaftan yang dikenakan pria-pria Kerajaan Ottoman. Dari abad ke-14 hingga ke-17 Masehi, bahan tekstil dengan pola-pola besar digunakan. Semenjak akhir abad ke-16 dan dan awal abad ke-17 Masehi, pola-pola dekorasi yang ada pada kaftan berubah menjadi lebih kecil dan lebih cerah. Salah satu kaftan yang paling prestisius bermotif Yollu, yakni motif bergaris vertikal dengan pola kecil-kecil.
Lain di Ottoman, lain pula di Afrika Barat. Di wilayah ini, kaftan dikenakan oleh laki-laki dan perempuan. Kaftan di Afrika Barat berbentuk jubah pullover. Kaftan yang dikenakan perempuan merupakan kaftan umum yang dapat dijumpai di berbagai wilayah lain. Sedangkan kaftan untuk pria diberi nama Kaftan Senegal.
Salah satu keunikan Kaftan Senegal adalah penggunaannya yang dibarengi dengan celana bernama Tubay. Hal ini disebabkan panjang Kaftan Senegal yang hanya mencapai setengah betis saja. Selain itu, penggunaan Kaftan Senegal di wilayah Afrika Barat juga dibarengi dengan topi bernama Kufi. Di wilayah Afrika Barat, Kaftan Senegal merupakan pakaian formal yang dipakai secara luas.
Kini, kaftan identik dengan pakaian perempuan muslim. Teori yang paling kuat menyebutkan bahwa tradisi perempuan mengenakan kaftan di hari raya berawal dari Maroko. Kala itu, perempuan Maroko akan mengenakan kaftan untuk pesta makan malam, pesta tunangan, atau pernikahan.
Para pedagang Arab yang berkelana hingga ke seluruh penjuru dunia dianggap menyebarkan budaya kaftan perempuan. Tak terkecuali ke Asia Tenggara. Pedagang-pedagang Arab dianggap membawa budaya kaftan hingga ke negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Indonesia.
Di negara-negara Barat, budaya kaftan perempuan bercampur dengan budaya kaftan Rusia. Popularitas kaftan di Barat semakin populer di awal abad ke-20 Masehi. Kala itu, kaftan dipopulerkan oleh desainer busana asal Prancis, Paul Poiret.
Pada tahun 1950-an, desainer busana lainnya mulai mengadopsi model kaftan. Desainer kenamaan lainnya turut serta, seperti Christian Dior dan Balenciaga. Mereka mengadopsi model kaftan dan mengkategorisasikannya sebagai bagian dari koleksi gaun mereka. Variasi kaftan pun semakin beragam.
Yang membedakan kaftan di budaya Barat dan budaya Islam terletak pada penggunaannya. Di Barat, kini kaftan digunakan sebagai bagian dari pakaian non-formal sehari-hari. Sedangkan untuk perempuan muslim, kaftan cenderung digunakan untuk acara-acara keagamaan yang sakral. Meski demikian, sejarah berhasil membuktikan bahwa kaftan berhasil melampaui zaman.