Selamat ulang tahun, ASEAN!
Hari ini, 8 Agustus 2018, merupakan hari peringatan berdirinya ASEAN. Tepat 51 tahun lalu, perwakilan dari Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia bertemu di Bangkok dan mendeklarasikan terbentuknya ASEAN. Deklarasi tersebut pun dikenal hingga kini dengan nama Deklarasi Bangkok.
Meskipun telah berdiri selama setengah abad lebih, ASEAN seringkali “dilupakan” oleh masyarakat dari negara-negara anggotanya. Bahkan, besar kemungkinan masih banyak orang yang belum tahu banyak tentang ASEAN, di luar dari apa yang mereka pelajari di sekolah. Berangkat dari kondisi ini, saya akan menjelaskan kegunaan ASEAN yang sesuai dengan isi Deklarasi Bangkok tersebut.
Sebelum masuk ke kegunaannya di masa sekarang, mari pahami terlebih dahulu tujuan awal terbentuknya ASEAN. Kembali ke tahun 1967, organisasi ini dibentuk dengan misi meningkatkan kepercayaan antar negara di kawasan sekaligus menjaga kestabilan pembangunan ekonomi yang baru saja dimulai di beberapa negara ASEAN, seperti di Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Tujuan ini pun sebenarnya terpampang jelas dalam Deklarasi Bangkok yang berbunyi:
“To accelerate the economic growth, social progress, and cultural development in the region through joint endeavours in the spirit of equality and partnership in order to strengthen the foundation for a prosperous and peaceful community of South-East Asian Nations.”
Namun, sebenarnya ada tujuan lain dari terbentuknya ASEAN di luar poin tersebut. Selain untuk menjaga kestabilan ekonomi, ASEAN juga sebenarnya dibentuk untuk mencegah pengaruh komunisme Uni Soviet yang kala itu mulai melebar ke berbagai negara di dunia ke wilayah ASEAN. Untuk berbicara lebih jauh tentang hal ini, mari kita mencoba mengulas sejarah ketika itu.
Saat itu, tatanan internasional terbagi menjadi dua kekuatan adidaya, yaitu Amerika Serikat dengan gagasan liberalisme dan Uni Soviet dengan gagasan komunisme. Walau tidak ada perang secara terbuka, namun kedua negara tersebut beradu pengaruh secara budaya dan ideologis ke berbagai negara dunia. Amerika Serikat memiliki pengaruh kuat di Korea Selatan, Jepang, dan hampir seluruh wilayah Eropa Barat. Sedangkan Uni Soviet pun dapat menyebarkan gagasan ideologinya ke negara lain, seperti India dan Vietnam.
Dengan hadirnya komunisme di Asia Selatan dan Tenggara, menandakan bahwa Asia Tenggara juga bisa menjadi target selanjutnya. Bahkan hal ini dimulai dengan adanya kesepakatan Amerika Serikat dengan beberapa pihak dalam upaya mencegah masuknya paham komunis di Asia Tenggara. Dalam tulisan Mohamad Faisal Keling yang berjudul The Development of ASEAN from Historical Approach, sebelum sampai ke ASEAN, terdapat beberapa kerja sama yang secara langsung memperlihatkan usaha Amerika Serikat untuk membawa pengaruhnya di Asia Pasifik. Salah satu buktinya terlihat dalam pendirian Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) yang dibentuk tahun 1954 di Manila, Filipina. Anggota dari SEATO ini antara lain Filipina, Thailand, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Inggris Raya, Amerika Serikat dan Perancis.
Pada tahun 1967, ASEAN terbentuk. Dalam ASEAN kala itu, tidak ada sama sekali terlihat kehadiran Amerika Serikat. Bahkan di ASEAN, intervensi negara lain merupakan sesuatu yang tabu. Namun, sebenarnya pengaruh Amerika Serikat di kawasan ini begitu besar. Alih-alih menggunakan kerja sama langsung dengan ASEAN, Amerika Serikat menggunakan perjanjian bilateral dengan masing-masing negara Asia Tenggara untuk memastikan komunisme tidak berkembang di negara-negara tersebut. Salah satu bukti nyata adalah seperti rezim Orde Baru yang tidak memberikan ruang untuk komunisme sama sekali. Dalam tulisannya di tahun 1992, Graham Evans dan Jeffrey Newnham pun menyatakan bahwa kedekatan Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN dapat dipahami sebagai salah satu cara untuk mencegah persebaran komunisme ke kawasan Asia Tenggara.
Setelah perang dingin selesai, tatanan internasional yang berubah drastis seiring runtuhnya Uni Soviet, membuat ASEAN harus kembali memikirkan tujuan utama pendirian ASEAN. Apalagi anggota pun bertambah, dari 5 negara menjadi 10, yaitu: Myanmar, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Semakin banyaknya anggota ini juga membuat proses arah kebijakan semakin kompleks.
Salah satu kegunaan utama ASEAN saat ini adalah untuk menghadapi perubahan-perubahan signifikan di tatanan internasional sehingga dapat menjadi tempat trust-building bagi negara anggotanya. Alih-alih menjadi kawasan yang terikat, ASEAN memilih jalan untuk memperkuat kepercayaan antar negara anggota terlebih dahulu. Buktinya terlihat dari adanya wacana tiga pilar masyarakat ASEAN. Melalui masyarakatnya, alih-alih elit, diharapkan trust-building ini dapat terjalin.
Selain untuk menjadi tempat trust-building, saat ini ASEAN pun sudah memperlihatkan fungsi ekonominya dalam hal perluasan lapangan kerja. Kini masyarakat Indonesia tidak hanya dapat bekerja di Indonesia, tapi juga memiliki kesempatan kerja di negara ASEAN lainnya. Hal ini tertuang dalam Mutual Recognition Agreement (MRA).
Perjanjian MRA ini adalah sebuah kerangka yang dibentuk untuk memudahkan mobilitas para pekerja dalam lingkup ASEAN. Dalam MRA ini terdapat 8 jenis pekerjaan yang disamakan standar kerjanya bagi seluruh calon pelamar. Dengan begitu, kemampuan para pekerjanya pun dijamin memiliki keterampilan yang mumpuni. Kedelapan profesi tersebut adalah insinyur/teknik, bidan, arsitektur, surveyor, dokter gigi, praktisi medis, pariwisata, akuntan.
Secara politis, ASEAN dapat berfungsi sebagai “kepanjangan tangan” kebijakan luar negeri Indonesia. Sebagai sebuah negara, Indonesia pasti memiliki kepentingan luar negerinya sendiri. Ambil contoh, kebijakan poros maritim global milik Presiden Jokowi saat ini. Kebijakan tersebut membutuhkan sebuah wadah multilateral yang dapat mendorong tercapainya kebijakan luar negeri ini. Jika Indonesia sendirian, tanpa bantuan dari organisasi kawasan, misalnya, akan lebih sulit mencapai kebijakan poros maritim global ini. Jalur laut akan sulit dibuka dan negara lain akan curiga dengan aktivitas Indonesia. Namun, dengan bekerja sama melalui ASEAN, Indonesia dapat beropini dan meredam kecurigaan tersebut. Lebih lagi, kita juga dapat memastikan setidaknya ada sepuluh negara di sekitarnya yang dapat diajak bekerja sama untuk membangun kerja sama di jalur laut.