Isu Terkini

Desain Patung Garuda Dikritik Arsitek Sampai Sejarawan

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan layar Youtube ACDP_Channel

Belum lama diunggah ke media sosial, desain Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur langsung dihujani ragam komentar. Nadanya beragam, meski tak sedikit yang sumbang. Yang jadi kritik, desain IKN dengan bentuk burung garuda besar itu dinilai sebagai “pemborosan material” yang tidak sesuai dengan konsep ramah lingkungan yang telah sering digaungkan dalam rancangan pembangunan Ibu Kota Baru. 

Kritik soal desain IKN bukan hanya datang dari warganet. Profesional yang tergabung dalam sejumlah asosiasi profesi arsitek juga memberi masukan akan desain IKN. Ini utamanya menyorot pada rancangan bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda. 

Lewat siaran pers yang disebar ke sejumlah media, Ketua Ikatan Arsaitek Indonesia (IAI) I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda atau burung yang menyerupai garuda tidak mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital. Menurut Rana, gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban, baik budaya, ekonomi, maupun komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan negara Indonesia dalam partisipasinya di dunia global. 

“Bangunan ini sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah dan pasca-Covid-19 (new normal),” kata Rana. 

Rana menilai, bangunan gedung istana negara seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedungnya. Metafora yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 adalah pendekatan yang mulai ditinggalkan. 

“Hal itu karena ketidakmampuan metafora menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang,” kata dia. 

Rana menambahkan, metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung berbentuk patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan. 

Selain IAI, asosiasi lain yang bersikap serupa adalah Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP). Mereka merekomendasikan tiga hal, yakni istana negara versi burung garuda hendaknya disesuaikan menjadi monumen atau tugu saja pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan dilepaskan dari fungsi bangunan istana. 

Asosiasi juga mengusulkan desain bangunan gedung istana disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun penataan tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol. 

Terkait kepentingan pembangunan IKN, Asosiasi berpandangan bahwa memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui Tugu Nol yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis. Hal ini bisa dimulai dengan penanaman kembali pohon endemik Kalimantan yang nantinya menjadi simbol bahwa pembangunan IKN memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan seperti dalam narasi sayembara Nagara Rimba Nusa, yakni untuk “membangun hutan terlebih dahulu baru membangun kotanya”. 

“Kami berharap pernyataan dan rekomendasi ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. Salah dalam merencanakan maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan,” kata Rana. 

Wajah IKN yang memuat konsep istana negara dengan bentuk burung garuda dapat dilihat melalui sebuah video di akun Instagram @rendering_indonesia. Memiliki durasi 6 menit 45 detik, video yang diunggah pada 18 Maret 2021 tersebut memaparkan dengan cukup detil konsep pembangunan IKN. 

Video yang sama diunggah juga oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa di laman media sosialnya. Di unggahan Suharso, sejumlah arsitek memberi masukan. 

Seorang arsitek yang berasosiasi dengan IAI berdasarkan bio media sosialnya misalnya, berkomentar kalau ide burung garuda sebagai desain gedung istana adalah ide yang sangat buruk. Menurutnya, banyak arsitektur tradisional yang lebih bisa merepresentasikan kebesaran bangsa Indonesia. 

Seorang arsitek lain menilai kalau sebaiknya rancangan istana di IKN disayembarakan. Desain dengan burung garuda dinilai lebih tepat sebagai monumen ketimbang istana negara. 

Tinggalkan Model Kolonial

Dalam pemberitaan di media pada 2019, Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa menyebut kalau Presiden Joko Widodo ingin desain Istana Negara di IKN baru memiliki nafas nusantara dan tidak bercirikan kolonial seperti yang sekarang. Suharso juga menyebut aspek arsitektur inilah yang akan membuat Istana Negara di IKN baru punya perbedaan yang mencolok dengan yang sekarang. 

Suharso menjelaskan total luas lahan yang disiapkan untuk kawasan ibu kota baru sekitar 250.000 hektare (ha). Dari total tersebut lahan inti yang akan dikembangkan 40.000 ha, dan dari jumlah tersebut seluas 6.000 ha untuk pusat pemerintahan. Menurut Suharso pemerintah akan melibatkan arsitek dunia untuk membangun pusat pemerintahan. 

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR-RI, Rabu (17/3/2021) Suharso mengatakan, proyek pembangunan IKN di Kalimantan akan tetap dilaksanakan. Bahkan, direncanakan Istana Negara akan mulai dibangun pada tahun ini. 

Menurut Suharso, jika terwujud, pembangunan istana negara di Ibu Kota baru ini bisa menjadi perangsang bagi sektor-sektor lainnya untuk ikut tumbuh. Di sisi lain, pembangunan ibu kota negara baru ini juga bisa menjadi faktor pendorong ekonomi Indonesia. 

Sekadar Simbol

Mengenai ambisi menghadirkan arsitektur dengan kekhasan nasional dan gambar yang beredar sekarang, Asumsi.co menanyakan perspektif sejarawan dan budayawan JJ Rizal. Menurut Rizal, gambar yang beredar dengan ambisi ingin memiliki Istana yang berkarakter nasional menunjukkan kemiskinan narasi dan bagaimana pemahaman akan nasionalisme. 

Rizal lantas mengutip Presiden pertama RI, Sukarno yang seorang arsitek cum kampiun nasionalisme. Kalau mengacu pada pandangan si Bung Besar, maka bangunan Istana di IKN baru adalah cermin dari pikiran seorang nasionalis kemenyan. 

“Yaitu model nasionalis yang aktivitasnya lebih pada kesibukan melap-lap simbol-simbol sebagai barang pusaka,” kata Rizal. 

Menurut Rizal, alih-alih dipahami sebagai warisan pemikiran, nasionalisme jenis ini lebih pada arak-arakan, pameran, dan penyembahagungan tanpa memahami substansinya. “Karena ingin menutupi ketakmampuannya melihat nasionalisme sebagai warisan pemikiran,” kata dia.

Share: Desain Patung Garuda Dikritik Arsitek Sampai Sejarawan