Kasus Setya Novanto yang jadi perhatian publik selama berbulan-bulan lamanya akhirnya masuk pada vonis hukuman pidana. Mantan Ketua DPR ini terbukti bersalah dan dihukum selama 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta hak politiknya dicabut selama lima tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa, 24 April.
Namun, salah satu lembaga penggiat antikorupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa kecewa dengan putusan hakim terkait hukuman yang dijatuhkan kepada Setya Novanto. ICW bilang, seharusnya hukuman yang layak untuk Setya Novanto adalah penjara seumur hidup.
“Setya Novanto sudah sepatutnya dijatuhi vonis maksimal, mengingat perilakunya yang tidak kooperatif sepanjang proses hukum,” kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama S. Langkun dalam keterangan pers pada Rabu, 25 April.
Seperti yang udah kita saksikan bersama di beragam media, guys, Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini sempat dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal itu terjadi karena Setnov berulang kali enggak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, saat ditemui, ternyata Setnov abis kecelakaan hingga membuat kepalanya benjol sebesar bakpao.
Setelah ditetapkan sebagai tersangkapun, Setnov sempat enggan untuk berlaku kooperatif. Di sidang pertama, tepatnya 13 Desember 2017 lalu, Setnov lebih memilih untuk diam membisu saat hakim bertanya tentang perkaranya.
Terkait putusan dari Majelis Hakim Tipikor Jakarta ini, Tama juga menyebut bahwa enggak cuma ICW aja yang kecewa, tapi juga masyarakat.
Menurut jajak pendapat ICW pada 23 April, kata Tama, 56 persen peserta menyatakan tidak puas dengan hukuman terhadap Setnov. Tama juga bilang kalau publik sebenarnya ngedukung hukuman penjara seumur hidup buat Setnov.
“Sebanyak 77 persen peserta juga setuju bila Setya dihukum seumur hidup,” ungkapnya.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar pun punya respons yang sama dengan ICW. Fickar berujar bahwa seharusnya hukuman buat Novanto lebih tinggi dari itu, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.
“Seharusnya dihukum maksimal [paling tidak 20 tahun atau seumur hidup],” ujar Fickar pada media, Selasa, 24 April.
Hukuman maksimal, kata Fickar, pantas diberikan pada Setnov. Pasalnya, peran yang dilakukan oleh suami Deisti Astriani Tagor ini cukup dominan, jika ditelisik dari keterangan para terdakwa kasus e-KTP yang telah divonis bersalah.
“Depdagri [terdakwa Irman dan Sugiharto] dan AA [Andi Agustinus/Andi Narogong] menyatakan bahwa terdakwa yang akan mengorganisasikan terlaksananya proyek e-KTP,” sebutnya.