Kedutaan Besar
 Republik Indonesia (KBRI) Yangon telah mengambil beberapa langkah untuk
 memastikan keamanan warga negara Indonesia (WNI) dari situasi krisis di
 Myanmar. Salah satunya adalah menempatkan WNI di Sekolah Indonesia yang
 terletak di Yangon sebagai shelter sementara.
“KBRI Yangon telah menyiapkan Sekolah Indonesia di Yangon
 sebagai lokasi shelter sementara bagi WNI,” kata Direktur Perlindungan WNI
 dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Judha Nugraha, Selasa (16/3).
Dalam hal ini, KBRI telah sampaikan imbauan agar WNI tetap
 tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing, menghindari bepergian,
 termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak.
Sementara bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki
 keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia
 dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini tersedia. Penerbangan
 yang disediakan adalah Singapore Airlaines dan Myanmar Airlaines. Tercatat 50
 WNI yang telah pulang menggunakan penerbangan khusus tersebut. Dari data Februari 2021 lalu, ada 441
 WNI menetap Myanmar.
Namun, pihak Kemlu dan KBRI Yangon memandang saat ini belum
 mendesak untuk melakukan evakuasi WNI. Pihak KBRI telah menyampaikan
 imbauan agar WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing,
 menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat
 mendesak. Selain itu pihak Kemlu dan KBRI Yangon telah menyediakan hotline. Hotline KBRI Yangon:  +95 9 503 7055 dan Hotline
 Pelindungan WNI Kemlu: +62 812-9007-0027.
Untuk
 diketahui, konflik kudeta di Myanmar telah berlangsung sejak Februari lalu. Dilansir dari Reuters,
 sebanyak 183 korban telah terbunuh oleh pasukan keamanan dalam beberapa pekan.
 Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyebutkan 74 orang tewas akibat
 demonstrasi di sebuah kawasan pabrik, di distrik Hlaingthaya, Yangon. 
Situasi dan
 kondisi di Myanmar saat ini sedang memanas karena terjadi aksi kudeta oleh
 militer. Akibatnya, banyak korban berjatuhan karena melakukan aksi protes
 terhadap hal tersebut. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pun saat ini
 tengah ditahan oleh pihak militer Myanmar yang menuduh Komisi Pemilihan Umum
 Myanmar (UEC) gagal menangani ketidakberesan besar dalam pemilu Myanmar yang
 digelar pada November 2020 lalu.