Pemimpin
 Sekte Tahta Suci Kerajaan Tuhan, Lia Aminudin atau dikenal dengan Lia Eden
 meninggal dunia pada Jumat (9/4/2021). Kabar Lia Eden meninggal baru diumumkan
 oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) melalui akun media sosial
 mereka pada Minggu (11/4/2021).
Dalam kenangan masyarakat Indonesia, Lia
 adalah sosok penuh kontroversi. Pengakuannya menerima wahyu dan menjadi Imam
 Mahdi –ratu adil dalam tradisi Islam– bahkan Nabi, membuatnya kerap menjadi
 buah bibir.
Pengakuan kewahyuannya pertama kali dia
 syiarkan pada dekade 90-an. Lia saat itu menamakan gerakannya sebagai gerakan
 Salamullah.
Dengan konsep pemikiran yang bertentangan
 dengan ajaran agama arusutama, sepak terjang Lia tentu penuh penentangan. Pada
 1997, misalnya, Majelis Ulama Indonesia mengganjar Lia Eden dengan fatwa sesat karena
 ia mendeklarasikan telah menerima wahyu. 
Lantai penjara juga pernah dicicipi Lia.
 Pertama pada 29 Juni 2006. Hasil dari putusan tersebut menetapkan Lia Eden
 harus menjalani hukuman selama dua tahun penjara. Kali kedua ia hadapi dengan
 kasus yang serupa pada 2 Juni 2009. Kasus yang kedua ini menetapkan hukuman
 pidana kurungan selama dua tahun enam bulan.
Bedanya Lia dengan penganjur ajaran sempalan
 lainnya adalah bahwa ia tidak pernah kapok. Lia sempat menyurati presiden
 Barack Obama untuk memperingatkan bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 2057. Dia
 juga pernah menyurati Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat itu menjabat
 sebagai Gubernur DKI untuk jadi Presiden RI hingga menunggu UFO di Monas.
Lia juga masih meluncurkan propaganda
 ajarannya lewat laman resmi gerakan Salamullah, meski kemudian laman tersebut
 tidak bisa diakses karena diblokir pemerintah.
Mengenal Gerakan Salamullah
Dikutip dari “Diskursus Gerakan
 Salamullah Lia Eden” di Religio: Jurnal Studi Agama-agama (2018) yang
 ditulis Affaf Mujahidah dari CRCS–UGM, embrio pergerakan ini dimulai dari
 berbagai pengalaman spiritual yang dialami Lia. Terhitung sejak tahun 1974, Lia
 Eden telah merasa didatangi oleh Malaikat Jibril yang ia sebut sebagai Habib
 Al-Huda.
Namun semua pengalaman tersebut baru
 terpublikasi melalui buku yang ia tulis sendiri dengan judul “Perkenankan
 Aku Menjelaskan Sebuah Takdir” yang terbit pada tahun 1998. Titik balik
 transformasi Lia Eden dimulai ketika ia berjumpa dengan malaikat Jibril untuk
 pertama kalinya di Jl. Mahoni 30, Jakarta Pusat. Di tempat ini pula ia
 menemukan sumber mata air pada 1 Oktober 1997, yang nantinya ia pergunakan
 dalam berbagai ritual penyembuhan.
 Menariknya, alamat ini pula yang kemudian menjadi pusat dari kegiatan
 Salamullah.
Gerakan Salamullah mulai menarik perhatian
 publik ketika mereka melakukan ritual secara terang-terangan, terutama ketika
 melakukan ritual penyucian pantai selatan di Pelabuhan Ratu. Tujuan ritual
 tersebut adalah untuk melakukan penyucian perbuatan musyrik yang diindikasi
 terpengaruh oleh Ratu Pantai Selatan.
Ritual yang dilakukan selama empat puluh lima
 menit itu diawali dengan salat yang diimami oleh Lia Eden dengan diikuti 75
 pengikutnya. Puncak dari ritual terjadi ketika Lia Eden menghunuskan keris
 sepanjang 20 cm sembari menyuruh Ratu Pantai Selatan untuk segera enyah dari
 lokasi
Affaf menilai, pola awal yang diusung oleh
 gerakan Salamullah hampir serupa dengan gerakan-gerakan keagamaan lain yang
 mengedepankan pada pemurnian ajaran. Konsep ini menjadi lazim ditemui pada
 bentuk gerakan spiritualitas non-agama sebagai suatu counter public
 terhadap agama yang ada. Meski demikian, mayoritas gerakan spiritualitas
 tersebut menunggangi ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama tertentu sebagai titik
 awal untuk mendapat kepercayaan dari banyak pihak.
Salamullah pun demikian, dari selebaran yang
 diedarkan oleh kelompok Salamullah, dapat diketahui bahwa tujuan utama ajaran
 kelompok tersebut adalah untuk meninggalkan praktik musyrik (perdukunan). Di selebaran
 yang sama, kelompok ini juga menekankan tentang konsep Ketuhanan yang Maha Esa.
 Selain itu, di selebaran tersebut ditekankan pula penyucian diri melalui budi
 pekerti yang baik dan menghentikan tindak korupsi.
Inti kedua dari ajaran Salamullah adalah
 persiapan menghadapi kiamat yang diramalkan akan terjadi pada tahun 2057. Lia
 Eden menyatakan telah menerima berbagai petunjuk dari Malaikat Jibril melalui
 berbagai gejala alam. Dia juga meyakini bahwa telah terjadi perubahan letak
 gugus galaksi Bimasakti sebagai indikasi semakin dekatnya hari kiamat.
Pemikiran, Karisma, dan Pesan Gender
Dengan pengikut yang kebanyakan berasal dari
 latar belakang pendidikan tinggi dan kelas ekonomi menengah ke atas, Affaf
 menilai kalau pengikut Lia memilih Salamullah dengan sadar. Salamullah jadi
 pilihan untuk menuntaskan dahaga spiritualitas mereka, alih-alih menjadi
 oportunis yang memiliki tujuan sekadar kenyamanan duniawi.
Gerakan Salamullah sebagai counter public
 mewadahi ide-ide yang bertolak belakang dengan konsep agama yang dimiliki oleh
 pemerintah. Perlu diingat tentang waktu saat gerakan Salamullah muncul,
 pemerintah masih menerapkan Undang-undang PNPS 1965 yang secara ketat mengatur
 mengenai regulasi agama. Singkatnya, Salamullah sebagai tempat bagi kelompok
 tertentu yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dengan baik oleh bentuk agama
 formal.
Dari penuturan sejumlah jemaat Salamullah yang ditulis Affaf,
 ditemukan juga faktor karisma yang jadi alasan utama pengikutnya untuk
 mengikuti Lia Eden dan
 mengabdikan diri kepada Salamullah. Mereka merasa bahwa Lia Eden bukan hanya
 sekedar ibu rumah tangga biasa, namun juga seorang utusan Tuhan.
Affaf juga menemukan bahwa apa yang Lia
 lakukan dengan memimpin gerakan spiritual meski dirinya adalah seorang
 perempuan adalah melawan arus. Fenomena Lia Eden dan Salamullah tidak
 hanya mewakili suara subaltern yang mencoba menyuarakan suara mereka sendiri,
 namun juga sebagai pertentangan pada otoritas laki-laki.
Lia Eden bahkan dengan tegas menyatakan bahwa dirinya adalah
 reinkarnasi dari berbagai tokoh perempuan dalam sejarah seperti Kunti, Eve,
 Virgin Marie, Joan D’Arch, hingga Kartini.
Menanggapi berbagai vonis penyesatan, tidak membuat Lia Eden
 tunduk dan takut kepada otoritas yang ada. Alih-alih menyatakan bahwa ajaran
 agamanya menyimpang, Lia Eden justru menyatakan keluar
 dari agama Islam dan ajarannya bukan bagian dari Islam melainkan ajaran agama
 baru.
Di luar kontroversinya dan ajarannya yang
 tidak biasa, mengutip Sejuk, Lia adalah sosok yang mengingatkan negara untuk
 menghormati serta memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bergama
 dan berkeyakinan di Indonesia. “Urusan setiap warga negara dengan Tuhannya
 tidak bisa dibatasi dan dikurangi oleh negara, apalagi dipenjara,”
 demikian Sejuk mengakhiri obituarinya.