Polda Metro Jaya menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka. Dia akan diperiksa untuk pertama kalinya di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya pekan depan, Senin (13/5) pukul 10.00 WIB. Dalam surat pemanggilan yang beredar, perkara yang membelit Eggi adalah dugaan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara alias makar dan/atau penyiaran kabar yang dapat menimbulkan keonaran.
Eggi dijerat dengan Pasal 107 KUHP dan atau pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Pada Rabu (24/4), Eggi dilaporkan calon anggota legislatif PDIP, Dewi Ambarwati Tanjung, ke Polda Metro Jaya. Ia keberatan dengan orasi Eggi pada Rabu, 17 April 2019, di hadapan para pendukung Prabowo-Sandi di Kertanegara, Jakarta Selatan.
“Insyaallah, setelah jam 7 atau 8, akan diumumkan secara resmi apakah ada kecurangan yang serius. Berdasarkan analisis salah seorang pemimpin kita, yaitu Bapak Amien Rais, people power mesti dilakukan. Setuju? Berani? Berani?” kata Eggi.
“Kalau people power terjadi, kita tidak perlu lagi mengikuti tahapan-tahapan, karena ini sudah kedaulatan rakyat. Bahkan ini mungkin cara dari Allah mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power! Insyaallah!”
Dalam video yang tersebar melalui WhatsApp dan YouTube itu, Eggi diduga mengajak masyarakat untuk bergerak ketika hasil quick count ditayangkan berbagai media. Video itu pun dijadikan bukti pelaporan, sebagai bentuk ancaman terhadap stabilitas keamanan negara.
Eggi juga dilaporkan Supriyanto, yang mengaku sebagai relawan Jokowi-Ma’ruf Center (Pro Jomac), ke Bareskrim Polri pada Jumat (19/4), dengan tuduhan penghasutan. Selang sehari, Eggi melaporkan balik Supriyanto. Menurutnya, Supriyanto keliru memahami pernyataannya tentang people power.
Eggi Sudjana merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya. Selaku penasihat hukum, Eggi berhasil memenangkan praperadilan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan terkait kasus “rekening gendut” pada 2015. Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena memiliki rekening bank dengan jumlah kekayaan mencurigakan.
Keberhasilan tersebut berdampak baik terhadap karier Eggi, yang saat itu bekerja bersama Razman Arif. Dia mengaku ditawari banyak tersangka korupsi untuk menjadi penasihat hukum mereka. Eggi juga pernah menjadi pengacara Rizieq Shihab, pendiri Front Pembela Islam (FPI), dan pasangan Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan, tersangka kasus pencucian uang jemaah umrah PT First Travel pada 2017.
Panggung lain Eggi, yang tak kalah gemerlap, ialah politik.
Dikenal luas sebagai aktivis-mahasiswa semasa Orde Baru, karier politik Eggi berlanjut hingga kini. Eggi masuk bursa bakal calon gubernur Jawa Barat pada Pilgub Jawa Barat 2013, tetapi tak lolos uji verifikasi KPU. Pada tahun yang sama, ia juga mencalonkan diri di Jawa Timur. Lolos verifikasi, Eggi dan pasangannya Muhammad Sihat yang maju lewat jalur independen menjadi juru kunci dalam perolehan suara.
Kegagalan di Pilgub Jabar dan Jatim tak menghentikan Eggi. Sampai hari ini, ia masih menjabat sebagai presiden Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Partai yang didirikan pada 18 Juli 2001 ini tak mengikuti pemilihan umum legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019 karena tak lolos uji verifikasi.
Pada Pilpres 2014, Eggi tercatat sebagai anggota tim sukses capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Saat itu, ia juga tergabung dalam tim kuasa hukum di Mahkamah Konstitusi untuk menggugat kekalahan Prabowo-Hatta dari Jokowi-Jusuf Kalla.
Eggi kemudian maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PAN untuk daerah pemilihan DKI Jakarta 2 yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri.
Di hadapan hukum, bukan kali ini saja Eggi menjadi pihak yang diduga bersalah. Bersama Partai Gerindra, namanya pernah dikaitkan dengan tuduhan upaya makar Aksi Bela Islam 212, pada 2 Desember 2016. Eggi dituduh sebagai salah satu penyalur dananya. Bahkan, ia dan politikus Gerindra, Permadi, sempat dipanggil kepolisian sebagai saksi.
Eggi juga pernah diperiksa penyidik di Direktorat Tindak Pidana Cyber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 September 2017, lantaran namanya tercantum sebagai anggota Dewan Penasehat Saracen.
Kelompok tersebut diduga terlibat dalam perkara ujaran kebencian dan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dalam pemeriksaan itu, pihak kepolisian menemukan sindikat ini memiliki sekitar 800 ribu akun yang aktif di media sosial. Akun-akun penebar hoax dan ujaran kebencian ini bekerja berdasarkan pesanan.
Tak hanya itu, Eggi kembali menjadi sorotan karena menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) ke Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan yang digelar di MK, Senin, 18 September 2017, Eggi menyampaikan bahwa penerbitan Perppu Ormas tidak dalam keadaan genting yang memaksa, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 UUD 1945.
Eggi juga pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Sures Kumar dari Perhimpuan Pemuda Hindu Indonesia. Ia dianggap menyebarkan ujaran kebencian terkait agama serta memberikan pernyataan yang mengusik rasa kebinekaan.
Menurut Sures, Eggi menyatakan bahwa pemeluk agama selain Islam bertentangan dengan Pancasila. Hal ini berkaitan dengan terbitnya Perppu Ormas. Jadi, lanjut Sures, Eggi mengungkapkan kalau Perppu Ormas disetujui, agama yang lain harus dibubarkan.