Kasus main todong senjata di
jalanan, seperti yang dilakukan Muhammad Farid Andika (MFA), bukan sekali ini
terjadi. Sebelum kasus MFA di bulan April ini, Februari lalu, di Daan Mogot
juga sempat terjadi kejadian serupa di mana seorang berinisial F (25)
menondongkan senjata ke kerumunan warga. F bahkan sempat menodongkan pistolnya
ke polisi.
Pada Desember 2019, bahkan
terjadi kasus salah tembak terhadap pedagang kopi di Gerbang Tol Padalarang.
Jauh mundur ke tahun 2015, ramai juga berita penembakkan di TOL JORR, di mana
pelaku, yang mengemudi mobil KIA Picanto, merasa tak terima jalannya diambil
oleh pengguna lain yang mengemudikan mobil Daihatsu Xenia. Penembakan ini
membuat kaca mobil Daihatsu Xenia retak.
Keempat kasus di atas memang
menggunakan senjata bertipe air soft gun. Senjata jenis ini merupakan
senjata hobi yang kerap digunakan untuk permainan. Tetapi, bukan berarti
penggunaannya tak akan melukai. Karena permainan air soft gun pun tetap
harus menggunakan perlengkapan, seperti helm dan pelindung tubuh untuk
menghindari cedera.
Sekretaris Jenderal Pengurus
Besar Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin) Firtian Judiswandarta
menjelaskan, air soft gun merupakan jenis senjata angin bertekanan
rendah. Jenis lainnya, adalah air gun, senjata angin dengan tekanan yang
lebih tinggi. Jenis air gun digunakan oleh ZA saat menyerang Mabes Polri
baru-baru ini.
Peluru air soft gun
biasanya terbuat dari plastik, berbentuk bulat dengan diameter 6 mm. Namun dari
sisi bentuk, air soft gun sama persis dengan senjata pada umumnya. Pada
dasarnya, kecepatan dan bahan dasar peluru yang digunakan untuk air soft gun
aman digunakan untuk permainan perang-perangan atau war game dan
olahraga tembak reaksi cepat.
Setyo Wasisto,
Ketua Persatuan Olah Raga Airsoft Seluruh Indonesia (Porgasi) menyebut, dampak
tembakan air soft gun adalah memar hingga lecet.
Lalu kenapa kepemilikan senjata
meski itu mainan bisa membuat orang jadi arogan?
Kepada Asumsi.co, Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri mengatakan,
ada sejumlah faktor serius soal menodong orang dengan senjata yang terjadi berulangkali
ini. Menurut Reza, boleh jadi si empunya senjata punya perasaan rendah diri,
cemas, minder, kesulitan bersosialisasi atau problem psikis lainnya. Pemilik
senjata juga begitu dahaga akan perasaan perkasa.
“Dia ingin tampak powerful,”
kata Reza, Senin (5/4/2021).
Pemilik senjata juga punya
kecenderungan impulsif dan pengendalian amarah yang buruk atau mungkin juga dia
berada di bawah pengaruh narkoba dan miras. Sementara faktor yang paling parah
adalah si pemilik senjata punya ideologi sayap kanan.
“Kalau udah sampai ideologi,
ini sudah teroris. Maka mari cek kasus per kasus, individu per individu, faktor
mana yang paling relevan? Kalau kita kaitkan faktor kelima, kelakuan pengemudi
yang brengsek seperti ini, kita sebut sebagai teroris jalanan,” kata dia.
Reza menilai, sebutan teroris
jalanan lebih tepat digunakan untuk para penodong liar ini ketimbang koboi
jalanan. Pasalnya, kata koboi justru akan menyanjung mereka. Sementara banyak
koboi baik. Dengan demikian, julukan ini tidak layak disebut buat mereka yang
berperilaku seperti bandit.
“Padahal apa hebatnya? Kampungan,
ya. Bahaya, ya. Egois, ya, dan semua sebutan jelek bisa disebutkan pada orang
norak ini,” ucap dia.
Matt Jarvis, psikolog dari Titton
College, Inggris, dalam artikel “The Psychology of Gun Ownership”
yang terbit di Psychology Update pada 2018, menyebut bahwa kepemilikan
senjata membuat orang lebih agresif. Jarvis juga menyatakan, efek kepemilikan
senjata juga telah dibuktikan dalam situasi kehidupan nyata. Hemenway,
Vinriotis dan Miller (2006) mensurvei sampel representatif di Amerika dan bahwa
mereka yang membawa senjata di dalam mobilnya dilaporkan mengemudi lebih
agresif.
Dalam kasus di Amerika, membawa
senjata seolah memang jadi bagian dari budaya sekaligus meningkatkan resiko
penembakan kapan saja. Tetapi, ada sejumlah faktor utama yang membuat
kepemilikan senjata sulit dibatasi di Amerika. Faktor tersebut di antaranya
adalah sejarah Amerika yang didirikan melalui perang sipil dengan pelibatan
senjata dan kompetisi berburu yang masih berlangsung sampai saat ini.
Faktor lainnya adalah pengalaman
positif dengan senjata api yang membuat mereka merasa lebih aman.
“Meskipun senjata sebenarnya membuat orang lebih agresif,” tulis
Jarvis.
Kalau belajar dari kasus Amerika,
senjata api dengan air soft gun perbedaannya amat ketara. Mengutip laman Airsoftstaion.com, meskipun setiap negara bagian
punya aturan sendiri mengenai kepemilikan air soft gun, tetapi ada
beberapa UU Federal yang berlaku umum. Untuk membedakan air soft gun
dengan senjata api pada umumnya, misalnya, Amerika mensyaratkan tanda selebar
minimal 6 mm di ujung senjata air soft gun yang kerap disebut dengan Orange
Tip Law.
Mereka yang menggunakan air soft
gun untuk melakukan kejahatan akan diproses oleh pengadilan, sebagaimana
kejahatan dengan senjata api. Ada juga batasan usia untuk memiliki air soft gun,
yakni usia 18 tahun ke atas. Membawa air soft gun saat bepergian juga
tidak dianjurkan kecuali dengan menggunakan tas khusus.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Mengutip hukumonline.com, lantaran air soft gun
merupakan salah satu jenis senjata api olahraga, maka aturan penggunaannya
hanya untuk kebutuhan olahraga rekreasi. Hal itu diatur dalam Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan Dan
Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga. Penggunaannya pun
disyaratkan harus disertai dengan izin.
Masih berdasar aturan kepala
kepolisian, seseorang yang bahkan sudah mempunyai izin memiliki air soft gun
untuk kepentingan olahraga, tidak boleh melakukan alih status atau fungsi
penggunaan senjata api olahraga untuk kepentingan lain.
Kendati demikian, penggunaan air
soft gun untuk pembelaan diri masih dimungkinkan selagi memenuhi
unsur-unsur yang dibenarkan UU. Unsur itu di antaranya pembelaan itu bersifat
terpaksa; Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan,
atau harta benda sendiri atau orang lain; Ada serangan sekejap atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat itu; dan Serangan itu melawan hukum.
Di laman bali.polri.go.id dipaparkan kalau persyaratan memiliki dan
menggunakan air soft gun untuk kepentingan olahraga, sesuai UU, adalah
harus disertai dengan kwitansi pembelian dan surat izin impor. Pemilik juga
hendaknya melampirkan surat sehat jasmani dan rohani dari dokter serta psikolog.
Laman itu juga menyebut pemilik air
soft gun harus punya keterampilan menembak yang dibuktikan dengan surat
keterangan yang dikeluarkan oleh Pengurus Provinsi Perbakin dengan usia 18
sampai dengan 65 tahun. Penggunaannya pun tentu terbatas hanya untuk kebutuhan
olahraga dan konsekuensi hukum akan mengikuti jika pemilik dan pengguna air soft
gun menggunakan senjata ini di luar peruntukannya.