Penangkapan pendiri WikiLeaks Julian Assange oleh kepolisian Inggris dari Kedutaan Besar Ekuador di London, Kamis, 11 April 2019, menjadi sorotan dunia. Ekuador yang dulu berusaha melindungi Assange, kini justru berubah arah.
Awalnya, Ekuador memberikan perlindungan suaka kepada Julian Assange pada 16 Agustus 2012 lalu. Ekuador mengabulkan permintaan suaka Assange tersebut dengan mempertimbangkan ancaman ekstradisi Assange ke Swedia atas tuduhan pelecehan seksual yang diterima Assange. Selain itu, ada juga kemungkinan Assange akan diekstradisi ke Amerika Serikat (AS) terkait investigasi jaksa federal mereka terhadap WikiLeaks yang membocorkan sejumlah dokumen rahasia pemerintah AS. Saat itu, Assange diperkirakan akan menghadapi pengadilan yang kurang adil dan hukuman berat jika ia diekstradisi ke AS. Perlindungan suaka kepada Assange kemudian diberikan oleh Rafael Correa selaku presiden Ekuador pada saat itu.
Sayangnya, perlindungan itu berakhir di tangan presiden baru Ekuador pengganti Correa, yakni Lenin Moreno.
Kritik Tajam Correa Terhadap Moreno
Correa jelas berpihak kepada Assange. Seperti dilansir Reuters, Assange yang merupakan warga negara Australia itu bahkan dianugerahi status warga negara Ekuador oleh Correa. Karena itu, penangkapan Assange di kedutaan besar Ekuador di London membuat Correa geram.
Ia pun melontarkan kritikan keras terhadap Moreno karena telah mencabut perlindungan suaka terhadap Assange. Tak tanggung-tanggun, Correa menyebut Moreno sebagai ‘pengkhianat terbesar’ dalam sejarah negaranya.
“Pengkhianat terbesar dalam sejarah Ekuador dan Amerika Latin, Lenin Moreno, telah membiarkan polisi Inggris untuk memasuki kedutaan kita di London untuk menangkap Assange,” kata Correa.
“Moreno adalah pria korup, tapi apa yang dilakukannya adalah kejahatan yang tidak akan pernah dilupakan kemanusiaan,”
Ada beberapa tuduhan yang dilontarkan pemerintahan era Moreno terhadap Assange yang mendasari pencabutan suaka. Assange dianggap sering melanggar ketentuan yang diberikan kepadanya. Moreno juga meyakini bahwa Assange, melalui WikiLeaks, telah membocorkan foto-foto pribadi Moreno dan keluarganya ke media sosial beberapa waktu lalu. Puncaknya terjadi ketika WikiLeaks menerbitkan sebuah dokumen mengejutkan yang dikenal sebagai INA Papers yang kemudian menyeret Moreno dan keluarganya dalam pusaran kasus korupsi.
Nama INA Papers merujuk pada sebuah perusahaan lepas pantai, yang diduga dipakai Moreno untuk aktivitas korupsinya. Dokumen yang bocor ke publik pada Februari lalu ini mengkaitkan perusahaan milik saudara laki-laki Moreno kepada sejumlah operasi gelap. Pihak WikiLeaks telah menyangkal keterlibatannya di dalam kasus bocornya dokumen itu, namun Moreno justru meyakini sebaliknya.
Karena hal inilah, Correa beranggapan bahwa penangkapan Assange di London hanya bentuk ‘balas dendam pribadi’ Moreno saja terhadap WikiLeaks. Dalam pernyataan Correa yang dikutip Russian Times, mantan presiden tersebut menganggap Moreno tahu dirinya akan masuk penjara karena kasus korupsi dan pencucian uang.
“Jadi, sebelum dia pergi, dia ingin membahayakan sebanyak mungkin orang, termasuk Julian Assange. Dia memutuskan untuk menghancurkan orang lain sebelum masuk penjara. Dia (Moreno) digerakkan oleh kebencian patologis dan dalam hasratnya untuk membalas dendam, itulah mengapa dia memberikan Assange kepada polisi Inggris,” ucapnya.
Correa juga mengatakan bahwa penangkapan Assange telah melanggar konstitusi Ekuador. Ia menegaskan bahwa suaka yang pernah diberikan kepada Assange merupakan pemberian dari pemerintahan Ekuador, bukan dirinya pribadi.
“Bukan Rafael Correa, yang memberikan suaka kepada Julian Assange. Yang memberikan adalah negara Ekuador. Dan negara Ekuador harus melindungi sosok yang telah dijanjikan akan dilindungi sesuai hukum internasional dan kebanggaan nasional. Namun mereka malah menyerahkannya, mengizinkan polisi Inggris masuk ke kedutaan kita,” ujarnya.
Moreno bersiteguh dengan pandangannya sendiri terkait penangkapan Assange. The Guardian melaporkan (11/4) bahwa Moreno menuduh Assange melanggar ketentuan suaka yang secara ‘dermawan’ diberikan Ekuador. Ada sejumlah hal yang dikeluhkan Ekuador terhadap Assange. Aktivis berambut pirang tersebut dituduh telah mencampuri urusan internal negara lain, berperilaku kasar pada petugas keamanan kedutaan, mengakses dokumen keamanan kedutaan tanpa izin, serta memasang perlengkapan elektronik rahasia di dalam gedung kedutaan. Ekuador menyebut Assange jorok dan tidak beretika.
“Kesabaran Ekuador terhadap perilaku tuan Assange telah mencapai batas ,” kata Presiden Ekuador Lenin Moreno dalam pernyataannya, Kamis, 11 April 2019.
Menteri Dalam Negeri Ekuador, Maria Paula Romo, membenarkan perilaku Assange yang jorok dan agresif. Ia menyebut bahwa Assange sempat mengoles kotorannya ke dinding gedung kedutaan. Namun hal ini ditolerir oleh staf dalam masa pemerintah Correa.