Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kemeja putih lengan panjang digulung dan dasi warna merah baru saja memasuki ruangan sekitar pukul 2 siang. Ia nampak sudah siap dengan segala pesan dan amanat yang akan dibawa untuk Sidang Kabinet Paripurna yang bertemakan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2019. Namun sebelum memulai sidang yang dilaksanakan di tanggal 12 Februari 2018 kemarin, ada satu hal unik, yaitu Presiden Jokowi mendatangi Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mengucapkan selamat. Dengan senang hati, Sri Mulyani menerima ucapan selamat tersebut. Ucapan selamat ini diberikan oleh Presiden Jokowi karena Sri Mulyani baru saja mendapatkan penghargaan menjadi menteri terbaik di dunia dalam acara World Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab.
Melihat peran dan jasa Sri Mulyani untuk Indonesia, memang tidak berlebihan nampaknya ia mendapatkan penghargaannya tersebut. Penghargaan tersebut baru dimulai di tahun 2016, dan setiap tahunnya hanya diberikan ke satu orang menteri di seluruh dunia. Pantas saja Presiden Jokowi begitu berbangga hati melihat menterinya menjadi menteri terbaik di dunia.
Sama seperti di era Reformasi, era Orde Baru dan Orde Lama pun memiliki ‘Sri Mulyani’ masing-masing. Era Orde Lama dan Orde Baru juga memiliki menteri-menteri bak pahlawan yang benar-benar berhasil membuat Indonesia melangkah dan menjadi lebih baik. Di era Orde lama, misalnya. Siauw Giok Tjhan merupakan nama yang masih asing di telinga banyak orang Indonesia, namun ia lah sesosok pahlawan bagi kaum minoritas di masa awal-awal kemerdekaan. Siauw Giok Tjhan lahir di Surabaya tahun 1914. Sejak kecil, ia memang seorang yang aktif menentang diskriminasi. Pernah dihina warga Belanda karena seorang Tionghoa, Siauw Giok Tjhan bertekad untuk terus memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia.
Perjuangannya yang begitu gigih menghantarkan Siauw Giok Tjhan menjadi kader Partai Tionghoa Indonesia (PTI). Partai ini adalah partai yang mengusahakan warga etnis Tionghoa yang memang tinggal di Indonesia untuk mencintai dan berjiwa Indonesia. Selain menjadi kader PTI, Siauw Giok Tjhan juga aktif menjadi jurnalis dan mengusahakan kemajuan sepak bola Indonesia sebelum merdeka.
Setelah merdeka, perjuangan Siauw berlanjut di Partai Sosialis (PS) yang didirikan oleh Sutan Sjahrir. Kedekatan Siauw dengan Amir Sjarifudin semenjak di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) membuat Siauw masuk ke PS. Meskipun terpecah dan Sutan Sjahrir memilih untuk membangun PSI, Siauw tetap bertahan di PS.
Perjuangannya membantu Tionghoa dan aktif di perpolitikan Indonesia mengantarkan Siauw menjadi Menteri Negara Urusan Minoritas ketika kabinet dipimpin oleh Amir Sjarifudin di tahun 1947. Melihat sepak terjang Siauw, jelas alasan mengapa ia dipilih dalam kabinet Amir.
Di tahun 1954, Siauw membentuk Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki). Pendirian ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak Tionghoa dengan konsep integrasi, bukan asimilasi. Alasannya, kalau asimiliasi, nilai dan adat Tionghoa harus dihilangkan, dan ini benar-benar ditolak oleh Siauw. Sedangkan integrasi, nilai dan adat Tionghoa diperbolehkan untuk tetap dipraktikkan oleh warga Tionghoa.
Hal lain yang membuat Siauw Giok Tjhan menjadi sesosok menteri yang begitu gemilang adalah karena ia merupakan pendiri dari Universitas Res Publica (URECA), yang kini dikenal sebagai Universitas Trisakti. Kedekatannya dengan komunisme membuat Baperki dan URECA dibubarkan ketika tampuk kekuasaan jatuh ke tangan Soeharto. Ia pun pernah dipenjara selama 13 tahun oleh Orde Baru tanpa proses pengadilan. Meskipun sempat dibubarkan, Soeharto membentuk universitas baru untuk menggantikan URECA tersebut, yaitu Universitas Trisakti.
Setelah Siauw Giok Tjhan, era Orde Baru di bawah Soeharto juga pernah punya satu menteri yang begitu gemilang. Namanya adalah BJ Habibie. Sesosok yang kita kenal sebagai wakil presiden untuk Soeharto dan presiden yang menggantikan Soeharto ini ternyata begitu lama menjadi menteri untuk Indonesia, yaitu selama 20 tahun! Dari tanggal 29 Maret 1978 hingga 11 Maret 1998 lebih tepatnya. Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan. Kepintarannya membuat Habibie berkesempatan belajar di Delft, Belanda, untuk melanjutkan studi tentang pesawat udara dan aerospace di Technische Hogeschool Delft. Belum selesai belajar di Delft, kondisi dalam negeri Indonesia yang bergejolak karena kasus Irian Jaya Barat antara Indonesia dan Belanda membuat Habibie harus pindah ke Technische Hochschule Aachen, Jerman. Tahun 1960, Habibie pun menerima gelar insinyurnya.
Di tahun 1974, Soeharto merekrut Habibie yang tinggal di Jerman untuk membantunya dalam membangun industri di Indonesia. Awalnya, Habibie ditempatkan sebagai asisten spesial Ibnu Sutowo, direktur utama Pertamina kala itu. Dua tahun kemudian, Habibie diposisikan sebagai direktur utama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Tepat di tahun 1978, melihat perkembangan yang begitu baik, Soeharto memilih Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Kecerdasannya yang luar biasa membuat posisi Habibie tak tergoyahkan.
Beberapa kesuksesan Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi adalah tentu membangun industri di Indonesia, terutama penerbangan. Di tahun 1980-an, IPTN telah begitu berkembang, terutama di sektor perakitan helikopter dan pesawat penumpang kecil. Di tahun 1985, IPTN mengubah namanya menjadi Dirgantara. Tidak hanya industri penerbangan, sebeagai Menteri Riset dan Teknologi, Habibie juga mengawasi sepuluh industri milik negara, termasuk kapal, kereta api, baja, senjata api, komunikasi, dan energi. Membangun industri Indonesia di awal-awal pembangunan tentu tidak mudah, namun Habibie berhasil untuk melakukannya.
Di era Reformasi, satu nama menteri yang begitu dekat dan gemilang adalah Sri Mulyani. Sosok Menteri Keuangan Indonesia yang benar-benar diakui oleh dunia kehebatannya. Sri Mulyani merupakan seorang ekonom lulusan Universitas Indonesia di tahun 1986. Tidak hanya berhenti di situ, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Illinois hingga S-3. Di tahun 2001, Sri Mulyani pindah ke Atlanta, Georgia sebagai konsultan untuk program bantuan Amerika Serikat ke Indonesia, yaitu US Agency for International Development (USAID).
Di tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Banyak orang yang belum kenal dengan Sri Mulyani saat itu. Salah satu aksinya yang menaikkan namanya adalah ketika Sri Mulyani berhasil memecat pegawai bea cukai yang terbukti korupsi. Sri Mulyani menjadi salah satu menteri yan gmenginisiasikan program anti korupsi di sektornya dengan baik dan benar. Keberhasilan Sri Mulyani di tahun pertamanya ini berhasil membuat Indonesia menarik investasi sebesar $8,9 miliar. Di tahun 2006, ia pun mendapatkan penghargaan Euromoney Finance Minister of the Year.
Di tahun 2007, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen, tertinggi setelah krisis tahun 1997. Di tahun 2008, di tengah krisis ekonomi global, Sri Mulyani berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 6 persen. Keahliannya dalam mengurus ekonomi membuat ia terpilih kembali sebagai Menteri Keuangan di periode kedua kepemimpinan SBY. Namun, di tahun 2010, Sri Mulyani mengundurkan diri dari kursi Menteri Keuangan karena ia ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana World Bank Group. Dengan jabatannya tersebut, ia mengawasi 74 negara, yaitu di Amerika Latin, Karibia, Asia Timur dan Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Di tahun 2016, Sri Mulyani kembali menjadi Menteri Keuangan Indonesia. Hal tersebut membuat banyak pihak cukup senang, mengingat dibutuhkannya sesosok menteri yang benar-benar ahli dan terbukti memimpin pertumbuhan ekonomi Indonesia. Aksi pertamanya adalah dengan merombak APBN 2016 dengan memangkas anggaran belanja dalam APBN-P 2016 sebesar Rp133,8 triliun.
Berbagai aksi nyata yang telah ia lakukan pun terbukti telah membuat ia terpilih sebagai Menteri Keuangan terbaik di dunia. Meskipun banyak pihak yang menilai miring perihal Rupiah, kemampuan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan tidak perlu diragukan lagi.