Lebih dari satu dekade K-Pop mulai mewabah ke berbagai belahan dunia. Ia digemari dan membuat banyak hal yang berbau Korea Selatan jadi makin digandrungi. Pengaruh ini tidak hanya melenggang jauh tetapi juga menyasar ke saudaranya di Utara yang selama ini dikenal tertutup.
Ya, Korea Utara, negara penuh rahasia yang kerap bikin kita penasaran ternyata juga mendapat rembesan budaya populer K-Pop dari tetangganya. Namun, otoritas Korea Utara yang berpaham Juche melarang keras budaya populer ini.
Sebagai ideologi yang cukup resisten pada budaya luar, K-Pop yang dipengaruhi oleh musik pop barat dianggap sebagai sebuah kebobrokan.
Baru-baru ini Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bahkan menyebut K-Pop sebagai kanker ganas yang bisa merusak generasi muda. Penentangannya pada K-Pop juga meluas termasuk ke drama hingga film Korea Selatan.
Mengutip laporan The New York Times, Korea Utara justru jadi tembok terakhir yang mesti ditembus K-Pop setelah meraih animo yang baik secara global. Ini tentu tak lepas dari pertarungan sengit Selatan-Utara yang sejak 1950-an sampai hari ini hanya berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata bukan damai.
Dan kini, ancaman budaya dari Korea Selatan terlihat lebih menakutkan ketimbang klaim nuklir Korea Utara.
Pelan tapi pasti, anak muda Korea Utara mulai keranjingan K-Pop. Hal yang bikin Kim Jong Un gerah dan mengecamnya sebagai pengaruh anti-sosialis.
Penentangannya lantas ditegaskan lewat serangkaian undang-undang baru yang diterbitkan sejak Desember 2020. Aturan ini memberlakukan hukuman lebih ketat bagi warga yang menonton atau memiliki hiburan K-Pop dengan hukuman lima hingga 15 tahun bekerja paksa. Media pemerintah Korea Utara juga memperingatkan bahwa jika pengaruh ini dibiarkan, maka Korea Utara bisa hancur.
Bagaimana K-Pop Masuk ke Korea
Sebagai negara yang kerap dijuluki tirai besi, masuknya K-Pop ke Korea Utara memang patut dipertanyakan. Soalnya, selama ini Korea Utara bisa dibilang paling ketat menjaga negaranya dari pengaruh luar.
Namun, berdasarkan laporan New York Times, lesunya ekonomi yang berkepanjangan di Korea Utara membuat pengaruh dari luar sangat mungkin masuk. Soalnya, untuk mengatasi kelaparan panjang, keluarga-keluarga Korea Utara kerap bertahan hidup dengan membeli makanan dari pasar tidak resmi. Pasar ini tidak hanya dipenuhi bahan pokok tetapi juga barang-barang selundupan dari China, termasuk hiburan bajakan dari Selatan.
Baca Juga : Laris Dilirik Merek untuk Kolaborasi, Berapa Nilai Jual BTS?
Jung Gwang-il, seorang pembelot dari Korea Utara yang menjalankan jaringan penyelundupan K-pop ke Korea Utara menyebut kalau sasaran mereka saat ini adalah pemuda Korea Utara. Menurutnya, anak muda Korea Utara yang lahir di tengah kelaparan panjang membuat mereka berpikir untuk tidak lagi percaya pada dinasti Kim.
“Mereka tidak berutang apa pun kepada Kim Jong-un. Dia (Kim Jong Un) harus menegaskan kembali kontrol ideologisnya pada kaum muda jika dia tidak ingin kehilangan fondasi untuk masa depan pemerintahan dinasti keluarganya,” kata Gwang-il.
Di lain sisi, ada ketidaksesuaian antara propaganda pemerintah dengan sajian yang ditayangkan drama Korea Selatan. Selama ini Korea Utara telah lama menggambarkan Korea Selatan sebagai neraka hidup yang penuh dengan pengemis. Sedangkan, melalui K-drama, yang diselundupkan dalam bentuk kaset dan CD, anak muda Korea Utara mengetahui bahwa di Selatan kehidupan amat berbeda.
“Ketika di Korea Utara mereka berjuang untuk menemukan cukup makanan untuk dimakan selama kelaparan, orang-orang di Selatan malah melakukan diet untuk menurunkan berat badan,” tulis artikel New York Times itu.
Bertahap
Jauh sebelum K-Pop mengepung pertahanan ideologi Korea Utara hal yang sama juga pernah dilakukan oleh musik pop barat. Secara bertahap, pop barat mulai dikonsumsi oleh pemuda Soviet lewat rekaman ilegal The Beatles, atau anak muda Jerman Timur pada 1987 yang menempelkan telinga mereka di sekitar tembok Berlin untuk mendengar konser David Bowie yang tengah tampil di Jerman Barat.
Baca Juga : “Butter” Raih 5 Rekor Dunia, BTS Diyakini Bakal Sering Rilis Lagu Berbahasa Inggris
Sekarang, ada bukti bahwa K-pop Korea Selatan memainkan peran yang sama dan secara halus merusak propaganda rezim Korea Utara.
Mengutip Washington Post, perlahan ada peningkatan jumlah pembelot yang menyebut musik sebagai salah satu faktor kekecewaan mereka terhadap pemerintah Korea Utara. Lee Kwang-Baek, presiden Grup Media Unifikasi (UMG) Korea Selatan menyebut tren itu didorong oleh meningkatnya kepemilikan ponsel di Korea Utara dan perdagangan perbatasan negara yang masih kuat dengan China.
Survei UMG terhadap 200 pembelot yang dirilis pada bulan Juni 2019 menemukan fakta bahwa lebih dari 90 persen pembelot telah menonton film, TV, dan musik asing di Korea Utara. Tiga perempat di antaranya tahu seseorang yang telah dihukum karena menonton atau mengkonsumsi tayangan itu. Sementara lebih lebih dari 70 persen mengatakan mengakses media asing menjadi lebih berbahaya sejak Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan pada akhir 2011.