Seribuan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) menggelar aksi demonstrasi di halaman kantor gubernur Aceh di Banda Aceh, Aceh pada Selasa (17 Juli).
Mereka menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar melepaskan Gubernur Aceh Nonaktif Irwandi Yusuf yang ditahan KPK setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Massa yang disebut-sebut datang dari berbagai kabupaten kota di Aceh mulai merapat ke halaman kantor gubernur sekitar pukul 10:30 WIB. Di sana, di atas sebuah mobil mereka saling bergantian berorasi menggunakan pengeras suara.
Massa turut membawa spanduk bertuliskan “KPK stop kriminalisasi di Aceh”, “KPK pro-rakyat, bukan perpanjangan tangan politikus”, dan beragam pesan lainnya.
Dalam orasinya mereka menilai penangkapan Irwandi Yusuf oleh KPK punya kaitan kuat dengan campur tangan pihak lain. Bahkan mereka menyebut KPK telah dipolitisir agar menangkap mantan ahli propaganda Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut.
“Kami siap membuat senjata rakitan untuk membuat konflik yang baru, kalau Irwandi tidak dilepas,” kata Abu Munir mantan juru bicara GAM Meureuhom Daya dalam orasinya. Seratusan polisi yang berbaris di pelataran kantor gubernur tak bergeming.
Sosok Irwandi Yusuf menurut mereka adalah seorang pemimpin yang peduli terhadap janda dan yatim piatu korban konflik.
“Bapak Irwandi Yusuf itu bapak anak yatim, telah banyak membantu rakyat Aceh,” kata Fahmi Nuzula, orator lainnya.
Dalam aksi itu, turut hadir pula anak-anak dan perempuan. Cut Rahmiyati, yang merupakan koordinator massa perempuan mengatakan bahwa dirinya ikut melakukan demonstrasi bukan karena partisan partai. Padahal, Irwandi Yusuf adalah ketua umum Partai Nanggroe Aceh, sebuah partai lokal di Aceh.
“Kami ada sebuah perkumpulan perempuan, saya yakinkan bahwa ini bukan partisan partai,” kata dia.
Menurut Rahmiyati, bersalah ataupun tidak, Irwandi tetap harus dipulangkan ke Aceh.
“Walaupun bersalah kenapa tidak dikembalikan ke Aceh, pemimpin kami bukan di-OTT, tapi diculik,” kata dia.
Aksi tersebut berlangsung hingga malam hari. Sebagian massa dikabarkan menginap di pelataran kantor gubernur. Massa turut menggembok gerbang kantor gubernur dan mendirikan dapur umum.
Demonstrasi ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan. Sebelumnya pada Senin 9 Juli, massa juga melakukan aksi serupa di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Irwandi Terjaring OTT KPK
Gubernur Aceh Nonaktif Irwandi Yusuf terjaring OTT oleh KPK pada Selasa, 3 Juli 2018. Irwandi disebut-sebut menerima suap terkait pengalokasian Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018 dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Selain Irwandi dan Ahmadi, KPK turut menahan dua pihak swasta lainnya yaitu T Syaiful Bahri dan Hendri Yuzal. KPK turut mengamankan barang bukti uang sebesar Rp500 juta. Setelah diperiksa di Mapolda Aceh, pada Rabu pagi, 4 Juli, keempatnya langsung diboyong ke Jakarta.
Uang Rp500 juta yang diamankan KPK diduga diberikan oleh Bupati Bener Meriah Ahmadi untuk Irwandi Yusuf sebagai bagian dari total Rp1,5 Miliar. Uang itu diminta Irwandi untuk fee atas proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka penerima suap, yaitu Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan T Syaiful Bahri. Sedangkan Bupati Bener Meriah Ahmadi ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Irwandi dan dua tersangka penerima suap lain disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 25 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Bupati Ahmadi selaku pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001.
Tangkap Penebar Isu Konflik
Menanggapi beragam suara dari pendemo, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan jika massa menganggap OTT ada yang tidak sesuai maka disarankan agar melakukan upaya hukum.
“Jika ada yang dirasa tidak sesuai, dapat dilakukan upaya hukum. Misal praperadilan atau mengajukan bukti-bukti lain,” kata dia, Selasa, 17 Juli.
“Yang perlu kita pahami bersama, yang dirugikan akibat perbuatan korupsi adalah masyarakat.”
Sementara, Direktur Advokasi Hukum dan HAM Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Yudhistira Maulana, meminta Kapolda Aceh untuk menangkap orang-orang yang mengancam akan kembali membuat konflik bersenjata di Aceh.
“Kami menolak unjuk rasa dengan menebar kebencian dan isu permusuhan antara Aceh dan Jakarta, kami meminta Kapolda Aceh menangkap orang-orang yang menebar isu tersebut, rakyat Aceh sudah senang dengan perdamaian saat ini, penebar isu konflik merupakan ancaman terhadap perdamaian, dan ini menjadi teror bagi masyarakat Aceh,” kata Yudhistira kepada ASUMSI, Rabu pagi, 18 Juli.
Menurutnya, polisi dapat menggunakan pasal 368 ayat (1) KUHP atau pasal 29 jo pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjerat pelaku yang menebar ancaman Aceh berkonflik dengan Jakarta seperti masa lalu.
Terkait demontrasi yang dilakukan oleh massa pendukung Irwandi, Yudhistira menghimbau agar masyarakat Aceh menghormati proses hukum yang di lakukan oleh KPK. Ia turut mengajak agar massa mengawal proses hukum hingga ke persidangan.
“Jika nanti dalam persidangan Irwandi tidak bersalah maka KPK wajib membebaskannya, tapi jika bersalah maka Irwandi harus menjalani hukumannya, salah tidaknya nanti pengadilan yang akan memutuskan, kita semua masyarakat Aceh akan mengawal persidangannya,” tutur dia.