Di episode terbaru Pangeran Mingguan yang tayang Kamis, 31 Januari 2019 kemarin, Faisal Basri hadir sebagai bintang tamu. Sebagai seorang ekonom, Faisal membicarakan beberapa hal terkait kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Bareng Pangeran Siahaan, Faisal juga menceritakan seperti apa seharusnya kita memahami ekonomi dengan cara yang lebih sederhana.
Memahami Ekonomi Seperti Tatanan Keluarga
Membuka perbincangan, Faisal memulainya dengan menceritakan asal usul ekonomi. Menurutnya, ekonomi dapat dimanfaatkan seperti bagaimana mengelola keuangan di satu rumah tangga. “Ekonomi kan berasal dari bahasa Yunani tuh (oikos-nomos) gitu, jadi intinya pengelolaan keuangan rumah tangga, sama saja.” Ia pun melanjutkan, “jadi anggap saja ini rumah tangga besar yang namanya perekonomian itu ada orang tua, ada anak, ada pembantu, ada pendapatan, siapa saja yang memperoleh pendapatan, misalnya ayah, atau ada yang sekarang ibu juga kerja, ada yang kerjanya belanjakan uang saja gitu kan.”
Kemudian, berangkat dari analogi tersebut, baru kemudian kita dapat memahami kondisi naik turunnya perekonomian. Ia menjelaskan hal-hal esensial seperti pentingnya menabung sebagai persiapan menghadapi kondisi perekonomian yang sedang turun. “Nah, bagaimana mengelola uang ini? Tatkala kita pendapatan sedang bagus, dapat bonus, jangan dibelanjakan semua, karena kehidupan ini naik turun, nah itu lah mengelola agar rumah tangga itu bisa mencapai kebahagiaan, dengan sumber daya yang ada, kira-kira seperti itu ekonomi.”
Selain dari kondisi keuangan suatu keluarga, Faisal juga mengungkapkan kalau ekonomi dapat dianalogikan seperti sebuah tubuh. Seperti misalnya ia menganalogikan harga dengan suhu tubuh. “Jadi tubuh manusia itu ada suhu kan? Suhu tubuh, kalau kepanasan kita kena flu atau kena influenza, atau ada virus yang masuk ke dalam tubuh kita. Nah, di ekonomi juga gitu. Ekonomi punya suhu. Apa itu suhu? Harga-harga. Kalau suhu tinggi berarti harga-harga itu menjulang gitu. Nah, kalo harga-harga menjulang kenapa pasti ada sebabnya, oh pasokan tidak lancar, ada banjir, ada musim hujan, oleh karena itu sadar begitu, nah pasokan ini harus dikelola.”
Selain suhu, ia juga menganalogikan sektor keuangan dan perbankan sebagai jantung ekonomi. Ia menganalogikan kalau aliran darah yang dipompa jantung harus lancar. Korupsi, menurut Faisal, adalah yang menghambat aliran darah tersebut. “Siapa nih ekonomi yang berperan sebagai jantung? Sektor keuangan, perbankan, dia nyedot dana dari masyarakat kan dia memompakan kembali dalam bentuk kredit. Nah, kalau fungsi jantungnya terganggu, terganggu juga sistem peredaran darah, dan sebagainya. Ada juga namanya darah, apa itu darah? Ya darah itu yang mengalir, apa di ekonomi yang mengalir? Uang, gitu. Jadi kemudian misalnya korupsi, korupsi itu di dalam kehidupan nyata kan jelas, nah korupsi itu kan racun buat tubuh gitu.”
Kemudian, Pangeran bertanya pada Faisal perihal narasi utang yang dibawa oleh oposisi. Menurutnya, utang adalah hal yang integral dan tidak ada satu manusia pun yang tidak berutang. “Tidak ada suatu negara pun praktis yang tidak berhutang, jadi demikian juga manusia, coba bayangkan generasi milenial ini bagaimana punya rumah, bagaimana punya kendaraan, bagaimana punya peralatan kalau sekadar mengandalkan dari gaji, jadi kalo gaji kan kenaikannya tidak secepat kebutuhan kita kan, jadi barangkali kalo kita menunggu tabungan yang berasal dari gaji itu sampai tua kita tidak dapat rumah gitu, karena kenaikan harga rumah lebih cepat daripada kenaikan gaji,” tutur Faisal.
Ia pun mengungkapkan kalau berutang adalah suatu keharusan demi membiayai urusan publik suatu negara. Harapannya, utang yang dilakukan saat ini dapat mendorong produktifitas dan dikembalikan ketika pendapatan sudah lebih besar daripada kebutuhan. “jadi contohnya begini, pemerintah itu kan bayar gaji pegawai negeri, bayar iuran BPJS orang tidak mampu, membayar pertahanan negara, membangun infrastruktur, dan sebagainya. Nah, itu kalo kebutuhan naik terus tapi ekonomi naik turun, ada siklus, jadi katakan waktu krisis, waktu krisis pendapatan kita anjlok, kebutuhan kan naik terus, nah pada saat kebutuhan melebihi dari pendapatan, selisihnya ini, gap-nya ini ya pinjam gitu, pinjam kemudian nanti pas ekonomi baik kita bayar hutangnya.”
Faisal Basri juga menceritakan kegelisahannya dengan istilah stagnan yang seringkali diucapkan untuk menjelasksan kondisi ekonomi saat ini. Jelas faktanya berbeda. Berdasarkan data, perekonomian Indonesia bertumbuh dengan rata-rata 5 persen daldm 5 tahun terakhir. “Perekonomian kita, ini juga istilah itu sangat penting ya, jadi ada yang mengatakan perekonomian di Indonesia stagnan. Nah, pengertian stagnan baca aja kamus, itu tidak bergerak sama sekali, atau bergeraknya lambat sekali. That’s stagnan. Nah, kenyataannya ekonomi Indonesia itu tumbuh rata-rata ya di sekitar 5 persen dalam 5 tahun terakhir. Jadi bisa dikatakan stabil pada level 5 persen. Jangan dibilang stagnan, 5 persen itu tumbuh gitu.”
Meski demikian, Faisal Basri memang mengungkapkan kalau faktanya, pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan yang ditargetkan Jokowi. Kala berkampanye, Presiden Jokowi pernah berjanji untuk pertumbuhan ekonomi setinggi 7 persen. “Nah, tugas saya secara pribadi gitu ya mendudukan persoalan lah gitu, bahwa lima persen itu memang lebih rendah dari rata-rata. Lima persen itu bukan lah sesuatu yang sangat buruk, pertumbuhan ekonomi dunia itu kira-kira 3-4 ya turun, Indonesia 5. Tapi kalau dibandingkan dengean janji Pak Jokowi 4 tahun yang lalu memang tidak terpenuhi, janji Pak Jokowi itu rata-rata sistem pemerintahannya 7,” ungkapnya.