Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan aktivitas Gunung Anak Krakatau terus erupsi dan statusnya sempat waspada level 2 waspada pada Rabu, 26 Desember 2018. Radius bahayanya adalah radius 2 kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Namun, status itu kini meningkat.
“Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), dengan zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer. Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah,” tulis Sutopo di akun Twitter resminya @Sutopo_PN, Kamis, 27 Desember 2018.
Lebih lanjut, Sutopo mengatakan PVMBG merekomendasikan masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 km dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Selain itu, masyarakat disarankan tidak melakukan aktivitas di pantai pada 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai di Selat Sunda.
PVMBG menaikkan Status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), dengan zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer. Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah. pic.twitter.com/cvGpuxtpno— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 27, 2018
“Masyarakat dihimbau tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya. Gunakan selalu informasi dari PVMBG untuk peringatan dini gunungapi dan BMKG untuk peringatan dini tsunami selaku institusi yang resmi. Itu ketentuan di Indonesia,” ucap Sutopo.
Bukan tanpa alasan Sutopo terus menyampaikan peringatan soal aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau setiap hari. Pasalnya, abu vulkanik dari erupsi tersebut bisa membahayakan kesehatan. Selain itu, abu vulkanik juga bisa berdampak buruk bagi kehidupan sekitar.
Baca Juga: Mengapa Gunung Anak Krakatau Harus Bertanggung Jawab Pada Tsunami Selat Sunda?
Perlu diketahui bahwa potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar, aliran lava dari pusat erupsi dan awan panas yang mengarah ke selatan. Sementara sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.
Kepala Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan erupsi dari Gunung Anak Krakatau juga membahayakan untuk penerbangan. Kesimpulan itu setelah BMKG melakukan pemantauan dari udara menggunakan pesawat terbang.
“Jelas dan itu kami pantau setiap saat. Kami pantau dengan satelit Himawari. Dari pemantauan kami, arah sebaran abunya itu akan terdeteksi dipengaruhi oleh arah angin,” kata Dwikorita saat jumpa pers di Gedung BMKG, Selasa, 25 Desember 2018 malam lalu.
Dwikorita mengatakan bahwa BMKG sudah mencoba untuk mengecek secara langsung melalui udara tebing kawah dari Gunung Anak Krakatau. Dua kali terbang mendekat dalam rangka untuk mengecek langsung tebing kawahnya, namun sampai saat ini belum berhasil.
“Sampai dua kali ini kami sudah hampir sampai, awannya tebal dan hari pertama kaca pesawat itu sudah kena partikel-partikel abu sehingga kami bersama TNI menyatakan bahwa ini dapat membahayakan mesin pesawat, harus segera kembali,” ucapnya.
Selain itu, abu vulkanik yang dikeluarkan dari Gunung Anak Krakatau memang tak boleh dianggap remeh terutama bagi yang tinggal di daerah yang terpapar oleh abu tersebut. Bahkan, abu vulkanik bisa membahayakan kesehatan paru-paru dan kulit.
Menurut ahli kesehatan paru, bahaya abu vulkanik dari letusan gunung berapi seperti yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau, juga bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan pernapasan. Debu vulkanik sendiri berukuran amat kecil, kira-kira kurang dari 10 mikron. Namun, debu dengan uluran ini berpotensi besar mengganggu pernapasan.
Sedangkan debu dengan ukuran kurang dari lima mikron memiliki dampak yang lebih mengerikan lagi. Debu super kecil yang ada justru bisa menembus saluran pernapasan bagian bawah atau organ paru-paru.
Abu vulkanik tersebut benar-benar bisa menimbulkan bahaya akut dan kronik bagi kesehatan. Efek akut ini terdiri dari iritasi saluran dan gangguan pernapasan. Gejala yang ditimbulkan bisa berupa hidung berlendir, sakit tenggorokan, batuk kering, hingga sesak napas.
Selain itu, dampak akut itu juga bisa dialami oleh seseorang yang sudah memiliki gangguan pernapasan. Misalnya, bronkitis, emfisema, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) lainnya. Selain itu, abu vulkanik juga bisa berdampak kronis, yang disebabkan oleh paparan abu vulkanik dalam waktu yang relatif lama.
Baca Juga: Selat Sunda, Rawan Tsunami Berbagai Faktor dan Tempat Lalu Lalang Kapal
Bahaya abu vulkanik yang bisa berefek kronik ini bisa mengakibatkan penurunan fungsi paru. Biasanya, paparan abu vulkanik ini memang membutuhkan waktu tahunan hingga dapat mengakibatkan PPOK. Lebih jauh, efek kronik dari paparan abu vulkanik juga bisa menyebabkan silikosis pada jaringan paru.
Abu vulkanik yang berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau diketahui mengandung mineral kuarsa, kristobalit atau tridimit. Zat-zat tersebut merupakan kristal silika bebas atau silikon dioksida (SiO2) yang bisa menyebabkan penyakit paru yang fatal atau silikosis. Abu silikosis sendiri memiliki bentuk yang sangat halus dan menyerupai pecahan kaca.
Penyakit yang umum ditimbulkan dari bahaya abu vulkanik itu adalah gejala seperti iritasi pada hidung, meler, sakit tenggorokan yang disertai batuk kering, sesak napas, dan mengi dengan dahak berlebihan.
Selain berdampak bahaya bagi pernapasan dan paru-paru, abu vulkanik yang berasal dari Gunung Anak Krakatau juga berbahaya bagi kesehatan kulit. Gunung berapi meletus sendiri memiliki beragam kandungan seperti silika, mineral, dan bebatuan. Lalu, ada juga unsur yang paling umum seperti natrium, kalsium, kalium, magnesium, florida, sulfat, dan klorida.
Bahan-bahan tersebut bersifat asam yang bisa menimbulkan iritasi. Selain bersifat asam, abu vulkanik juga terdiri dari bermacam debu, partikel dan pollen yang bisa menimbulkan alergi. Bahaya abu vulkanik pada seseorang yang alergi, bisa meningkatkan risiko mengalami alergi bila terpapar bahan-bahan tersebut.