Budaya Pop

Politik Identitas, Isu Seksi untuk Para Politikus?

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Peradaban melihat politik identitas sebagai bagian dari perjuangan kelompok sosial, seperti halnya kelompok budaya, ras atau etnis untuk membela haknya. Identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jati diri, ciri atau keadaan khusus seseorang. Jadi jika kita membicarakan politik identitas, bisa diartikan itu adalah bentuk sederhana atas politik yang hadir yang merepresentasi jati diri atau keadaan khusus seseorang.

Politik identitas sendiri sebenarnya masih hadir dalam definisi yang bias. Politik identitas diartikan sebagai politik yang membela kepentingan anggota dalam suatu kelompok sosial, yang hadir dengan skema sebagai kelompok yang tersisihkan oleh suatu dominasi politik besar dalam suatu negara. Politik identitas hadir dengan tujuan membawa keadilan untuk kelompok sosial kecil tersebut di antara dominasi politik besar.

Menurut Stuart Hall, seorang ahli budaya, identitas seseorang tidak dapat dilepaskan dari kesadaran terhadap ikatan kolektivitas. Dari pernyataan tersebut, maka ketika identitas disimpulkan sebagai sesuatu yang membuat seseorang memiliki kesamaan dengan orang lain, maka pada saat pandangan itu muncul, maka akan muncul juga identitas yang memformulasikan keberbedaan atau sesuatu yang di luar persamaan-persamaan tersebut. Karenanya, jika kita membicarakan politik identitas, maka hal ini pastilah identik dengan hal yang berbau kumpulan massa atau kelompok, karena disitu merupakan unsur pembentuknya. Dapat disimpulkan bahwa politik identitas adalah suatu tindakan politik yang dilakukan individu atau sekelompok orang yang memliki kesamaan identitas, untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan anggotanya. Politik identitas sering digunakan untuk merekrut dukungan orang-orang yang termarjinalkan dari kelompok mayoritas.

Pada pemilihan umum sebelumnya, politik identitas ini belum secara maksimal digunakan dalam kegiatan kampanye, walaupun memang ada dan masih digunakan dalam skala kecil. Sedangkan seiring dengan fleksibilitas politik dan strategi kampanye dan berubahnya karakteristik masyarakat, perubahan ini terjadi. Politik identitas menjadi suatu hal yang dianggap penting dan kemudian digunakan oleh banyak elit politik dan partai politik sebagai suatu strategi penting dalam mendulang suara, iya mendulang suara.

Dahulu, kegiatan kampanye yang melibatkan massa yang banyak digunakan oleh hampir semua politikus. Massa datang ke lapangan tempat orasi politik, di mana mereka sebelumnya diberi kaos bergambar gambar lambang partai yang tergambar di punggung, juga tidak lupa rokok dan air mineral. Selain dengan metode ini, cara lain yang lumrah digunakan adalah konvoi dengan menggunakan puluhan hingga ratusan kendaraan hingga memadati jalanan kota. Para kader dan simpatisan hadir dan mempertontonkan identitas dengan visual yang mencolok mata, penyanyi dangdut siap untuk menghibur di atas panggung begitu orasi politik dari si calon selesai, kader dan simpatisan terlihat puas dengan seluruh paket kampanye ini dan pulang dengan hati bahagia. Well, the more the merrier..

Namun, munculnya media baru merubah semuanya. fleksibilitas politik, ditambah dengan kemudahan arus informasi menyebabkan terjadinya peralihan gaya berpolitik dalam kampanye, dari pelibatan massa yang besar. Dari sini, dimulailah keterlibatan politik identitas sebagai salah satu strategi dari orang-orang yang memliki persamaan identitas baik dalam gender, agama, etnis, budaya dan agama, untuk mewujudkan kepentingan yang hadir dari kelompoknya. Politik identitas sebenarnya tidak dilarang dalam berdemokrasi, jurnalis Amy Guttman menyebutkan bahwa politik identitas mewakili siapa orang tersebut, bukan hanya sebatas apa yang mereka inginkan. Maka dari itu dalam demokrasi, memungkinkan politik identitas untuk hadir.

Politik identitas bisa pula muncul dalam pola berbeda, kekhawatiran pun bermunculan. Isu antar golongan yang merepresentasi hal semacam suku, agama dan ras, juga mulai bermunculan. Banyak yang berpendapat bahwa kedepannya, jika elit poliitik dan partai terus memainkan politik identitas, maka hal ini hanya akan meluruhkan nilai demokrasi yang memegang teguh asal persatuan dan kesatuan, yang mengakomodir suara seluruh rakyat yang muncul dalam keberagaman. Kita berbeda, tapi tetap satu, iya kan?

Share: Politik Identitas, Isu Seksi untuk Para Politikus?