Indonesia dinyatakan keluar dari resesi. Ini terjadi, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat 7,07% pada kuartal II 2021. Pernyataan tersebut keluar dari Kepala BPS, Margo Yuwono, saat pengumuman data ekonomi Indonesia kuartal II 2021 secara virtual.
“Jika dihitung pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021 dibanding kuartal I-2021 tumbuh 3,31%. Sedangkan jika dibandingkan kuartal II-2020 atau pertumbuhan secara tahunan 7,07%,” kata Margo, di Jakarta, Kamis (5/8/2021).
Berdasarkan data BPS tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa memang ekonomi Indonesia tumbuh positif dan keluar dari zona resesi. Menurutnya, strategi yang telah dilakukan oleh pemerintah sudah benar
“Jadi cerita kuartal II menggambarkan arah pemulihan ekonomi sudah benar dan strategi pemulihan ekonomi juga sudah benar dan sudah menghasilkan dampak atau hasilnya,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual.
Ia mencatat selama kuartal II konsumsi rumah tangga tumbuh 5,9 persen, investasi tumbuh 7,5 persen, ekspor meningkat di kuartal II dengan pertumbuhan mencapai 31,8 persen, dan impor tumbuh 31,2 persen.
Sedangkan dari sektor manufaktur, Sri mencatat berkontribusi hampir 20 persen, lalu sektor perdagangan tumbuh 9,4 persen, dan sektor konstruksi dengan share 10,8 persen sudah tumbuh 4,4 persen.
Kemudian, sektor transportasi dan akomodasi tumbuh dobel digit sebesar 25,1 persen disebabkan oleh faktor base effect yang rendah di kuartal II 2020. Demikian pula sektor akomodasi, makanan dan minuman yang tumbuh 21,6 persen (yoy) dari -22 persen.
“Ini menggambarkan bahwa seluruh sektor sudah mulai menggeliat dan berfungsi. Tumbuhnya ekonomi ini, karena karena policy-policy dari pemerintah yang terus mengintervensi baik demand dan supply,” katanya.
Pemerintah Jangan Keburu Senang
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, mewanti-wanti pemerintah untuk tetap waspada, karena pertumbuhan ekonomi naik tinggi di kuartal II.
“Kita berhasil keluar satu kuartal dari resesi, tapi proyeksinya pertumbuhan ekonomi kembali minus di kuartal ke III 2021, karena adanya lonjakan kasus Covid-19 dan PPKM level 4,” katanya pada Asumsi.co, Minggu (8/8/2021).
Ia menambahkan pemerintah jangan keburu senang dulu, karena pemulihan semu satu kuartal. Konsumsi rumah tangga bisa melemah lagi, dan motor dari investasi juga terpengaruh dengan adanya PPKM. Ditambah lagi, realisasi investasi bakal tertunda. Menurutnya investor wait and see dulu, kapan kasus harian turun signifikan juga pelonggaran mobilitas dilakukan.”
Ia menyarankan pemerintah fokus antisipasi di kuartal ke III dan kuartal ke IV agar ekonomi bisa selamat dari resesi dan tumbuh positif satu tahun penuh. Ia menambahkan kuartal ke II kemarin wajar tumbuh tinggi 7%, karena di kuartal ke II tahun 2020 sempat minus 5,3%.
“Kuartal ke I masih belum ada PPKM darurat, mobilitasnya lebih bagus dari kuartal ke II. Jadi ada sedikit pemulihan saja langsung positif tinggi. Ini disebut low base effect,” katanya.
Baca Juga: Indonesia Keluar dari Resesi, Pemerintah Harus Prioritaskan Kesehatan dan Percepat Vaksinasi
Bhima menambahkan pada kuartal ke II juga harus diakui ada pemulihan yang semu, misalnya Indeks Keyakinan Konsumen naik menjadi 107,4 menunjukkan masyarakat mulai optimistis berbelanja.
“Waktu itu mobilitas sudah mulai tinggi, meski belum seperti pra pandemi. Seruan dilarang mudik, tapi tempat wisata dibuka juga membuat sektor transportasi, akomodasi naik. Masyarakat juga terbantu dengan adanya THR dibayar penuh, berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa dicicil,” katanya.
Menurutnya THR berperan penting mendorong masyarakat belanja, khususnya menopang sektor makanan minuman atau pembelian di restoran. Daya beli pun sempat pulih.
“Kemudian sektor industri manufaktur juga bagus ya pemulihan di kuartal ke II, PMI manufaktur sempat 53 atau ada di atas angka 50 yang menandakan industri mulai ekspansi lagi. Dari sisi ekspor dan investasi mulai rebound,” katanya.
Menurutnya yang lebih penting soal Indonesia keluar dari resesi adalah soal kualitas pertumbuhan, yakni hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan serapan tenaga kerja.
“Untuk kualitas pertumbuhan di kuartal ke II sebenarnya rendah meski pertumbuhan sampai 7%. Hal ini bisa dicek dari sektor sektor yang tumbuh tinggi justru sektor non tradable (tidak menghasilkan barang) seperti jasa keuangan, transportasi, perhotela dan perdagangan. Sementara sektor yang serapan tenaga kerjanya besar di tradable yakni sektor pertanian cuma tumbuh 0,38% yoy dan industri di naiknya 6,58%,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,07% terbatas dan belum tentu Indonesia sudah keluar dari resesi
“Perekonomian kita masih tumbuh terbatas. Jadi tentu kalau dikatakan ini adalah akhir dari resesi atau pertumbuhan semu, bahkan ada katakan ilusi, tentu saya katakan ini pertumbuhan yang semu,” kata Andry dihubungi Asumsi.co, Minggu (8/8/2021).
Disebut semu, kata Andry, apabila dikomparasikan dengan kuartal II di tahun 2020. Menurutnya pertumbuhan ekonomi di kuartal II, karena low base effect, saat itu ada kelonggaran PPKM Mikro. Pertumbuhan di beberapa juga tinggi, karena basisnya juga rendah. Dan hal ini sebaiknya tidak perlu dibanggakan.
Apakah Akan Ada Resesi Kembali?
Andry mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia harus dilihat utuh, tidak setengah-setengah. Karena pemerintah harus melihat juga pada kuartal III-2021, dimana periode Juli-September ini menjadi fase Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Pastinya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.
“Kalau kondisi pandemi masih belum cukup mereda, maka tentu kalau kita bandingkan dengan kuartal III di 2020 hasilnya pasti akan berbeda dengan yang ada sekarang. Bisa jadi pertumbuhannya lebih menurun dibandingkan kuartal II 2021,” ujarnya menjelaskan.
Menurut Andry, resesi secara teknikal terjadi minus secara berturut-turut atau terjadi kontraksi dua kuartal berturut di tahun yang sama. Dari situlah kita masuk ke dalam kondisi resesi. Ia menambahkan, meski akan ada perpanjangan PPKM Level 4 tidak akan terjadi resesi kembali.
“Ini karena terjadi pertumbuhan ekonomi. Ini terlihat kondisi lapangan berangsur pulih,” katanya.
Apa Solusinya?
Andry menyarankan untuk melakukan secara intensif 3 T di daerah-daerah untuk pemulihan ekonomi. Karena apabila kesehatan pulih, ekonomi berangsur akan meningkat. Ia melihat angka testing di Indonesia sangat rendah dengan penyabaran varian delta yang sangat tinggi.
“Saya menyarankan agar 3T pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) dikencangkan di daerah-daerah, karena tingginya kasus Covid-19 berpengaruh dengan seberapa besar 3T tersebut.”
Sedangkan Bhima menyarankan pemerintah memberikan bantuan sosial tunai (BST) minimal Rp1-1.5 jt per keluarga. Ia juga meminta menambahkan penerima bantuan ditambah menjadi 15-25 juta orang.
“Jumlah BST dinilai terlalu sedikit dan tidak mencukupi jika hanya 500 ribu per bulan,” katanya.
Di samping itu, pemerintah juga perlu memberikan bantuan uang sewa untuk pengusaha kecil di pusat perbelanjaan. Bantuan uang sewa minimum 30-40% dari biaya sewa selama satu bulan hingga Agustus. Bantuan PPN sewa ditanggung pemerintah belum cukup
“Sedangkan bagi umkm yang beralih ke jual beli online pemerintah bisa sediakan subsidi internet gratis 1GB per pengusaha di jam sibuk jam 8 pagi-6 sore. Kemudian, pemberian subsidi ongkos kirim bagi produk lokal di marketplace. Serta, perpanjangan restrukturisasi pinjaman bagi pelaku usaha umkm yang kesulitan membayar cicilan pokok dan bunga,” katanya.