Tanggal 10 Mei yang lalu, publik dunia menyaksikan sejarah baru, yaitu disumpahnya Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri Malaysia pertama yang berasal dari koalisi Pakatan Harapan, dengan partainya adalah Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM). Terpilihnya Mahathir ini tidak hanya dianggap sebagai sebuah transisi kepemimpinan biasa. Lebih dari itu, terpilihnya Mahathir memunculkan harapan publik Malaysia bahwa kasus korupsi dan segala bentuk kecurangan yang pernah terjadi di pemerintahan yang sebelumnya dapat terselesaikan. Penasaran apa saja yang telah terjadi pasca Mahathir terpilih sebagai Perdana Menteri? Yuk, lihat!
Salah satu dampak dari kalahnya koalisi Barisan Nasional adalah ditinggalkannya koalisi ini oleh berbagai partai. Di gelombang pertama, partai-partai di Sabah mulai meninggalkan Barisan Nasional (BN) dan memilih jalannya masing-masing. Partai-partai tersebut adalah United Pasokmomogun Kadazandusun Murut Organisation (UPKO), Parti Bersatu Sabah (PBS), Parti Bersatu Rakyat Sabah (PBRS), dan Liberal Democratic Party (LDP).
Salah satu janji dari Mahathir ketika terpilih adalah dapat membebaskan Anwar Ibrahim. Anwar Ibrahim merupakan seorang politikus reformis. Di tahun 1999, ia dipenjara karena tuduhan korupsi. Setelah menyelesaikan masa tahanannya, ia tidak boleh berkecimpung di dunia politik hingga tahun 2008. Selain adanya larangan tersebut, tuduhan lain pun mengikuti Anwar Ibrahim. Kali ini, Anwar Ibrahim dituduh melakukan tindakan sodomi. Di tahun 2014, tuduhan ini pun berubah menjadi mimpi buruk baginya. Ia harus kembali mendekam di penjara selama lima tahun. Namun, banyak lembaga hak asasi manusia yang merasa bahwa tuduhan ini tidak benar dan bersifat politis. Mahathir, yang kali ini berada di koalisi yang sama, pun berusaha untuk membantu Anwar Ibrahim mendapatkan grasi dari kerajaan dan bebas tanpa harus mendapat larangan berpolitik. Benar saja, ketika Mahathir terpilih sebagai perdana menteri Malaysia, enam hari kemudian Anwar Ibrahim dibebaskan dan mendapatkan grasi kerajaan.
Menyusul gelombang pertama, People’s Progressive Party (PPP) pun meninggalkan Barisan Nasional.
11 hari dari pelantikannya, Mahathir meresmikan kabinet menteri yang akan bekerja sama dengannya di berbagai sektor pemerintahan. Wajah-wajah politikus muda pun banyak menghiasi kabinet menteri Mahathir ini.
Di gelombang kedua ini, partai-partai Sarawak lah yang turut keluar dari Barisan Nasional. Partai-partai di Sarawak ini pun membentuk koalisi baru yang dinamakan Gabungan Parti Sarawak (GPS). Partai-partai tersebut adalah Parti Pesaka Bumiputera Bersatu (PBB), Parti Rakyat Sarawak (PRS), Progressive Democratic Party (PDP), dan Sarawak United’s People’s Party (SUPP).
Gelombang kedua yang merupakan keluarnya partai-partai asal Sarawak pun memicu Partai Gerakan Rakyat Malaysia untuk keluar dari koalisi.
Selain partai-partai yang keluar dari Barisan Nasional, UMNO pun harus kehilangan tiga orang kadernya yang sedang menjabat menjadi anggota parlemen (MP). Ketiga orang tersebut adalah Dr. Noor Azmi Ghazali yang keluar di tanggal 24 Juni 2018, Syed Abu Hussin Hafiz Syed Abdul Fasal yang keluar tanggal 27 Juni 2018, dan Mas Ermieyati Samsudin yang keluar di tanggal 1 Juli 2018.
Sebagai lawatan kenegaraan yang pertamanya, Mahathir memilih Indonesia. Pertemuan dua hari dengan Joko Widodo ini merupakan sebuah usaha dari kedua belah pihak untuk membicarakan terkait kerja sama strategis ke depannya. Selain itu, Mahathir juga bertemu dengan komunitas Malaysia di Indonesia.
Sebagai salah satu janji Mahathir lainnya, ia akan berusaha mengusut tuntas salah satu skandal korupsi terbesar di Malaysia, yaitu skandal 1MDB. Skandal ini melibatkan mantan perdana menteri Malaysia sebelumnya, Najib Razak. Dalam skandal ini, Razak dituduh oleh Komisi Antikorupsi Malaysia melakukan korupsi dengan mentransfer uang dari 1MDB, perusahaan investasi milik negara, ke rekening pribadinya.
Untuk memastikan bahwa kabinetnya transparan dan bersih dari korupsi, Mahathir meminta para menterinya untuk melaporkan kekayaan. Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan pada warga Malaysia bahwa pemerintahan ini merupakan pemerintah yang transparan. Selain itu, Mahathir juga meminta menterinya untuk tidak menerima hadiah dari siapapun dalam bentuk apapun, mengingat hadiah tersebut merupakan wilayah abu-abu yang dapat dinilai sebagai bentuk tindakan korupsi.